Melampaui Batas Maret

21 0 0
                                    

Lembur mengajarkanku banyak hal. Kerja keras, kerja tuntas dan loyalitas tanpa batas. Tapi hidupku bukan hanya tentang pekerjaan ini. Aku masih punya bagian yang dinamakan keluarga dan teman. Serta senja yang sudah mulai jarang aku temui diawal bulan ini.
Sekarang aku lebih sering pulang malam. Bekerja memang tidak ada habisnya. Kalaupun habis, pasti ada saja pekerjaan yang beranak pinak minta di selesaikan. Sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Tepat jam delapan malam aku sampai di kos. Aku mandi agak lama, dan suara deringan telepon sayup-sayup terdengar. Masa bodo. Aku butuh istirahat dari perintah apapun. Toh besok hari libur. 

"What?! Acid Telepon? Ada apa nih? Kalau ini penting, bisa ngamuk lagi dia kaya waktu itu." Ketika nama Acid muncul di panggilan tak terjawab aku sungguh ingin mengumpat. Aku takut dia marah lagi. Sekaligus khawatir hubunganku dengannya memburuk. Karena sisa bentakan bulan lalu masih terasa. Setelah ganti pakaian, aku langsung meneleponnya.

"Halo pak, maaf tadi aku ga tau kalo ada telepon. Ada yang bisa aku bantu?" Harus aku tekankan lagi, aku selalu berusaha sopan ketika berbicara dengannya. Tapi, tunggu. Suara di telepon kenapa sangat berisik?

"Halo??!! Kenapa, Jel?" Jawabnya dengan suara agak kencang. 

"Gapapa. Tadi bapak telepon kenapa?" Aku kembali bertanya.

"Yaelah, udah diluar jam kerja ini. Manggilnya masih PAK aja hahahaha." Untuk pertama kalinya dia protes ketika aku panggil PAK. Dalam hati aku bertanya, bukannya tiap hari aku manggil dia PAK ya? Saat becanda atau serius, saat tenang atau tegang, saat istirahat ataupun sibuk. Dan malam itu Acid protes sambil becanda. Tumben.

"Hahaha formal banget aku ya?" Jawabku sambil ketawa ketika mendengar suaranya yang teriak-teriak disana.

"Ga mau bilang hati-hati? Gue lagi di jalan nih." Pintanya. Sebentar, itu permintaan macam apa? Mendebarkan.

"Emangnya mau kemana malem-malem gini dijalan?" Tanyaku.

"Mau pulang ke Jakarta. Yaudah ya, gue mau lanjut jalan nih." Dia mengakhiri dengan menyisakan tanya.

"Yaudah, hati-hati." Ucapku dengan segaris senyum tipis disini.

"Oke." Sudah. Telepon dia tutup.

Jam sembilan malam dan dia sedang dijalan menuju Jakarta. Oh iya, mungkin dia ingin bertemu dengan pacarnya disana. Karena akhir-akhir ini dia sering ke luar kota, sehingga jarang pulang. Tapi kenapa dia protes waktu aku panggil PAK. Dan kenapa dia mau aku bilang HATI-HATI untuknya. Kenapa suaranya tadi terdengar sedang senyum gembira. Acid, please. Jangan buat aku berpikir keras. Ini sudah malam, dan aku mau tidur.

"Hati-hati Acid. Semoga selamat sampai tujuan." Ucapku sebelum tidur malam itu. Yang tentunya aku tau, tujuan dia ke Jakarta adalah untuk menemui pacarnya. Sayangnya, aku mulai mengerti.

Dua hari libur sudah cukup buatku. Sabtu dan minggu aku pulang ke rumah kakak. Selain karena bosan di kos, aku juga mau merasakan hangatnya dekat dengan keluarga.
Sabtu pagi itu Acid mengirimkan pesan di whatsapp.

Acid : "Kamu lagi dimana? Ga pulang?" Dia mengawali pesan dengan kalimat : kamu. Benar-benar tidak bisa ditebak. Biasanya dia tidak pernah selembut itu kalau berbicara denganku. 

Aku  : "Ini lagi di rumah kakak."

Acid : "Orangtua dimana?" Kenapa juga dia bertanya tentang orangtuaku. Apa yang sebenarnya dia cari tau. 

Aku  : "Di kampung lah."

Acid : "Kamu aslinya mana sih?" Dia bertanya lagi. Memangnya harus sedetail itu dia tau tentang hidupku.

Untuk Kamu Yang Duduk Di Depan MejakuWhere stories live. Discover now