Asyam Dan Satu Rupiah

26 3 0
                                    

Alhamdulillaah, pagi menjelang dengan wajahnya yang menawan hati. Senyum cerah mentari, membuat Asyam tertegun tertawan. Maha Besar Allaah, atas segala ciptaan-Nya.

"Le, lha terus sing arep golek sak rupiah kuwi nang endi?" Lha terus yang mau mencari satu rupiah itu di mana? Bapak menyeruput teh panasnya dan kemudian menikmati jajan pasar yang tersaji di meja.

Tadi, pagi-pagi sekali, Asyam berbelanja di pasar. Itu, biasa dilakukannya, setiap kali di rumah Bapak. Asyam membelanjakan semua kebutuhan Bapak. Termasuk, jajan pasar kesukaannya. Ada apem, jadah tempe, gendar dan cenil. Asyam juga suka semua jajan pasar itu. Apalagi kalau dipadukan dengan teh nasgitel (panas, legit dan kentel). Wah, luar biasa nikmatnya.

"Inggih, Pak. Nanti saya cari di Pasar Bering Harjo sana. Semoga ada. Biasanya sih ada, Pak. Kalo ndak ya, nanti nyari di Bank Indonesia." Jawabnya santun, sembari menuangkan lagi teh untuk Bapak. "Tambah gula ndak, Pak?"

Bapak menggeleng.

"Wis legi. O lha harus ke Jogja berarti?" Sudah manis, kata Bapak sembari tersenyum. Senyum bahagia. Asyam membalasnya dengan senyum paling manis di dunia. Hatinya berdesir-desir. Sebentar lagi, ia tidak sendiri lagi. Ia, akan mengajak Hanum untuk bersama-sama birul walidain. Berbakti kepada Bapak dengan sepenuh cinta.

"Nggih, Pak. Ndak apa-apa. Naik motor, ndak sampe dua jam," Asyam menimpali.

Bapak mengangguk-angguk. Lalu tertawa, sedikit. Membuat Asyam ikut tertawa. Lalu bertanya, "Kenapa, pak?"

"Lha, Si Gendhuk kuwi lucu. Mosok maskawin kok sak rupiah? Haha. Jan, lagi ngerti iki, Le," masa mahar kok satu rupiah. Baru tahu ini, Le. Spontan mereka tertawa. Tawa bahagia.

Satu Rupiah.

Asyam menghela napas panjang. Di-azzam-kannya, itu akan menjadi pengikat cintanya bersama Hanum. Dunia dan akhirat. Semoga Rabb ridha. Aamiin.

"Lha kalo itu sih mudah Pak. Bisa dicari. Lha tapi, tiga Surah yang harus saya hapalkan? Hehe. Itu harus saya baca waktu ngantenan lho, Pak." Asyam menyisir jenggot dengan jari-jarinya. Dahinya tampak berkerenyit.

"Oalah, iyo yo, Le? Ya, makanya yang rajin ngajinya. Diapalke sing tenan," Bapak berpesan, dan Asyam mengangguk mantap. Bismillaah.

Matahari semakin tinggi. Kabut tipis yang tadi menyelimuti perkampungan, kini telah menghilang. Kembali bersemayam.

With Love (Serial: Jannah Family)Where stories live. Discover now