Chapter 30.

533 28 8
                                    

Kenneth.

Di pinggir lapangan, remaja lelaki tinggi dengan rambut acak-acakan berlapisi topi hitam menuntun skateboard di bawahnya mengelilingi SMA Jaya Airlangga. Lelaki itu berkali-kali menggerutu, menatap beberapa berkas yang ada di tangannya kemudian meremasnya dengan kasar.

“Ken, bolos lagi?” seru seorang lelaki berambut pirang. Ia menyengir lebar. “Sudah keberapa kalinya?”

Kenneth mengangguk malas. “Lo tau seberapa bencinya gue sama pelajaran matematika?”

Lelaki tadi tertawa ringan. “Benci tapi nilai ujiannya selalu diatas KKM ya? Kece banget.”

Kenneth balas tersenyum miring. “Nggak penting, Tang,” dan meninggalkannya sendirian menuju atap sekolah, tempat dimana Ia biasanya tidur siang selagi bolos dari pelajaran yang dibencinya itu. Kenneth selalu melakukan hal itu berulang-ulang. Alasannya hanya satu, Ia tak ada mood untuk belajar akhir-akhir ini, tepatnya setelah lelaki itu mulai mengasingkan diri dari ‘mantan’ sahabatnya.

“Gerah amat.” Kenneth berguling beberapa kali, mencoba mencari posisi enak dan tak terkena cahaya matahari yang menyengat di siang bolong itu. Tapi sia-sia saja. Ia menguap lebar-lebar, melipat kakinya dan membuka iPhonenya.

Kenneth terdiam begitu lama, menatap iPhonenya. Membiarkan berkas-berkas di sampingnya terkena sapuan angin hingga berkeliaran kemana-mana. Seakan-akan, Kenneth memikirkan sesuatu yang lebih penting dibandingkan dunianya sendiri hingga tak memedulikannya.

Ia tak bisa melepaskannya.

Bayang-bayang kelima sahabatnya masih melekat di kepala lelaki itu. Sebenarnya, bukan karena tidak mood belajar hingga Ia membolos seperti ini, tapi karena lelaki itu tak mampu melihat wajah Leviana setiap hari. Satu kelas dengan mantan sahabat itu memang menyakitkan. Selalu sering bertemu, hingga lebih susah melupakan.

“Bodo.” Kenneth beranjak, menaruh kedua tangan di saku celananya. Menuruni tangga dari atap sekolah menggunakan skateboard sekarang sudah menjadi hobi nya.

“Hey Ken!” “Eh, setelah mereka pisah, Kenneth makin keren ya!” “Katanya, Kenneth akhir-akhir ini kalau ngelampiasin amarahnya suka trek-trekan dan mampir ke klub ya?“ “Ada yang bilang dia ngerokok. Beneran gak sih?” “Such a badass,” “Bad boy amat dia sekarang.”

Sebenarnya, lebih banyak kalimat yang Kenneth dengarkan setiap harinya ketika Ia menaiki skateboard mengelilingi sekolahnya. Bahkan, adik kelasnya saja telah mengetahui seluruh kasak-kusuk soal ce-to-a-hom-pol-ang dan kepribadian Kenneth yang dulunya good boy berubah drastis menjadi bad boy.

Adik kelas? Yap, sudah satu tahun berlalu sejak pertengkaran yang mereka alami. Cukup lama bukan? Sekarang, mereka menjadi senior tertinggi di SMA Jaya Airlangga—atau lebih tepatnya, kelas 12.

Kenneth tak memedulikan omongan para gadis yang mencicit di sekitarnya. Mengerti saja tidak. Lelaki memang susah mengerti omongan wanita yang rumit dan kadang artinya sepele. Yang Ia tangkap hanya soal trek-trekan dan klub. Memang benar, akhir-akhir ini Ia sering melakukan dua kegiatan itu.

Kecuali merokok. Kenneth menolak keras pada rokok, Ia membencinya.

Di tengah-tengah saat Kenneth sedang memikirkan sesuatu, tanpa sadar Leviana melangkah di depannya--bersama seseorang, ia berbincang dan kadang membuat raut muka lucu yang tanpa sadar membuat Kenneth menyungging senyum tipisnya.

Sepersekian menit kemudian--setelah lelaki di sebelah Leviana benar-benar pergi, gadis itu menoleh padanya. Muka Leviana berubah masam seketika.

Astaga wajahnya-- batin Kenneth, mengatup kedua bibirnya menahan tawa.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang