05. Diandra hilang

1.5K 131 10
                                    

—————

“Duh, gue nggak enak nih, sama anak-anak,” Talita mencicit tak enak.

Angga menghela nafas berat.

Riko nampak berpikir sebentar.

“Kenapa lo?” Angga bertanya saat melihat wajah serius berpikir Riko.

Riko berdehem singkat. “Gue cuma mau beritahu sebentar. Kalau, tiga loli milkita setara dengan segelas susu.”

“Bangsat, gak nanya.” Jawab Angga ketus.

Please, listen to me!" Talita kembali bersuara.

“Iya-iya, Ta. Jadi, mau lo gimana?” Angga bertanya dengan nada serius. Menatap wajah cemas Talita dalam notebook nya.

Ya, dalam video call tersebut. Hanya tersisa, Angga, Talita dan Riko saja. Sambungan dengan yang lainnya sudah diputuskan.

“Gue mau susul, tapi ini udah tengah malem.” Kata Talita.

“Ya terus?” Riko menaik turunkan alisnya.

“Firasat gue nggak enak,”

“Ya kan, lo belum bayar utang dikantin—”

Talita melotot, sambil memotong ucapan absurd Riko. “Lo nggak usah ngereceh, dulu bisa nggak?”

“Ampun Adinda, Kakanda minta maaf.”

“LO DIAM!”

“ASYIAPPP.”

Terkadang, Talita itu suka mikir. Salahnya dimana coba, dapet teman kayak Riko.

Untung, Talita sabar.

Wajah Talita berubah pias menghadap Angga. “Ga, gue butuh solusi dong.”

“Lo tenang aja. Kita nunggu kabar dari mereka besok pagi.”

Tapi, Angga tak pernah tahu. Ucapanya, malah menjadi penyesalan terbesarnya keesokan harinya.

****

“Di? Diandra.” Suara Fadhil mengema di koridor sekolah yang runyam.

Tap.

Tap.

Tap.

Fadhil berhenti melangkah. Ia merasakan hembusan angin di tengkuknya. Suara derab kaki itu semakin terdengar jelas.

Fadhil menahan napasnya. Saat, suara langkah kaki tersebut berhenti tepat dibelakang punggungnya. Lelaki itu mencoba tidak takut, walaupun kalau boleh jujur tungkainya melemas.

“KYAA.” Fadhil berteriak saat sebuah tangan dingin memegang pundaknya. Ia berbalik.

“Lo!” Geram Fadhil menatap wajah polos tanpa dosa Cheryl.

“Dasar penakut,” ejek Cheryl.

“Lo ngagetin gue, bangke!” Fadhil mengelak, walau sebetulnya, ia berterimakasih karena Cheryl menyusul.

By the way, letak kolamnya dimana?” Cheryl bertanya sambil mengeratkan sweater pink ditubuhnya.

Fadhil menghela nafas panjang. “Follow me.”

Cheryl menganguk. Berjalan pelan, dibelakang Fadhil.

Suara-suara aneh, mengema diudara. Membuat bulu kuduk Cheryl berdiri. Gadis itu mencoba fokus, tapi matanya malah menatap sesosok wanita di ujung koridor.

“Fa-Fadhil, itu-itu sia-siapa?”

Fadhil mengernyitkan keningnya aneh. Tak ingin melirik ke arah tunjuk, Cheryl. Karena ia tahu itu hanya akan membawa dampak buruk.

“Gak ada apa-apa.” Ucap Fadhil, mengengam tangan Cheryl dan membawanya ke letak kolam lebih cepat.

Cheryl tak bisa fokus. Sedari tadi ia masih ingit bagaimana cara wanita itu menatapnya dengan sorot kebencian.

“Ryl!”

“Eh, iya?”

“Ngelamun muluh lo!” Ucap Fadhil.

“Mana, kolamnya?” Tanya Cheryl.

Fadhil menunjuk dengan dagunya. Sebuah pintu terbuka yang terletak beberapa meter didepan mereka.

Cheryl menganguk. Fadhil melangkah lebih cepat. Kemudian masuk ke dalam.

Tapi..., Saat matanya menjelajahi seisi ruangan.

Diandra tidak ada.

Hanya ada kolam kosong. Yang..., Anehnya, airnya sudah berubah menjadi merah... Seperti darah?

****

Kamis 17 Mei 2019.

Selamat menikmati malam Jumat kalian. Hihihihi.

Dilarang masukWo Geschichten leben. Entdecke jetzt