Episode Tiga Belas

29 4 1
                                    

‘Eric’ tertawa dan aku langsung tahu ini situasi yang tidak bagus. Pertama, aku tidak tahu apa yang ia rencanakan. Kedua, aku sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ketiga, kami sudah terlalu jauh dari kastil. Tidak akan ada seorangpun yang tahu jika sampai terjadi sesuatu di sini.

Perlahan-lahan aku berusaha bergerak mundur. Kuperhatikan terus ‘Eric’ yang masih tertawa seperti orang sinting. Dia sama sekali tidak bergerak. Dia tetap berdiri di tempatnya seakan-akan sudah menang. Kuputar otakku, berusaha menemukan cara untuk melarikan diri. Tapi tak ada ide bagus yang terlintas selain lari.

Aku berbalik dan hendak berlari ke arah berlawanan, tapi rupanya jalan itu sudah sepenuhnya diblokir. Ada tiga makhluk berukuran besar di sana. Tapi aku yakin itu bukan hantu. Makhluk itu memiliki bulu kecoklatan yang menutupi seluruh tubuhnya, taring yang tajam, kuku yang runcing, dan moncong yang panjang ke depan menyerupai anjing. Makhluk itu berdiri dengan kedua kakinya dan mengeluarkan suara binatang buas yang kelaparan.

“Jangan berpikir bisa lari, Waran” suara itu datang dari arah sebaliknya. Seorang pria. Dia berjalan pelan dan perlahan-lahan siluetnya muncul di belakang ‘Eric’. Ia mengenakan jubah panjang dengan rantai perak melingkari lehernya. Postur tubuh laki-laki itu tidak terlalu besar, berambut ikal, berwajah tirus. Dan yang bisa kuingat jelas adalah lidahnya terbelah seperti ular serta bekas luka di dahinya. “Sayang sekali. Padahal hampir saja rencana ini berhasil. Ini gara-gara aku yang tidak sabaran.”

Sekarang aku terjepit. Aku tidak bisa lari ke manapun karena siluman-siluman serigala itu pasti bisa dengan mudah menangkapku. Aku juga tidak tahu apa yang disembunyikan pria berlidah belah itu. Sekarang satu-satunya pilihan adalah berteriak minta tolong.

“Percuma saja kau menjerit,” ujar laki-laki berlidah belah. “Tidakkah kau dengar suara ini? Musik yang membuat semua orang tertidur lelap. Mereka tidak akan bangun sampai besok.”

Dia benar. Samar-samar aku bisa mendengar suara alat musik tiup dari kejauhan. Tunggu dulu. Musik! Jangan-jangan ini musik yang sama seperti yang kami dengar di perpustakaan lama!

“Sepertinya sudah ingat, ya? Tepat sekali, ini alat musik yang sama seperti yang waktu itu kalian dengar. Musik itu dimainkan oleh temanku. Supaya ular itu tenang dan tidak terburu-buru membinasakan kalian saat itu.”

“S-Siapa kau?”

“Aku? Kurasa kau tidak ingin tahu siapa namaku. Semua orang akan berharap langsung mati begitu mendengar namaku saking mengerikannya. Kau cukup memanggilku Raja Siluman.”

Aku melihat sosok iblis setengah ular berdiri di belakang laki-laki berlidah belah itu. Iblis itu merasuki si lidah belah, kemudian ia mulai melolong seperti seekor serigala. Tiba-tiba dari semak-semak muncul kawanan manusia serigala yang lain. Jumlahnya mungkin mencapai puluhan ekor. Mereka semua kelaparan. Air liur menetes-netes dari lidah mereka yang terjulur keluar.

Luka di dahi. Suara-suara yang mengendalikan para siluman.

“Kau… anaknya Juno?”

“Jangan sebut nama itu di depanku!” hardiknya, disambut geraman para siluman serigala yang marah. “Aku raja para siluman! Mereka semua abdiku! Mereka tunduk pada perintahku! Aku bukan pemburu rendahan yang puas hanya dengan mempelajari bahasa mereka!”

Eric. Jadi anak itu dikontrol oleh si lidah belah itu. Iblis setengah ular yang barusan merasukinya itu adalah biang keroknya. Si lidah belah itu bersekutu dengan iblis untuk bisa mengontrol bangsa siluman. Jika asumsi-asumsi ini benar, maka dia pasti pengguna ilmu hitam!

“Eric! Sadarlah! Kau sedang diperalat!”

“Sekarang kita lihat bagaimana reaksi temanmu ini. Apakah dia akan mendengarkanmu… atau aku?”

Book of Secret CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang