14. Kerja Kelompok

112 5 2
                                    

Zahra POV

Happy reading :)

Setelah melewati berbagai kesalahpahaman dengan Amel, akhirnya kami kembali berangkat kuliah bersama. Di kelas dosen memberi tugas kelompok. Tugas kelompok kali ini berbeda dari biasanya, sebab Amel tidak satu kelompok denganku. Aku satu kelompok dengan lima orang teman lainnya. Sepulang kuliah, kami sepakat mengerjakan tugas ke tempat Pratiwi. Itu berarti kami harus ke kontrakannya menggunakan angkot. Sebelum ke sana, kami membawa makanan untuk makan siang.

Kami turun dari angkot di depan gang, berjalan sekitar 20 meter menuju kontrakan Pratiwi. Awalnya kami makan, ini sudah waktunya makan siang. Selesai makan kami memainkan handphone masing-masing, lalu Agustina menganjurkan agar menonton film horor terbaru di laptop-nya. Tentu saja aku keberatan dengan ide ini, kami kesini untuk belajar bukan menonton film. Suaraku tak di dengar, satu banding lima orang wajar bila mereka mengabaikanku.

Rasanya aku kesal pada mereka. Aku diam melihat kegembiraan mereka yang semangat hendak menonton. Laptop di hidupkan, mereka merapat dan Pratiwi mengambil loudspeakernya serta mematikan lampu dengan alasan 'biar seru.'

Begitu lampu mati perasaanku langsung tak enak, jantungku dag dig dug berdebar tak menentu. Aku mulai gelisah sedang mereka sibuk menonton. Aku makin gelisah kala mendengar musik penghantar filmnya horor sekali, lingsir wengi membuat tubuhku merinding. Apalagi aku sendiri dibelakang mereka.

Lima menit berlalu tamu tak diundang datang, jumlah kami menjadi tujuh di ruangan sebesar 3 x 3 meter ini serasa membakar tubuhku, panas, sesak, takut dan ngeri yang kurasakan. Mereka asyik menonton tanpa mengetahui apa yang ku lihat. Kian lama tamu berdatangan memenuhi ruangan, aku tak tahu entah berapa jumlahnya kini. Ada yang melayang, duduk, berdiri, ada yang putih, hitam, merah, kuning dan ungu. Ada yang ngeri sampai paling ngeri semua lengkap disini.

Aku ingin segera menghidupkan lampu dan mengganti tontonan mereka. Mereka tidak sadar sedang ditonton, diejek dan dipelototi oleh 'mereka.' Beberapa dari 'mereka' fokus pada film, beberapa fokus pada teman-temanku dan terakhir fokus padaku. Mereka tahu aku melihat mereka, sampai banyak yang usil padaku. Ada yang melototi aku, ini benar-benar horor sekali.

Tanpa sadar aku berkata "teman-teman, ayo kita mulai belajar setelah itu kita menonton. Aku takut hari berganti malam sedangkan tugas kita belum selesai."

"Tidak apa, nanti setelah nonton kita kerjakan sama-sama."

"Aku hidupkan lampu ya."

"Jangan, tidak seru!"

Benar, memang seru dimatikan lampu. Sangat seru! Satire pada mereka. Andai kalian bisa melihat, ku jamin keseruan itu akan hilang. Kalian tak tahu betapa serunya 'mereka' menonton kita. Kalian tak akan berani menonton film horor lagi bila mengetahuinya, sebab horor di film tak ada apa-apanya dibanding horor di ruangan ini. Gerutuku dalam hati.

Tak tahan melihat kedatangan mereka, aku bangkit menghidupkan lampu. Ruangan kembali terang, sebagian dari tamu tak diundang menghilang ketika lampu dihidupkan. Teman-temanku tidak setuju aku hidupkan lampu. Mereka protes terhadap tindakanku tersebut.

Tuk

"Kenapa?" Tanya mereka serentak.

"Aku ingin belajar! Kita kesini hendak mengerjakan tugas kelompok, BUKAN MENONTON!"

"Cih, inikan hiburan agar saat kita belajar otak jadi tenang." Sanggah Junita.

"Iya, tidak sabar sekali harusnya kamu ikut menonton bersama kami daripada memikirkan pelajaran terus. Kita itu butuh hiburan, jangan belajar terus. Lagipula ini kerja kelompok pasti selesai kita kerjakan." Kata Ratna.

"Terserah!" Jawabku kesal.

Aku kesal dan geram pada mereka, ku putuskan keluar dari kamar Pratiwi. Aku berjalan ke arah depan dan ku lihat wanita itu menatapku dari balik pintu sesekali ia terkikik.

Ho...astaga. Gumamku. Ku lanjutkan berjalan, aku duduk di teras kontarakan Pratiwi. Ku pandangi setiap orang yang berlalu lalang. Kerap kali orang yang lewat tersenyum padaku padahal aku tak mengenal mereka. Kembali ku balas senyuman itu sambil terpikir seseorang yaitu 'Amel.' Dia satu-satunya orang paling ramah yang ku kenal.

Saat aku memainkan ponsel, Pratiwi datang memanggilku. Dia mengajakku kembali ke kamar melanjutkan tugas kelompok. Wajah mereka masam melihatku. Aku mulai membuka buku, laptop dan mengajak mereka berdiskusi. Sayang, mereka tak semangat mendengar penjelasanku. Aku ulangi menjelaskan serta mengajak mereka berdiskusi 'apa yang sebaiknya dilakukan agar tugas kami mendapat nilai sempurna.' Tetap mereka tak bergeming.

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Tugas kami belum apa-apa bahkan sebaris kalimat pun tak ada. Tak henti-henti ku ajak mereka, ada saja alasan yang digunakan, lapar, capai, malas, sudah malam banyak sekali alasan mereka. Mereka bilang "istirahat dulu," sampai kapan istirahat sedangkan kami hanya memiliki waktu dua hari untuk mengerjakan tugas. Kubilang pada mereka "lalu kapan lagi dikerjakan kalau terus istirahat?" mereka tak menjawab aku mulai sedih rasanya air mata ini ingin jatuh melihat sikap egois mereka padaku.

"Sudahlah teman-teman besok kita kerjakan lagi. Hari ini cukup disini." Kata Pratiwi.

"Cukup disini? Kita belum mengerjakan apapun!"

"Lalu bagaimana lagi Zahra? Ini sudah malam, kamu ingin memaksakan diri tanpa memikirkan orang lain. Kamu jangan egois!"

"Astaga...bukankah kalian menghabiskan waktu menonton film? Andai kita kerjakan dari siang, sudah pasti saat ini 70% selesai. Kalian anggap aku egois, seharusnya kalian berpikir siapa yang egois?"

"Sudahlah, apakah hal ini harus diperpanjang? Besok masih ada waktu kita kerjakan bersama. Kata Pratiwi"

"Besok? Aku tak bisa, sudah ada janji dengan pacarku." Kata Agustina.

"Sama, aku juga benar-benar tak bisa. Besok jadwal kerjaku part time, jadi aku minta maaf pada kalian." Jelas Poppy.

"Aku juga tak bisa. Aku mengajar les dari siang sampai malam hari." Timpal Junita.

"Maaf, aku juga tak bisa karena besok hendak menjenguk nenek di rumah sakit." Kata Ratna.

"Sejujurnya aku pun tak bisa karena besok harus hadir di acara Wisuda abangku. Ini sangat penting bagiku. Mungkin kalau ikut mengerjakan tugas, pasti aku datang terlambat. Zahra, apa kamu bisa? Tanya Pratiwi"

"Tentu saja aku bisa, kalian semua sibuk!"

Aku malas berdebat dengan mereka. Aku bergegas membereskan barang-barang dan langsung pulang meninggalkan mereka. Aku tahu mereka terkejut melihat sikapku. Aku tak mau naik angkot, sebab menunggu angkot membutuhkan waktu lama hingga angkot datang. Dalam angkot ramai aku tak mau saat sedih ada orang yang melihat. Terlebih aku tak ingin melihat mereka saat menunggu angkot.

Sampai di depan gang langsung ku panggil taksi yang melintas. Aku menangis di dalam taksi. Kesal, sedih, kecewa kurasakan kini. Mereka sungguh keterlaluan! Pada akhirnya tugas ini dibebankan padaku seorang. Mereka bilang aku egois, padahal mereka yang egois. Gerutuku dalam hati.

Sesekali ku lihat Pak supir menatapku dari kaca, namun ia enggan bertanya. Syukurlah ia tak bertanya apapun batinku. Sampai di kos aku turun dan membayar sesuai tarif. Tak ku sangka beliau berkata "jangan sedih, apapun masalah bersabarlah dan dekatlah pada Yang Kuasa." Beliau katakan itu padaku dari pintu mobil dan ku jawab "iya, Pak. Terima kasih." Aku senang ternyata beliau orang baik. Aku mulai tersenyum benar kata beliau, jangan sedih!

Ku lanjut melangkah mencoba terlihat baik-baik saja. Di kos ku dapati kamar kosong "Amel belum pulang" gumamku. Aku mulai berpikir tentang tugas kelompok. Ku buka tas kembali mengerjakan tugas yang belum selesai. Aku asyik mengerjakan tugas sampai tak tahu kedatangan Amel.

Tak terasa hari telah berganti ayam mulai berkokok. Para burung bernyanyi dengan merdu. Tugasku hampir selesai. Baru ku sadari aku belum makan malam, belum mandi dan belum istirahat sejak semalam. Ku lihat waktu menunjukkan pukul tengah enam pagi. Aku harus tidur walau sejenak batinku.


Credit Picture : https://kerjabenar5.wordpress.com/


Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Jun 23, 2019 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

ANAK ANGKAT GAIBWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu