06

469 90 46
                                    

6 Desember 2018, 21.15

"Apa kamu bilang?"

Midam tersenyum tipis, tampak sedikit gentar. Namun tekadnya sudah bulat. Ia harus bisa mendapat izin kali ini.

"Midam mau ikut olimpiade, Ma. Boleh, kan?" ucapnya sekali lagi malam itu. Sementara wanita yang tengah duduk itu kini mulai bangkit dari duduk nyamannya di sofa ruang tamu.

"Kamu pikir saya mengizinkan kamu tinggal dengan saya itu untuk apa? Untuk mencari uang, Lee Midam! Bukan olimpiade atau apalah itu! Tugas kamu hanya mencari uang dan menyerahkannya pada saya. Hanya itu! Kamu saya izinkan sekolah itu agar ketika kamu lulus nanti kamu bisa mendapat uang lebih banyak!"

Midam memejamkan matanya erat mendengar bentakan wanita itu. Diam-diam Midam menggigit bibir. Berusaha menguatkan dirinya.

"T—tapi kesempatannya cuma sekali ini, Ma... Kalau Midam menang, Midam bisa—"

"Bisa apa?!" potong wanita itu keras membuat Midam semakin menunduk.

"Kemenangan kamu itu tidak membuat kamu kaya!" sambung wanita itu. Midam menggigit bibirnya semakin keras.

"Jangan menangis! Kamu laki-laki!"

Midam menenangkan tubuhnya yang kini mulai bergetar. Justru ia ingin menangis. Namun percuma, air matanya sama sekali tidak keluar.

"Aish! Kamu dan lelaki brengsek itu memang sama saja! Bisanya mengacau hidup saya! Kalau saja kamu tidak memberi saya uang, sudah saya usir kamu dari dulu." Dan wanita itu keluar rumah begitu saja, meninggalkan Midam yang kini hanya bisa berkaca-kaca sambil menatap kepergian wanita itu dengan tatapan sedihnya.

Yang dia inginkan hanyalah kasih sayang Mamanya, itu saja.

Apakah semuanya sesulit itu?

***

7 Desember 2018, 12.00

"Kak Midam, ayolah... Aku traktir kok, Kak..."

Entah sudah bujukan yang keberapa dilontarkan oleh Cha Junho pada Lee Midam yang masih saja terfokus pada laptop dan berkas-berkasnya. Keberadaan Junho di sana pun seakan antara ada dan tiada. Sedari tadi Junho mengoceh, namun tak dibalas Midam sama sekali.

"Kak..."

"Cha Junho."

Junho menyunggingkan senyum lebar saat akhirnya Midam menatapnya. Bukan jenis tatapan ramah, lebih menjurus ke tatapan tajam, sebenarnya. Namun Junho tak acuh pada tatapan itu. Baginya, ditatap oleh Midam sudah merupakan anugerah dari Tuhan.

"Pintu keluar di sebelah sana," lanjut Midam lalu kembai fokus pada laptopnya.

Junho jadi mencebikkan bibir.

"Kak Midam...."

"Mending lo keluar aja daripada kayak gitu. Percuma, Midam ga bakalan mau lo ajak makan," ucap Jinhyuk yang baru saja memasuki ruang ketua OSIS. Sementara Wooseok yang ada di belakangnya segera menyusul dan mendorong tubuh Jinhyuk menjauh.

"Usaha terus aja, Ho. Midam ga sejahat itu kok buat ngacangin orang semanis lo," ucap Wooseok yang kemudian diketeki oleh Jinhyuk.

"Nggak. Midam nggak bakalan notis elo. Jadi mending lo balik aja ke kelas. Gue denger habis ini kelas lo ulangannya Bu Cheetah, kan?" ujar Jinhyuk masih sibuk dengan kegiatannya memiting kepala Wooseok.

"Gue udah belajar kok, Kak—"

"Ya belajar lagi! Biar makin hapal materinya jadi ngerjainnya gampang. Udah sana, hus hus," potong Jinhyuk kemudian mengibaskan satu tangannya yang bebas. Junho yang melihatnya kemudian menghela napas kecewa dan melihat Midam sekali lagi, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang ketua OSIS.

Suatu Hari di Bulan Desember [Yoon Seobin X Lee Midam]Where stories live. Discover now