TAKKAN PERNAH BISA

170 12 17
                                    

Author: heavenable

Dalam perjalanan pulangnya dari rumah sakit, Fajar memicingkan matanya untuk memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Laki-laki itu tersenyum tipis saat mobil yang ia kendarai semakin dekat dengan objek yang ia lihat.

Fajar menepikan mobilnya tepat di depan seorang perempuan yang tengah berjongkok di pinggir jalan.

"Senja, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Fajar setelah menurunkan jendela mobilnya.

Perempuan itu mendongak menatap Fajar dengan sendu.

"Ada apa? Kau baik-baik saja?" Fajar merasa panik melihat raut wajah Senja.

"Kenapa kau di sini?" Pertanyaan dari Senja membuat Fajar mengernyitkan keningnya. Hey, bukankah seharusnya perempuan itu menjawab pertanyaan Fajar?

"Apa kau tidak malu dilihat orang lain karena berbicara sendiri?"

Fajar mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya tengah menatapnya aneh. Ah, Fajar hampir saja lupa bahwa hanya dirinya yang bisa melihat perempuan tak kasat mata itu.

Bukan, Fajar bukan termasuk orang yang memiliki indera ke-enam. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana dirinya bisa berbeda dengan orang lain. Dan itu terjadi hanya pada Senja, pasiennya yang sekarang tengah koma hampir lima bulan.

"Ya sudah, cepat naik! Kita pulang." Fajar mengabaikan orang-orang yang masih melihatnya dengan aneh.

Senja pun berdiri seraya merapikan rok selututnya. "Kau menyuruhku naik mobilmu? Kau gila."

Lagi-lagi Fajar hanya mengernyit.

"Aku bahkan tidak bisa menyentuh mobilmu, bagaimana mungkin aku menaikinya?" lanjut Senja dengan kesal.

"Kalau begitu, sampai jumpa di rumah!" teriak Fajar sambil melambaikan tangannya dan kembali melajukan mobilnya meninggalkan Senja.

Ya, sudah hampir lima bulan Fajar hidup dengan perempuan tak kasat mata itu, membuat Fajar hampir gila.

....

Entah bagaimana caranya, Senja sudah berada di apartemen milik Fajar saat laki-laki itu baru saja sampai. Secara logika, Fajar yang menggunakan mobil harusnya tiba lebih cepat daripada Senja yang berjalan kaki. Tetapi Fajar sudah tak peduli, ia sudah terbiasa dengan keanehan yang terjadi akhir-akhir ini.

"Bagaimana keadaanku?" tanya Senja di depan pintu saat Fajar baru saja melepaskan sepatunya.

"Kau menyambutku dengan pertanyaan seperti itu?" Bukannya menjawab, Fajar justru melewati Senja dan turut bertanya yang disertai dengan kekehannya.

"Memangnya apa yang harus ku tanyakan untuk menyambutmu?"

"Kenapa tidak menanyakan keadaanku? Aku sudah bekerja hampir 24 jam," jawab Fajar dengan nada bercanda sambil menarik ikatan dasinya saat mendudukkan dirinya di sofa.

Senja menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia tahu benar bahwa Fajar yang sudah bekerja dari jam 7 kemarin malam hingga jam 5 sore ini tidak seharusnya diberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan laki-laki itu. Tetapi rasanya Senja tidak punya hak untuk menanyakan hal basa-basi yang menenangkan pikiran Fajar.

"Baiklah," lirih Senja setelah berdiri di samping sofa. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa ada masalah? Kau sudah makan? Apa aku harus menyiapkan makanan? Atau kau mau mandi dulu?"

Pertanyaan beruntun yang terdengar dipaksakan dari Senja itu berhasil membuat Fajar tertawa.

Setelah menggulung kedua lengan kemejanya, Fajar turun dari sofa untuk duduk bersila di lantai. Tangannya menepuk ruang kosong di hadapannya. "Duduklah."

Kumpulan CerpenМесто, где живут истории. Откройте их для себя