Chapter 18.

613 20 7
                                    

"Wifi dicabut dan handphone disita selama tiga bulan. No internet, no call--kecuali pakai telepon rumah--, no SMS, no selfie. Very easy, right?"

Ucapan Pak Robin terus menerus berputar dikepala Mark bagaikan kipas yang sedang berputar,menclok didinding. Oke, itu tak penting.

Yang penting sekarang bagaimana cara Mark agar ia bisa mengikuti band itu tanpa jauh dari hanphone, internet dan sebagaimana.

"APA?!!" pekik Mark tak percaya. "Papa ngelawak ya? Hahaha, gak lucu banget-- Eh maksud Mark lucu banget njir. Papa taukan kalo Mark gak akan bisa jauh dari itu semua? Papa pasti gak tega deh."

"Siapa bilang Papa gak tega? Kalau kamu tetap ngotot ingin mengikuti bandmu itu, Papa tega."

Mark menatap Pak Robin tak percaya. "Papa kok gitu sih? Markkan cuma mau ikut band itu, bukan hidup di goa. Masak harus jauh dari itu semua? Pokoknya Mark gak mau!" tolak Mark.

"Jadi Mark gak mau ikut band itukan? Bagus deh," ucap Pak Robin yang beranjak meninggalkan Mark.

"EH-HE!! Gak gitu!" rengek Mark seperti balita. "Papa kok gak peka banget sih! Mark mau ikut band tanpa syarat-syarat itu! Ayolah, please!! Ya,ya,ya?"

Pak Robin menggeleng, "Gak, pokoknya kamu harus pilih! Pilih dia atau aku?" ucap Pak Robin menirukan suara iklan obat sakit kepala ditelevisi.

Drama bapak dan anak akan dimulai.

"Tapi Pa..." ucap Mark mencekal pergelangan tangan Pak Robin. Persis yang ada disinetron-sinetron yang pernah Mark tonton.

"Pilih dia atau aku?" ucap Pak Robin dengan dramatisnya.

'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Cocok sekali untuk Mark dan Pak Robin.

"Aku akan memutuskannya besok pagi..." Mark melepas cekalannya pada tangan Pak Robin.

Sekian drama pendek antar Bapak dan Anak.

"Gak, pokoknya gue harus ikut tanpa ada syarat-syarat siyalan itu! Mana bisa seorang Mark Andrometh hidup tanpa internet, hp, selfie dll. Ntar kalo fans-fans gue kangen sama gue gimana? Kan kasian mereka bisa kena penyakit malarindu? Ah, pokoknya gak boleh!"

Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Sudah hampir 2 jam Mark berkeliling dikamarnya tidak jelas.

"AHA!!" seolah ada bohlam lampu yang ada diatas kepalanya. Ia loncat menaikki kasurnya dan melompat-lompat tidak jelas. Persis cewek. Atau kelinci yang setengah waras?

"Eh, tapi kalo gitu bisa dihukum lebih parah gue? Gimana kalo gue dihukum gak boleh keluar rumah? Atau gak boleh makan selama 3 bulan?" ucapnya dramatis.

"Atau gak boleh tidur? Atau jangan-jangan.." mata Mark membulat. "Gue gak boleh napas?! Huwaa!! Gue bisa mati!! Enggak, enggak pokoknya gue gak boleh mati dulu! Dosa gue masih banyak!"

"Mark tidur!" terdengar suara dari bawah. Mamanya Mark.

Mark tak menjawab apapun. Ia tetap berjalan dikarpet kamarnya bolak-balik seolah berpikir keras.

"Haduh mana ini ide seorang Mark yang berlian? Muncullah oh muncullah! Apa gue harus semedi dulu kali ya baru dateng itu ide? Ok baiklah Mark, bersiap-siap untuk bersemedi! Satu, dua, tiga!"

Tepat hitungan ke tiga Mark loncat ke kasur dengan posisi tengkurap plus memeluk guling kesayangannya dengan mata terpejam.

"Ngokk.. Ngokk.." suara itupun muncul, menandakan Mark telah tertidur.

***

Claire menuruni tangga yang ada dirumahnya dan berjalan menuju dapur.

"Pagi Ma! Btw, Papa mana? Kok gak keliatan?" ucapnya membantu ibunya menyiapkan sarapan dengan membawa 2 piring nasi goreng.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang