PROLOG

22 5 3
                                    

Suasana malam sunyi di suatu pangkalan militer rahasia milik Indobritis. Fajar sudah terbenam digantikan malam, angin dingin berhembus kencang, daun-daun pohon berjatuhan, terhembus terkena angin, jangkring-jangkring berbunyi, burung hantu mengeluarkan suara khasnya. Sungguh suasana yang menenangkan, suasana yang jarang sekali di dapatkan.

Angin dingin bertiup melewati ventilasi udara menuju sebuah kamar. Di kamar tersebut terdapat remaja laki-laki berusia 16 tahun berambut kusam sedang duduk di atas sofa sambil menonton televisi, lengan kanan besinya memegang secangkir coklat hangat.

Ketukan pintu terdengar. Remaja itu menoleh memastikan. Dia menghela nafas, menggaruk rambut kusutnya, lalu berdiri, melangkah menyeret kaki membukakan pintu. Seorang perempuan muda berambut putih berparas cantik seusia dengannya berdiri dengan tatapan tajam menyelidik. Perempuan itu melirik kearah TV yang menyala.

"Apa yang sedang kau tonton, Putra?" ucap perempuan itu dengan suara yang lembut dengan intonasi datar.

"Wawancara kita kemarin. Hari ini sudah ditayangkan di televisi, loh. Mau nonton?" tanya laki-laki berambut kusam.

Perempuan itu mengangguk, lalu menerobos masuk. Melihat tingkah laku polos Hanna Kidwelic, remaja kusam bernama Putra Darwin itu hanya bisa menggeleng.

Dengan umur mereka yang tergolong cukup muda. Putra dan Hanna merupakan perajurit tertangguh dan paling mematikan yang dimiliki Indobritis. Kecepatan dan kekuatan Putra tidak bisa ditandingi oleh perajurit manapun, gerakannya bagaikan kilat yang melesat menyambar orang-orang yang berada di dekatnya, dengan lengan besi yang dimilinya itu, dia bisa membuat gajah dewasa terpental lima kaki darinya. Kombinasi yang sempurna, kecepatan dan kekuatan tangan membuatnya dapat melumpuhkan sepuluh perajurit tangguh sekaligus. Hanna, perempuan tangguh yang akurasinya tidak bisa diremehkan, pemegang senjata yang handal, dia bisa menembak seluruh musuhnya dengan cepat dan tepat. Lalu Rafael, Seorang anak jenius, dia memiliki pemikiran yang cepat dan tanggap, dapat membaca taktik musuh dan perancang strategi yang super jitu.

Mereka mengabdikan hidup mereka di sebuah tempat militer rahasia bernama A51. Berlatih dan berlatih setiap harinya dari umur mereka tujuh tahun sebagai senjata andalan perang dunia ke 3 yang dimiliki Indobritis. Sebagai aset berharga yang dimiliki negara, mereka diperlakukan dengan baik, diberi fasilitas lengkap, ruang latihan terbaik, serta makanan yang enak. Itu semua demi membuat mereka meresa aman dan nyaman walau dalam keadaan dunia yang sedang kacau.

Angin dingin kembali berhembus membasuh muka putih Hanna yang sedang asik menonton televisi. Putra datang dengan secangkir coklat panas, dia menaruhnya di atas meja.

"Coklat panas kesukaanmu, Hanna. Cuaca dingin begini emang enaknya minum coklat panas," ucap Putra, dia tersenyum ramah.

Hanna mengangguk, lalu tersenyum. "Terima kasih." Lalu mengambil coklat panas itu dan meminumnya. 

Belum sampai air coklat itu masuk kedalam mulutnya, lidahnya lebih dulu kaget karena panas. 

"Panas," seru Hanna sambil memegang bibirnya yang terbakar.

Putra menggeleng. Dia hanya bisa menahan tawa karena sikap kekanak-kanakan Hanna. "Kau ini anak umur lima tahun apa? pelan-pelan kalau minum minuman panas, Hanna." Putra tertawa.

Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka. "Haloha, kalian. Wah, coklat panas! tega sekali kalian tidak mengajakku."

Putra dan Hanna sepontan menengok. Remaja pirang dengan kertas di tangannya berdiri menyandar di pintu dengan memasang wajah ramah sambil tersenyum.

"Oh, hai, Rafael. Ayo kawan, lihat, wawancara kita kemaren," Putra melambaikan tangannya.

Rafael Odbert  langsung masuk dan ikut duduk di sofa bersebelahan dengan Hanna. Sofa full di duduki oleh tiga remaja tertangguh di dunia. Mereka asik menonton televisi. Rafael menyambar coklat hangat milik Putra. Menyeruputnya dengan wajah tanpa dosa sambil terus menatap ke arah televisi.

Hidup mereka sangatlah senang dan bahagia di sini. Walau terkadang mereka dihadapi kepada situasi perang yang  menegangkan, asalkan mereka bersama, mereka yakin akan baik-baik saja. Walau segala sesuatu terpenuhi disini, fasilitas, makanan enak, kamar nyaman, ruang latihan terbaik. Tapi, ada satu peraturan yang tidak boleh dilanggar. Selama mereka tidak bertugas, mereka dilarang pergi dari markas A51, apapun alasannya, bagaimanapun keadaannya, mereka harus tetap di markas. Tentu itu semua ini demi mereka bertiga, orang-orang yang membuat proyek ini ingin mereka aman. Tidak mungkin orang-orang itu ingin menyembunyikan sesuatu darinya, bukan begitu? mereka adalah pahlawan, muka mereka sudah di pajang di ratusan lembar koran dan televisi. Tidak ada apapun yang dapat disembunyikan dari ketiga remaja ini.

A51: Tiga Remaja IndobritisWhere stories live. Discover now