Broken Wings

15.9K 2.4K 600
                                    

Tuhan, apa memang aku nggak pantas gitu ya bahagia? Apa memang aku ini cocoknya menderita dan nangis terus? Baru saja aku bisa mengendalikan perasaanku sendiri dan mencoba bahagia, eh sekarang sudah muncul iblis betina yang mengacak-acak kedamaian...

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Tuhan, apa memang aku nggak pantas gitu ya bahagia? Apa memang aku ini cocoknya menderita dan nangis terus? Baru saja aku bisa mengendalikan perasaanku sendiri dan mencoba bahagia, eh sekarang sudah muncul iblis betina yang mengacak-acak kedamaian rumah kami.

Aku nggak minta apa-apa, kok. Benar. Aku cuma minta hidup tenang dan bahagia. Aku cuma minta bisa sama Heath dan anak-anakku dengan bahagia. Itu saja.

Tapi, gimana bisa tenang kalau sekarang suamiku mau mancing barengan cewek klub malam?

Iya, aku tahu Sheryl pacar anaknya. Terus, apa kalau pacar anaknya nggak ada kesempatan untuk jadi pelakor?

Aku marah sama Heath. Marah banget. Saking marahnya, badanku sampai gemetar dan pengin nangis. Nggak sanggup ngamuk di depan anak-anak, aku masuk kamar. Sebelum kututup pintu, Heath sudah lebih dulu memegang pintu. Ekspresinya lebih ke heran.

"Bee? Kenapa?"

"Kamu masih tanya? Yang tadi itu apa? Kamu ngajak dia mancing?"

"Aku tidak mengajaknya."

"Tapi kamu bolehin dia ikut."

"Kamu tidak ingin dia ikut?"

"Menurutmu gimana? Istri mana yang rela lihat suaminya nginap berhari-hari di hutan sama cewek yang bajunya nggak jelas gitu?" Kutarik napas dalam-dalam untuk mulai ngonel. "Heath, kita nggak pernah berantem sebelumnya. Aku juga nggak mau kita berantem. Aku nggak masalah dengan Shawn. Kamu tahu itu. Tapi, cewek itu nggak. Aku nggak suka dia ada di sini. Mau dia tinggal di rumah Collins, di tengah hutan, di sungai, di mulut buaya, di lobang hidungnya Caroline, atau di mana aja aku nggak peduli. Pokoknya aku nggak mau dia tinggal di sini."

Dia mengangkat alis dan memiringkan kepala, memperhatikanku. "Kamu cemburu." Dia tersenyum. "Iya. Kamu cemburu. Akui itu."

Dia mendekat, menarik bagian depan bajuku. "Aku suka kamu cemburu begitu." Dia menggigit leherku sambil berkata, "Rasanya seperti ada yang terbang di dalam perutku." Dia mengarahkan tanganku ke bagian bawahnya. "Lalu, terbang ke sini."

"Heath!"

"Istriku, Walau besok dia telanjang, aku tidak akan peduli. Aku punya kamu, gadis yang kucintai sejak pandangan pertama."

Pandangan pertama? Sejak kapan? Sejak dia sering lihat aku di video call Drey?

"Waktu kamu ke Jogja?" tanyaku ragu.

Dia menyentuhkan hidungnya pada hidungku. "Jauh sebelum itu."

"Kapan?"

"Saat kamu masih di rumah Ibumu. Kamu di atas rumah, menjemur kasur yang kena ompol." Dia tertawa, lalu mengigit bibir. "Kamu benar-benar menggemaskan."

"Aku? Ka-kapan? Si-siapa yang ngompol?"

Dia tersenyum. Dia memegang wajahku dan menciumiku dengan gemas. Aku sudah mengelak, tapi dia terus menciumi wajahku.

Lovely Glacie (Terbit; Penerbit Galaxy)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora