02

521 102 63
                                    

4 Desember 2018, 10.00

"YOON SEOBIN!"

Pemuda itu semakin memacu langkahnya. Berusaha secepat mungkin mencapai tembok tinggi di belakang sekolahnya. Setidaknya itulah satu-satunya jalan agar ia bisa terhindar dari gerombolan geng jalanan yang tidak sengaja ia ganggu tadi.

Sungguh, Seobin tidak sengaja saat memarkir motor di tempat nongkrongnya, motornya malah menggores motor salah satu anggota geng itu. Dia tidak ada niat apapun. Jika saja pagi ini dia sudah sarapan, dia pasti meladeni undangan gelut dari mereka. Berhubung dia belum makan apapun sejak kemarin siang, Seobin hanya bisa menggunakan sisa tenaganya untuk berlari ke gedung sekolahnya yang untungnya tidak terlalu jauh.

Seobin merasakan saku celananya bergetar panjang, menandakan ada sebuah telepon masuk. Sebuah umpatan lolos dari bibirnya saat kemudian ransel hitamnya dilempar hingga melampaui tembok tinggi itu, sebelum akhirnya Seobin memanjat sebisanya.

"WOI SEOBIN BANGSAT KELUAR LO!"

Seobin mengatur nafasnya setelah akhirnya benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk memanjat tembok tinggi itu. Setidaknya sekarang ia selamat, jadi dia bisa istirahat sebentar dengan tiduran di sini, di belakang sekolah yang tidak pernah dijamah orang lain.

Baru saja berdiri setelah mengambil ranselnya, saku celananya kembali bergetar. Seobin berdecak kasar sebelum mengambil ponselnya dari dalam saku celananya dan menggeser icon berwarna hijau.

"Apaan, njing?!" sapanya kasar pada si penelepon. Sauara di seberang sana terkekeh pelan.

"Sans dong bosku. Gue gabut, nih. Cabut, kuy?"

Seobin mendecakkan lidah kesal mendengar curhatan satu-satunya teman yang paling akrab dengannya itu, yang menurutnya sangat-sangat tidak penting.

"Gue hampir mati dan lo dengan entengnya ngomong gitu?"

"Lo hampir mati? Kenapa? Kangen gue, ya?"

Seobin meletakkan tasnya kasar di bawah pohon sebelum memindah ponselnya ke tangan kiri.

"Bodo amat ya, Kim Yohan. Gue lagi ga mood buat ngapa-ngapain. Jadi jangan ganggu gue, oke?"

Seobin membalikkan badan, baru akan meletakkan tubuh letihnya.

"Dih, kayak cewek lo. Mainnya mood-moodan."

"Berisik anj–ASTAGHFIRULLAH ANJING!"

"EH KENAPA BANGSAT?!"

Seobin menajamkan pengelihatannya, meyakinkan diri bahwa dia tidak salah lihat.

"Woi itu... WOI NGAPAIN ITU, LO NGAPAIN TANGAN LO ANJING?!"

Seobin segera berlari setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku seragamnya. Tak peduli pada panggilan yang masih tersambung dengan Yohan di seberang sana.

"Anjing berenti heh!"

Seobin berusaha menghentikan aksi pemuda di depannya itu. Tangannya dengan cepat mencekal lengan pemuda yang memegang cutter. Sedangkan satu tangannya yang terluka berusaha ia jauhkan.

"Lepasin!"

"Kagak ya anjing! Ga bakal gue lepasin! Lo mau mati, hah?! Kalo mau mati jangan gini lah, anjir. Sono, lompat sekalian di jurang biar tenang!"

Sementara pemuda di depannya masih terus melawan, berusaha menarik tangannya yang dicekal Seobin. Seobin kewalahan. Bagaimana pun, orang di depannya itu laki-laki, yang meskipun kurus tenaganya juga cukup besar.

"Lepasin saya!!"

"Brisik anjing!"

"Ini ada apaan sih woi?!"

Suatu Hari di Bulan Desember [Yoon Seobin X Lee Midam]Where stories live. Discover now