Magic Book

242 18 30
                                    

Author: startlingnana

Sepertinya aku terlalu 'nenek moyang' untuk manusia jenis Generasi Z yang lahir di awal tahun 2000-an.

Aku memercayai hal-hal mitos, sesuatu yang tak masuk akal menurut teman-teman sebayaku namun dalam pemikiranku hal itu sah-sah saja.

Seperti jangan memotong kuku pada malam hari, jangan duduk di depan pintu, jangan bangun tidur kesiangan dan masih banyak lagi. Entah menjadi fakta atau hanya bertanggar kalem menjadi mitos belaka, namun kadang petuah orang terdahulu ada benarnya juga.

Aku mengetahui mitos ini beberapa hari yang lalu. Ibuku mengatakannya dengan berbisik bahwa buku-buku tua yang tersusun rapi di rak buku paling atas tidak boleh dibuka. Kenapa? Karena sesuatu yang gaib akan terusik dan menampakkan dirinya.

Itu berlebihan bukan? Aku pun tidak yakin dengan mitos satu ini sehingga rasa keingintahuanku yang besar membuatku memutuskan untuk membuktikannya.

Kuraih buku tebal dengan sampul berwarna merah tua yang berdebu itu. Terdapat tulisan dengan huruf kapital di halaman pertama yang tertulis "SPELL IT LOUDER".

Semakin penasaran aku dibuat kalimat itu. Kualihkan ke halaman selanjutnya. Tertera kalimat yang tidak memenuhi halaman, namun ada satu kalimat yang menarik perhatianku.

Kalimat yang ditulis dengan bahasa latin serta cara pengejaannya tertera di sana. Tidak disebutkan artinya, membuatku semakin penasaran dengan kalimat yang disebutkan sebagai mantra itu.

Tanpa keraguan, kubaca mantra itu dengan perlahan dan hati-hati.

Aku terdiam setelah membacanya, menunggu efek dari mantra itu. Namun, tak terjadi apapun. Lalu kuputuskan untuk membacanya lagi, siapa tahu aku salah menyebutkan mantranya.

Untuk percobaan kedua ini sama saja, mantra tak memberi efek apapun. Aku tersenyum remeh, meremehkan ucapan ibuku tentang buku tua ini. Tak ada apapun yang menampakkan diri, bahkan mantra yang tertera saja tidak menunjukkan reaksi apapun.

Oh ya! Aku baru ingat! Di halaman depan tertulis "SPELL IT LOUDER", itu berarti aku harus mengejanya dengan suara keras.

Kubaca ulang kalimat itu, tapi kali ini aku mengejanya dengan suara keras. Untung saja di rumah sedang tidak ada orang kecuali aku.

"Satu ... dua ... tiga ..." Kuhitung satu sampai tiga, berharap mantra yang kuucapkan terbukti benar.

Sudah kuduga mantra tetap tak bekerja. Semua yang tertera di buku ini adalah kebohongan. Aku heran dari mana ibu mendapatkan buku yang tak ada gunanya ini.

"Kau yang memanggilku?" Terkejut bukan main, tiba-tiba seorang pria berpakaian aneh bersandar di ambang pintu dengan melipat kedua tangannya di bawah dada menatapku dengan malas.

Dengan refleks aku berteriak dan melempar buku tebal yang kupegang tepat mengenai wajahnya. Ia mengaduh kesakitan kemudian menatapku dengan kesal.

Saking takutnya aku melihat wajah kesalnya, aku menangis sembari melangkah mundur.

"Hei, jangan menang-"

"S-siapa kau?!" sergahku sembari terus melangkah mundur. Namun, pria itu semakin mendekatiku. Kuraih buku lainnya lalu kulemparkan lagi ke arah wajahnya.

"Jangan mendekat kalau tidak mau kulempar lagi!" ancamku.

"Baiklah, baiklah!" balas pria itu menghentikan langkahnya.

"Tapi kenapa kau memanggilku?" lanjutnya memberi tatapan tanda tanya padaku.

Tunggu dulu! Apakah pria ini berasal dari mantra yang baru saja kusebutkan?

"Kau s-siapa?" tanyaku sedikit rasa takut dan penasaran.

"Ck! Kau yang memanggilku tapi kau sendiri tak tahu siapa aku." Pria itu memutar bola matanya lalu menatap jengah ke arahku.

"Aku Kenzo, jin penolong yang berasal dari mantra yang kau sebutkan. Ah, ini sudah sangat lama semenjak aku diasingkan karena membiarkan tuanku dalam bahaya," tambahnya sembari membaringkan tubuhnya di atas sofa.

"Jin penolong?" tanyaku penasaran.

"Ya, aku jin penolong. Entah mengapa mereka memberiku predikat mulia ini, aku sama sekali tak menyukainya," jelasnya dengan menutup kedua matanya dan tangan kanan menyanggah kepalanya.

Aku terdiam di tempatku, tak tahu harus merespon apa. Ucapan ibu tidak bisa diremehkan, ternyata hal yang gaib itu benar adanya.

"Jadi, aku harus apa sekarang?" ujarnya berjalan mendekatiku.

"Hah? A-aku tidak tahu," jawabku gagap.

"Kau masih takut? Ayolah! Aku tidak berbahaya, justru aku ini yang akan melindungimu." Ia menoyor dahiku dan itu sangat menyebalkan.

"Baiklah, panggil saja aku jika kau membutuhkan bantuan," ucapnya sembari berlalu.

"Kau mau ke mana?" tanyaku sembari bergegas ke hadapannya.

"Berkeliling mungkin," jawabnya santai.

"Apa kau gila? Bagaimana jika orang melihatmu?"

"Oh, kau benar juga. Aku harus mengganti pakaianku."

Dalam satu petikan jari, cahaya yang menyilaukan terpancar dari sekujur tubuhnya. Abrakadabra! Pakaian aneh yang semula ia kenakan berubah menjadi pakaian trendy yang sangat cocok dengannya. Tanpa sadar mulutku menganga lebar, tak memercayai apa yang kulihat.

"Nanti kau akan terbiasa melihat ini," ucapnya menyombongkan diri.

"Ayo! Temani aku jalan-jalan," lanjutnya sembari merangkulku dengan paksa.

"Hei! Lepaskan! Aku bisa jalan sendiri." Aku berusaha melepaskan tangan kirinya yang melingkar erat di leherku. Namun, tenaganya tak bisa kukalahkan.

"Lepaskan atau kupulangkan kau ke alammu?" ancamku. Dengan segera ia melepaskanku.

"Jangan dipulangkan sekarang, aku mohon," ujarnya memberi tatapan memelas kepadaku.

"Aku janji akan menuruti semua perintahmu," tambahnya.

Aku tersenyum menang lalu mengajaknya makan siang di luar.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now