[BONUS 2]

651 63 35
                                    

[EDISI HARI JUM'AT]

Waktu SD aku dikenal sebagai anak yang pendiam dan gak banyak bicara. Guru-guru sering ngomong ke orang tuaku kalau aku selalu menyendiri kemana-mana, jarang banget bareng sama teman-teman. Tiap hari suka melamun dan bermain sendiri. Yah, ane kaget karena dipandang orang lain kek gitu. Apa segitu buruknya? Agak lupa sih dulu kepribadian ane kayak gimana.

Bukannya gak mau berteman, teman-teman di SD penuh dengan geng-geng gak jelas. Obrolan mereka juga sering membahas lawan jenis. Gak menarik dan gak nyambung sama omonganku. Lagian, orang yang mau bergaul sama mereka bakal dijadiin budak. Ku tak sudi jadi budak mereka. Kadang ane mikir teman-teman SD rada-rada lucknut.

Cerita ini bermulai ketika aku berada di kelas 3 SD.

Jadi waktu itu aku agak telat datang ke sekolah karena seragam belom di setrika. Tempat dudukku di pojok dekat tembok dan sebangku dengan temanku yang periang. Dia gak masuk geng-geng aneh itu, dia suka temenan sama cowok. Aku pengen temanan sama dia, tapi aku yang masih SD ini gak tahu cara memulai obrolan. Alhasil gak ada pembicaraan.

Tak lama guru pun datang, aku gak bisa fokus dan sering melamun. Aku pengen pulang dan main sama tetanggaku di sawah. Temanku cuman ada satu, dia cowok kelas 2 SD dan bersekolah di tempat yang berbeda denganku. Setiap pulang sekolah kami ke sawah cuman buat mancing ikan dan nangkap kepiting. Hasil tangkapan kami di pelihara sampai mati terus cari lagi sampai berulang-ulang.

Guru keluar kelas dan memberikan kami tugas. Ah, aku males ngerjain ginian. Yah, waktu SD aku memang tidak suka belajar. Teman-teman yang lain langsung bersorak dan bermain kesana kemari. Gak ada yang bersemangat ngerjain tugas.

Tiba-tiba terdengar suara aneh, aku tahu itu bukan suara anak-anak. Aku menoleh kesana-kemari mencari sumber suara. Refleks aku menoleh ke atas langit-langit kelas saat melihat sesuatu yang ganjal. Rupanya sumbernya disana. Disana penuh dengan bayangan putih yang terbang kesana-kemari. Gak beraturan bentuknya, cuman bayangan putih doang kayak asap tapi bergerak dengan alunan yang berbeda-beda. Kayak arwah. Ada sesuatu yang membuatku tertarik, ada seperti selendang putih terbang.

Jangan kira aku bakal teriak dan heboh. Aku cuman diam dan melongo. Aku sering lihat tapi gak tahu itu apaan. Dalam pikiranku, aku pikir semua orang bisa lihat. Jadi aku rasa itu normal. Teman sebangku melirikku bingung karena aku menatap langit-langit kelas terus.

"Kenapa?" Dia bertanya padaku. Aku nunjuk langit-langit kelas.

"Hmm..." Aku terdiam sejenak. Teman sebangkuku memulai obrolan denganku, sungguh aku senang. Aku memikirkan kata-kata yang tepat untuk dibicarakan. Setidaknya aku harap obrolan kami akan berjalan lebih lama. "Itu apaan sih?" itulah yang kukatakan setelah berpikir keras.

"Yang mana? Cicak?" Dia kebingungan dengan pertanyaanku.

"Bu-bukan, itu yang terbang kesana-kemari."

"Hah? Apa maksudmu?"

Dia menunjukkan raut yang aneh lalu memalingkan wajahnya. Sepertinya aku dianggap sebagai anak yang aneh. Bukankah sesuatu yang di langit-langit kelas itu adalah normal untuk dilihat. Aku memperhatikan teman-teman sekelasku, tidak ada yang peduli dengan penampakkan itu. Seharusnya aku gak bilang dan diam saja. Sepertinya aku gagal mendapatkan teman. Aku bersandar di tembok dan kembali menatap ke atas sana, melamun lebih baik.

***

Malam harinya sekitar pukul delapanan. Aku minta izin sama orang tua ke rumah tetangga. Jadi sore tadi aku dapat teman baru cewek, dia lebih tua dua tahun dariku dan dia ternyata sepupuku. Dia ngajak main di rumahnya. Cukup lima menit untuk berjalan kaki ke rumahnya.

"Boleh ya ma?"

"Emang berani malam-malam gini?"

Aku terdiam sejenak. Ya, aku memang gak pernah keluar malam sendirian. Tapi mengingat rumahnya yang cukup dekat, aku ingin memberanikan diri. Aku mengangguk mengiyakan.

"Ya udah, hati-hati. Pulangnya jangan kemaleman."

Aku tersenyum, dan segera membuka pagar rumah, di jalan sepi parah. Sungguh, aku takut banget. Aku kira tidak menakutkan seperti ini. Memang banyak rumah, gak ada lahan kosong. Tapi karena gak kelihatan manusia dimana-mana jadi nampak menakutkan.

Aku mulai melangkahkan kaki pelan, namun baru beberapa langkah aku merasa ada yang mengikuti. Aku menoleh ke belakang dengan cepat, kosong jalan itu sepi sampai ujung sana. Aku kembali melangkah, tapi aku merasa ada seseorang di belakangku. Aku kembali menoleh ke belakang, tapi tetap gak ada siapa-siapa.

Aku berjalan lagi, membiarkan sesuatu itu mengikuti. Aku menelan ludah takut, bayangan lampu cuman ada aku tapi aku merasa ada yang mengikuti terus. Aku pun langsung berlari secepat mungkin tanpa memperdulikan siapa yang mengikuti.

***

Jam sudah menunjukkan setengah sepuluh, aku pamit pulang dengan sepupuku. Namun, lagi-lagi rasa takut kembali menghampiri. Jika berlama-lama di rumah sepupu bukankah akan lebih menakutkan jika pulang lebih malam.

Jalanan kembali sepi seolah membuat suasana semakin mencekam. Aku berjalan tergesa-gesa takut jika ada yang mengikuti lagi. Namun di tengah perjalanan aku melihat gumpalan seperti awan di atas langit. Aneh, ini sudah malam, namun ada satu awan disana. Aku kaget gumpalan seperti awan itu terbang dan mengarah ke arahku.

Aku kalut dan berlari cepat. Gumpalan awan putih itu masih terus mengejarku. Aku gak tahu itu apa, tapi aku merasa jika berdiam diri akan lebih membahayakan.

Aku sampai ke rumah dengan nafas terengah-engah. Gumpulan awan itu tidak terlihat lagi, aku selamat.

"Loh, kenapa lari-lari?"

"Anu...mmm...nggak apa-apa." Yah, lagi-lagi aku tidak ingin menceritakannya. Setidaknya, hal ini mengajarkanku untuk tidak keluar malam lagi sendirian.

TBC

Terserah sih kalian mau percaya atau enggak. Ini pengalaman aku sendiri. Jadi ya emang nyata.
Adakah yang tahu itu apaan?
Sampai sekarang ane gak tahu itu apaan :v

IPA 1Where stories live. Discover now