08

400 91 37
                                    

7 Desember 2018, 20.48

Midam menatap datar pada pemuda yang kini duduk menggigil di sofanya. Sebuah handuk coklat melingkupi tubuh pemuda itu, membuatnya tampak seperti anak kecil saat tiba-tiba bersin.

Pemuda itu meletakkan gelas berisi teh hangatnya, pemberian Midam. Kemudian mendongak, balas menatap Midam yang masih bertahan dengan tatapan datarnya.

"Ngapain lo masih di sekolah malem-malem gini?" tanya pemuda itu membuat Midam agak terkejut. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya kembali memasang raut datarnya.

"Kamu kenal saya?" balas Midam bertanya pada pemuda yang tidak dikenalnya itu. Pemuda itu mengernyitkan kening.

"Ya kenal, lah. Kita udah ketemu dua kali, loh," ucapnya membuat Midam mengulum bibir. Tatapannya turun pada sepasang sepatunya. Terdiam seketika.

"Lo... nggak inget gue?" tanya pemuda itu pelan. Midam tak bergerak, masih sibuk menatapi lantai di bawahnya. Membuat pemuda itu gemas lama-lama.

"Gue kenal lo. Lo Lee Midam, cowok yang coba-coba bunuh diri di belakang sekolah, trus ketemu lagi sama gue waktu gue geret ke luar sekolah," ujarnya membuat Midam mengangkat kepala. Mendengar kata 'bunuh diri' membuat Midam ingat pada pemuda yang kemarin menyeretnya saat akan cutting.

"Kamu cowok yang kemarin?" Tak urung Midam bertanya juga. Meskipun masih ragu karena sulit mengingat wajah pemuda yang kemarin menyeretnya ke luar sekolah.

"Ya iya. Kalo nggak ya gue ga bakal ngomong gitu," jawab pemuda itu lalu mendengus kesal. Pemuda berwajah kucing itu kenapa agak menyebalkan?

Hening kemudian. Bulu kuduk pemuda bersurai coklat itu agak berdiri karena dingin. Namun tak urung merasa seram juga dengan keadaan sekolah yang sangat sepi di malam hari. Heran, kenapa Midam berani sendirian di sekolah malam-malam begini?

"Lo kenapa masih di sekolah, deh?" Pemuda itu mengulangi lagi pertanyaannya, berusaha mengusir sepi.

Midam mendongak, menatap pemuda itu sebelum menjawab, "Saya masih merapikan berkas untuk ulang tahun sekolah minggu depan."

Pemuda itu mengernyitkan kening.

"Lo OSIS?" Midam menjawab dengan anggukan.

"Jabatan?"

"Ketua umum."

"BUSET!" pekik pemuda itu kaget mendengar jawaban dari pemuda kucing itu.

"Lo... LO KETUA OSIS?!" pekiknya lagi membuat Midam memejamkan mata merasakan telinganya sakit. Setelah rasa sakit di telinganya mereda, Midam membuka matanya.

"Katanya kamu kenal saya?"

Pemuda itu menggeleng lalu menatap Midam tak percaya.

"Kenal, sih. Tapi gue ga tau kalo lo ketua OSIS," ucap pemuda itu lalu menggaruk tengkuknya.

"Eh tapi kalo lo ketua OSIS harusnya kenal gue, dong?" Midam menatap pemuda di depannya itu asing.

"Memangnya kamu siapa sampai saya harusnya kenal kamu?"

Seobin mengulum bibir, menahan hasrat ingin menabok pemuda manis di depannya itu.

"Beneran lo nggak kenal gue?" tanya pemuda itu memastikan, yang hanya dijawab anggukan oleh Midam.

"Padahal harusnya OSIS tuh kenal banget sama gue. Secara gue tuh emang sebegitu terkenalnya. Apalagi si Dongpyo noh, mesti kenal banget sama—"

"Bisa langsung ke intinya?"

Pemuda itu mencibir pelan, kesal pada Midam yang seenaknya memotong omongannya. Mata melirik kesal ke arah Midam yang hanya dibalas tatapan datar oleh pemuda manis itu. Ah, ia jadi menyesal pernah bilang bahwa Midam itu manis.

Suatu Hari di Bulan Desember [Yoon Seobin X Lee Midam]Where stories live. Discover now