/dua puluh tujuh/

1.7K 221 34
                                    

CHIRA

Sebuah pelukan.

Cuman itu opsi respon yang ditawarkan otak gue ketika ngebuka pintu rumah dan mendapati Jisung berdiri dengan senyumnya yang canggung sekaligus terasa asing.

Opsi selanjutnya yang otak gue berikan setelah gue menghambur ke pelukan Jisung adalah menangis.

"Hey kenapa sih?" Jisung mengusap punggung gue pelan, "gue nya diajak masuk dulu kali Chir, berat nih tas gue."

Gue membenturkan kepala gue ke dada Jisung—masih terisak, kesal dengan cara dia mencairkan suasana.

Jisung ketawa, "heh serius ini, masa di luar rumah gini, nggak elit amat." katanya yang kemudian melepaskan dekepannya dan menarik gue masuk ke dalam.

Gue bener-bener bisa merasakan otak gue berhenti berfungsi—sedangkan hati gue sedang dalam masa kritis, akan berhenti berfungsi sebentar lagi.

Perasaan gue seakan meluap, membanjir keluar—nggak terkontrol sama sekali. Semua campur aduk—sedih, rindu, senang, kesal, sakit, takut, bingung—dan gue nggak tahu harus bersikap bagaimana.

Singkat cerita hari itu gue berkonsolidasi dengan Han Jisung.
Meski cuman dengan maaf, tolong, terimakasih, air mata, dan peluk—gue merasa hubungan kita membaik.

Gue emang ngga secara gamblang menceritakan semua masalah gue.

Ya nggak mungkin kan gue secara jujur bilang tentang Somi nyuruh gue jauhin Jisung? Atau tentang gue dan Hyunjin tunangan, atau tentang gue harus ikut latihan fisik kelas sepuluh atas suruhan Yeji dan Somi, atau tentang gue yang lama-lama naruh perasaan ke Hyunjin dan stres setengah mati tentang itu, atau tentang gue tinggal sama Hyunjin, atau yang lebih parah tentang konflik dingin gue dan Yeji karena Hyunjin.

Jisung juga nggak maksa gue untuk cerita semua hal ke dia. Dia cuman bilang dia pengen selalu ada untuk gue—seperti biasanya.

Hari ini perasaan gue meringan, thanks to Hyunjin atas sarannya yang amat sangat gue syukuri saat ini.

Meskipun di satu sisi gue merasa jahat banget nggak ngasihtau semuanya ke Jisung—padahal mulut ini pengen banget nuturin semuanya, tapi ketahan di hati dan otak, hhh.
-

AUTHOR
"Hai!" pintu mobil Rubicon hitam terbuka, menampilkan Yeji yang berseragam SMA—si pembuka pintu mobil.

Yang duduk di kursi kemudi hanya menyambut dengan menaikan kedua alis sekilas—Hyunjin.

"Ini buat gue?" Yeji mengangkat sebuket kecil bunga yang tergeletak di jok penumpang depan—menghalangi aksesnya untuk duduk.

"Eh?" respon Hyunjin seakan baru tersadar dari lamunan, "iya buat lu aja," katanya akhirnya.

Yeji tersenyum senang, "makasih loh! Gue nggak minta padahal," ia duduk memangku buket bunga mawar itu.

"Maaf ya gue suka ngerepotin, lo sampe harus dateng ke tempat les gue gini," Yeji berkata lagi.

"Biasa aja kok, mumpung searah baliknya, gua emang lagi mau pulang pas lu nelfon."

"Makan dulu nggak nih?" ajak Yeji sambil menatap lurus ke jalanan.

"Gua pengen makan di rumah sih. Tapi kalo lu laper drive-thru mau?"

Yeji mengangguk, "eh boleh tuh, kalo depan belok kiri ada mekdi yang kayaknya bisa drive-thru."

-

"Lo masuk kepanitiaan apa Triracup?"

"Gatau dah, LO ya kalo gak salah. Liatin dong Chira daftar apa soalnya gua bareng dia," Hyunjin melirik sekilas Yeji yang layar ponselnya memang sedang menampilkan group chat ekskul basket.

loveless ; hwang hyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang