Bulan-Bulan Memperbaiki Diri, Februari

20 0 0
                                    

"Halo, Jela. Tolong kirimin dokumen ke email gue dong. Buat penyelesaian proyek di sini." Suara Acid terdengar lantang dari ujung telepon. Seperti biasa, dia sedang di luar kota dan butuh bantuan untuk dikirimkan beberapa dokumen. Dengan harapan semua proyek selesai hari itu juga.

"Oke, nanti aku kirim." Jawabku singkat.

"Cepet ya! Soalnya gue mau minta tanda tangan Supervisor hari ini." Suaranya terdengar buru-buru.

"Oke." Aku mengakhiri. Dengan gerak cepat aku kirim dokumen ke emailnya. Karena kebetulan aku sedang tidak terlalu sibuk.

Sejujurnya, memang banyak masalah di kantorku ini. Semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang sedang meeting dengan Presdir, ada yang pergi ke luar kota untuk melakukan penagihan pembayaran, ada juga yang survey lokasi untuk proyek selanjutnya.

Terkadang sangat sepi. Hanya segelintir orang yang masih lalu lalang di ruangan ini. Aku? Ya aku kerja. Di depan layar komputer dengan setumpuk laporan dan rekapitulasi progres proyek. Depan mejaku? Kosong. Dia tidak ada, suaranya yang besar itu tidak mengisi ruang.

"Bip bip... Bip bip..." Hanphone-ku bergetar, layarnya berkedip. Nama Acid muncul dan segera aku angkat telponnya.

"Halo? Kenapa?" Ucapku cepat.

"Halo. Sepi ya?" Seperti cenayang yang tau keadaan orang-orang. Dia menebak dengan tepat.

"Iya nih. Sepi banget." Jawabku jujur tanpa sanggahan.

"Iya lah, ngga ada gue di kantor. Si Peni mah ngga asik becandanya. Garing."

"Betul. Si Sammy juga ngga ada di ruangan. Dia lagi ngurusin barang yang mau di kirim hari ini." Aku diam sejenak. Memikirkan jawabanku. Yang aku setujui dari ucapannya adalah, betul ruangan ini sepi karena tidak ada dia sekarang. Ahh Tuhan, ada apa dengan pikiranku ini.

Sekitar 2 menit kita beradu kata. Menghasilkan candaan yang mengocok perut. Entah mantra apa yang dia punya. Bulan sabit di bibirku seperti berubah jadi purnama. Penuh. Bulat sempurna. Sinar tawa yang mengagumkan. Ahh... andai Acid disini sekarang. Pasti becandanya lebih menyenangkan.

"Ya udah ya." Ucapnya mengakhiri pembicaraan.

"Iya." Dan sudah, aku kembali bekerja dengan mood yang membaik. Ajaib.

Keesokan harinya. Aku sudah di buru-buru untuk menyelesaikan pekerjaan. Masih pagi dan harus segera diselesaikan karena Pak Arya mau meeting. Sementara itu, HP ku terus berkedip pertanda ada telepon. Ku tengok ternyata Acid. Dia di Surabaya hari ini. Entah apa yang dia butuhkan sampai-sampai dia telepon berkali-kali. Sedangkan laporan Pak Arya harus segera selesai jam 9 pagi ini.

"Halo. Kenapa bos?" Sammy mengangkat telepon sambil melihatku. Oh sial! Pasti Acid yang telepon. "Ada nih disini." Sammy menyodorkan HP nya kepadaku.

"Siapa?" Tanyaku sedikit berbisik pada Sammy.

"Acid." Jawabnya menggugupkanku.

Ku angkat teleponnya. "Halo. Kenapa?"

"Kenapa telepon gue ga diangkat?" Acid ngomong dengan sangat ketus. Sambil aku bayangkan wajahnya yang garang. Hatiku sedikit sakit dan takut.

"Aku gatau kalau ada telepon, HP nya aku silent." Jawabku sedikit bohong dengan cepat.

"Lu kalo kerja yang kompeten dong! Setiap kali gue keluar kota dan lu perlu bantuan, gue selalu bisa. Sekarang kita jauhan kayak gini dan lu ga bisa di telepon, terus kerjaan gue disini gimana? Yang kompeten dong!" Menohok. Dan nadanya sangat serius. Aku tau, dia sedang tidak bercanda.

"Aku lagi ngerjain laporan Pak Arya. Harus selesai sekarang." Aku membantah sesuai fakta. Tapi masih dengan nada pelan.

"Yaudah, kasih HP nya ke Sammy!" Ucapnya makin ketus.

Apa yang barusan terjadi? Kenapa suasana hatinya terdengar tidak baik? Kenapa dia marah-marah? Apa kesalahanku sangat fatal? Dimana humor nya kemarin siang? Ya sudahlah, mungkin disana dia sangat lelah.

Setelah menyelesaikan laporan Pak Arya, aku langsung menghubungi Acid melalui chatting whatsapp. Dengan profesional, aku support kebutuhan dia di Surabaya sana. Aku cari data dan dokumen yang dia minta. Aku kirimkan dengan lengkap, karena dia akan mengerjakan resume data yang nantinya harus aku simpan di arsip kantor. Tanpa basa-basi. Tanpa canda seperti biasanya.

Siang hari menuju jam 12, aku turun ke lobby sambil mengirimkan pesan ke Acid, menanyakan hasil resume yang dia buat tadi.

Aku : "Pak Acid, resume-nya sudah ada?" Panggilanku masih sopan dan formal seperti biasanya.

Acid : "Sudah dong." Jawaban yang menenangkan. Aku rasa jiwanya sudah kembali. Entah setan apa yang merasukinya pagi tadi. Acid yang menyebalkan.

Aku : "Boleh tolong dikirim ke saya?"

Acid : "Kirim ga ya."

Aku : "Ga usah kalo gitu." Suasana mulai mencair. Jawabannya sudah tidak se-serius tadi pagi. Acid-ku kembali. Tunggu! Acid-ku? Hahaha.

Tiba-tiba HP ku bergetar. Telepon dari Acid. Segera aku angkat dengan kekhawatiran yang memuncak. Takut kalau dia masih marah.

"Halo." Aku mengawali pembicaraan.

"Halo Miss Sibuk." Ketawanya terdengar dari ujung telepon sana.

"Ihh bukan gitu. Aku tadi beneran lagi ngerjain laporan Pak Arya. Dia mau meeting pagi tadi." Sumpah, kalian boleh membaca ucapanku ini dengan nada manja. Memang, begitulah aku. Entah kenapa bisa.

"Hmm iya Miss Sibuk. Aku udah ga mau kirim dokumen ke kamu lagi ah. Sibuk banget sih." Nadanya menggoda.

"Jangan gitu ihh." Demi apapun, kalian masih tetap harus membacanya dengan nada manja.

"Hehehe iya. Ya udah, nanti aku kirim ya." Jawabnya lembut.

"Oke." Aku mengakhiri telepon.

Sial! Kenapa setelah menerima telepon Acid aku jadi senyum-senyum sendiri. Orang menyebalkan itu, memang benar-benar menyebalkan. Dia menarik ulur perasaanku hari ini. Dibuat sakit, takut dan senang di hari yang sama. Begitulah dia. Penuh kejutan.

"Acid, aku ingin mengatakan sesuatu. Aku tidak akan mengulangi, jadi tolong dengarkan baik-baik. Terimakasih karena telah membentakku waktu itu. Meskipun hatiku sakit, tapi aku belajar bahwa aku harus tetap kuat dan harus lebih bisa mengatur waktu saat bekerja. Aku merasa rendah ketika berbicara denganmu. Kamu pintar dan menguasai pekerjaanmu dengan baik. Beberapa kali kamu terlihat hebat dan berbakat, membuat aku iri saja. Acid, jangan sombong ya! Nanti aku malah jadi benci. Padahal, aku sangat senang punya teman sepertimu. Dan tolong, jangan sering menekuk wajah. Terlalu sering cemberut membuatmu terlihat lebih tua dari umurmu hahaha. Aku harap kamu bisa mengatur tata bahasamu mulai sekarang. Harus lebih lembut dan tenang, oke? Dan aku juga akan berusaha semaksimal mungkin dalam pekerjaan ini. Memang berat, tapi selama ada kamu yang bisa membuatku tertawa, aku merasa nyaman saja. 

Acid, saat kejadian itu aku berpikir bahwa kita tidak akan pernah mengulang canda lagi. Kita akan saling berjauhan. Dan hanya kenal sebatas teman kerja. Kamu sangat menyebalkan pagi itu. Aku tidak marah, hanya saja takut kamu membuat jarak yang sangat jauh."

Untuk Kamu Yang Duduk Di Depan MejakuWhere stories live. Discover now