I'm doing this for me.

Start from the beginning
                                    

"Itu bibirnya maju berapa senti sayang?" goda Kai masih dengan senyum terkulum.

"Bodo amat."

"Bilang sekali lagi."

"Bodo amat."

"Bukan yang itu, anak tuyul."

Menyadari arah pembicaraan mereka, Indi langsung salah tingkah, "Apaan sih? Nggak lucu."

"Cepat."

"Nggak mau."

"Mau aja."

"Nggak!"

"Mau!"

"Nggak jelas deh kamu, Kai."

"Dasar gengsian," Kai mengutuk sebal, tapi lalu tersenyum lagi, "I love you too."

"Ah tai," Arun yang baru masuk ke dalam kamar langsung mengumpat karena tak sengaja mendengar ungkapan isi hati Kai, "Kalau mau sayang-sayangan pakai headset dong, Ndi. Kan jadi najis kalau nggak sengaja ikut denger begini."

Kai tertawa di seberang sana, "Anggap aja belajar, Run, sebentar lagi punya cowok kan?"

"Cowok apaan?" Arun mendekati ponsel Indi untuk melihat tampang Kai, "Wait, itu kenapa deh leher kamu ada cupangnya? Kalau aku nggak salah ingat, udah dua minggu kan sejak kamu dan Indi nggak kencan? Masa iya bekas kencan tiga minggu lalu masih kelihatan?"

"Cupang?" Kai mengamati lehernya sebelum berkata, "Ini sih digigit serangga. Lagipula, mana mau Indi ngasih cupang di tempat terbuka begini. Di tempat tersembunyi dong. Ya kan, Ndi?"

"Kai!!" Indi langsung menjerit karena malu.

"Memangnya kamu kalau bikin cupang di mana?" Arun menoleh pada Indi karena penasaran.

"Aku nggak pernah kayak gitu," sanggah Indi malu, "Kai cuma sembarangan bicara."

Kai terkekeh geli di seberang sana, "Kenapa tanya-tanya? Mau bikin juga?"

"Najis," bantah Arun sambil meleletkan lidah, kemudian berlari ke arah ranjangnya sendiri, karena tak mau mengganggu pasangan itu lebih lama lagi.

"Malam jumat nanti kita kabur aja, Ndi, biarin itu anak monyet diajarin bikin cupang sama pacarnya."

"Teruuuuuus," sindir Indi, "Kalau bahas kayak gituan aja, senang banget kamu kayaknya."

Kai tak jadi menyahuti sindiran itu karena namanya diteriakkan oleh teman kosnya. Pemuda itu kemudian berpamitan untuk mengakhiri panggilan mereka, dengan Indi yang mengangguk, karena ia juga sudah mengantuk. Begitu panggilan itu terputus, Indi langsung merebahkan tubuh, namun tak jadi menutup mata karena Arun memanggil namanya, "Apa?"

"Serius bukan kamu yang bikin?"

"Bikin apa deh?"

"Itu," tangan Arun bergerak tak nyaman, "Cupang di leher Kai."

Indi mengerjap karena tak percaya kalau Arun masih memikirkan hal itu, lalu mulai tertawa dengan geli, "Kan Kai udah bilang, itu bekas digigit serangga. Kulit Kai memang agak sensitif dan mudah berbekas kalau tergores ataupun digigit serangga."

"Lagipula," Indi lebih dulu menguap sebelum melanjutkan, "Nggak mungkinlah aku ngasih Kai bekas begituan. Kita berdua kan udah komitmen untuk pacaran sehat."

"O..oohh, gitu ya," desah Arun.

"Hm," gumam Indi sambil mematikan lampu, "Good night, Run."

Lama Arun menatap langit-langit kamarnya yang gelap sebelum akhirnya membalas dengan lirih, "Night nite, Ndi."

**

Radeva sudah berusaha untuk bersikap normal, tapi pandangan Arun yang sejak tadi hanya tertuju padanya, tak urung membuat si pemuda salah tingkah. Sadar ia akan berakhir merah padam kalau keadaan ini terus berlanjut, Radeva memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?"

"Aku sedang mikir."

"Tentang?"

"Perbedaan bekas cupang dan gigitan serangga."

Kalau Radeva sedang menenggak minuman, pastilah ia sudah menyembur Arun yang masih betah dengan pose seriusnya. Sejenak dipindainya gadis itu dengan pandangan tajam, lalu sebelum bisa menahan dirinya sendiri, Radeva sudah menggeram, "Siapa yang ngasih kamu cupang?"

"Siapa bilang aku punya cupang?"

Kepalan tangan Radeva mengerat ketika menyahuti, "Jangan berbelit-belit. Kita sedang membicarakan siapa sebenarnya?"

"Kai."

Kening Radeva langsung mengerut, "Pacarnya Indi?"

"Hm."

"Kenapa dia?"

"Aku yakin banget kalau ada bekas cupang di lehernya, tapi Kai ngotot kalau itu bekas digigit serangga dan Indi membelanya."

Radeva langsung mendengus, "Apa yang kamu harapkan? Indi mengaku kalau dia yang meninggalkan bekas semacam itu? Bahkan walaupun hubungan kamu dan Indi terhitung dekat, bukan berarti dia akan memberitahu apa saja yang dilakukannya dengan pacarnya kan? Belum pernah dengar yang namanya privasi ya?"

Arun jadi mengerjap karena informasi itu, "Jadi menurut kamu, Indi yang ngasih bekas cupang itu?"

"Memangnya siapa lagi?" Radeva bertanya seakan hal itu sudah jelas, "Nggak mungkin kamu kan?"

"Kenapa jadi bawa-bawa namaku sih?"

"Karena aku ada di sini, duduk di depan kamu, tapi kamu malah bahas cowok lain," Radeva menggerutu, "Nggak peka juga harus ada batasnya, Aruna."

Arun memutar bola mata lalu meraih ranselnya, "Udah ah, aku mau kelas."

"Menghindar lagi?"

Langkah Arun terhenti karena sindiran itu. Dipejamkannya mata sejenak, seakan berusaha mengumpulkan kekuatan, sebelum menatap Radeva tepat di mata, "Yang namanya karma itu beneran ada loh, Dev. Aku serius. Aku udah kasih kamu kesempatan untuk berhenti, demi aku, demi diri kamu sendiri, dan demi kita. Coba pertimbangkan itu."

Kemudian gadis itu berlalu, meninggalkan Radeva menganga tanpa kata. Apa sih maksud gadis tomboy itu?! Radeva sungguh tak mengerti.

**

Jess note :

Kalau masih ngga ke-posting juga, saya ngga ngerti lagi deh 😭😭

JEDA - Slow UpdateWhere stories live. Discover now