Danil menggeleng.
"Isinya, ya, foto Galang sama prestasi-prestasi Galang yang nggak terhitung itu. Dan lo tau lagi?"
Danil, Yosep, dan Sandi masih diam mendengarkan. "Poster sekolah kita yang dipajang depan sana setiap mau penerimaan murid baru." Arka menunjuk ke belakang, keluar menuju jalan utama. "Itu 'kan juga foto Galang yang dipajang. Pokoknya ada promosi atau apa-apa, ya, muka Galang-lah yang paling depan," lanjut Arka. Sudah biasa dengan kepopuleran teman sekelasnya itu.
"Cewek sekolah kita mana, sih, yang nggak suka sama Galang? Guru-guru yang udah punya anak lima aja kesenangan setiap ngajar di kelas gue." Arka masih bercerita.
"Radea nggak suka sama Galang," celetuk Yosep.
Hah?
Danil langsung berteriak dalam hati. Kata siapa Radea tidak mengagumi Galang seperti yang lain? Waktu itu saja Radea terang-terangan di depan Danil bilang kalau Radea juga suka dengan Galang. Memang, sih, Danil akui Galang itu tampan. Rahangnya tidak setegas wajah Danil sehingga wajahnya terlihat kalem. Namun, wajah baik-baik belum tentu hatinya juga baik. Begitu pun sebaliknya.
Mereka sampai di indekos. Di sana ada Vinan yang sedang menyiram bunga-bunga di halaman indekos. Gadis itu menyiram bunga mawar merah yang kata Yosep sudah dirawat seperti anak sendiri.
"Eh, Vinan," sapa Arka manis. "Bunganya cantik, secantik yang nyiram."
Sandi menyiku Arka. "Jangan lo godain Vinan. Dia masih SMP."
Sedangkan Vinan hanya senyum mendengar ucapan Arka. Dua tahun lebih Arka tinggal di sini, dan Vinan sudah terbiasa dengan gombalan-gombalan ala Arka.
Sebuah mobil hitam mengilat berhenti di depan indekos. Vinan menoleh dan tersenyum ramah saat seorang laki-laki paruh baya keluar diikuti seorang perempuan. Sepertinya suami istri.
Yosep masuk indekos, diikuti yang lain, dan tinggal Danil yang melihat-melihat badan motornya. Mereka tak begitu menghiraukan orang tersebut.
"Nyari kakak, ya, Om?" tanya Vinan.
Lelaki itu mengangguk. "Tadi malam mau ke sini, tapi malah ketiduran. Jadi, ya udah siang aja. Jadi sekarang ketemu ibu kamu aja," katanya.
"Masuk, Om. Vinan panggilkan ibu."
Setelah itu Vinan masuk, diikuti oleh dua orang tamunya. Tak lama setelah itu, Danil juga masuk. Dia melihat Bu Yen dan tamunya duduk di sofa ruang tamu khusus indekos ini saat mau ke kamar.
🌇🌇🌇
Hari yang menyenangkan itu memang terasa lebih singkat. Seperti ini, sudah hari Senin lagi. Namun hari ini tidak ada pelajaran, karena hari Rabu akan ada lomba di SMA Integritas Bangsa. Setiap ekskul yang dilombakan difokuskan untuk berlatih. Radea dengan Galang belajar di perpustakaan, begitu pula dengan Danil dan Yosep yang latihan sepak bola di bawah terik dengan malas-malasan. Ekskul basket putra dan putri juga berlatih, tidak lupa tim cheerleader.
Danil mengusap dahinya yang berkeringat dengan lengan. Cowok itu duduk di bawah pohon dekat lapangan untuk berteduh. Tak lama, Pak Mukhlis-pelatih sepak bola-menghampiri Danil dan duduk di sampingnya. Pak Mukhlis membawa dua botol air mineral, salah satunya diberikan pada Danil.
"Makasih, Pak," kata Danil sopan sembari menyambut botol itu.
Pak Mukhlis mengangguk sembari membuka botol di tangannya. Guru muda berkumis tipis itu meneguk airnya beberapa kali. Ditatapnya Danil yang masih tampak malas-malasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Fiksi Remaja(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...
13 || Trauma
Mulai dari awal
