19. Lamaran(?)

10.7K 360 6
                                    

Gue menatap nanar pada pemandangan di depan mata gue. Oh, shit! Not this again. Ya, gue sedang berada di taman masa lalu gue. Gue merekomendasiin taman ini ke Kak Andre untuk menjadi tempat ia melamar Aira.

Taman ini udah banyak berubah. Ukurannya menjadi lebih besar dan aneka jenis permainan anak, sudah dirubah--diletakkan menjadi di ujung taman. Sisanya, hanya dirumbuhi rerumputan, pepohonan dan bangku-bangku taman. Viewnya menjadi lebih bagus.

Sedikit banyak, taman ini mengingatkan gue kembali akan dia--cinta pertama gue. Gue selalu berharap, someday gue bakal ketemu dia lagi. Tapi harapan tinggal harapan. Sampe saat ini pun gue gak pernah ketemu dia. Oke, gue rasa itupun agak tidak mungkin. Karena, gue sama sekali gak tau namanya dan gimana wajahnya sekarang. Lebih ganteng kah?

Gue berpikir, kenapa dulu gue gak ngajak kenalan langsung? Kenapa dulu gue gak langsung nanya rumahnya dimana? Kenapa dulu gue gak langsung nyamperin dia dan ngajak main bareng? Kenapa dulu gue hanya bisa jadi--kayak--orang penguntitnya dia doang? Masih banyak pertanyaan 'kenapa dulu gue' yang muncul diotak gue.

Percuma. Sekarang, gue cuma bisa menyesal.

"Key," panggil seseorang sambil menyenggol lengan gue.

"Hm," jawab gue dengan gumaman. Gue sangat menikmati suasana taman ini. Sambil mengingat bagaimana dulu 'dia'.

"Lo kenapa? Lagi ada masalah?" Tanya kak Andre, yang sekarang udah duduk disamping gue.

"Gak kok."

"Muka lo lesu banget sumpah. Kenapa sih? Cerita dong sama gue."

"Udah kelar nyiapin semuanya?" Tanya gue mengalihkan pembicaraan.

Kak Andre mendecak. "Gak usah ngalihin topik deh. Lo kenapa?" Gue menggeleng lagi. "Oke, terserah, kalo lo emang gak mau cerita sama gue. Tapi gue punya pertanyaan buat lo," lanjutnya.

"Apa?"

"Lo tau tempat ini dari mana?"

Gue menghela nafas panjang dan menatap kak Andre sendu. "Dulu gue tinggal disini, Kak."

Gue bisa liat tubuh kak Andre menegang. Kenapa? Apa ada yang salah sama omongan gue?

"L-lo.. serius?"

Gue mengangguk mantap. "Kenapa sih emangnya?"

"Gak pa-pa kok. Kapan lo pernah tinggal disini?"

"Dulu waktu kecil. Tapi setelah gue lulus SD, gue pindah ke Jakarta."

"Kenapa lo pindah? Bukannya disini enak?"

Gue tersenyum simpul. "Terlalu banyak kenangan," gumam gue pelan.

"Terlalu banyak kenangan? Maksud lo apa?" Tanya kak Andre dengan nada menyelidik.

Gue menghembuskan nafas kasar. "Kalo gue cerita, lo harus janji untuk gak ngetawain gue, gimana?" Kak Andre mengangguk. "Gue pindah karena orang tua gue khawatir sama keadaan gue," jelas gue.

"Emang kenapa keadaan lo dulu?"

Gue mengusap wajah gue perlahan. "Keadaan gue... mengenaskan. Gak deng, bercanda. Wakaka," kekeh gue.

Kesal, gue dihadiahi jitakan dari kak Andre. "Lo tuh, emang gak pernah bisa serius ya, heran gue," dengusnya.

Gue meringis. "Oke, sekarang serius. Jadi dulu, gue tinggal disini bareng Deana. Tapi setelah itu, dia pergi ninggalin gue, like him too."

"Deana? Dia kemana? Dan siapa yang lo maksud dengan 'dia'?"

Gue mendengus. "Lo bisa gak, gak usah nanya sebelum gue persilahkan untuk sesi tanya-jawab?" Sungut gue sebal.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang