Part Two

7 1 0
                                        

"Kakak gak punya adik to?" Ujarnya setelah berbicara sebanyak buih di lautan.

"Ada, perempuan. Dia masih kelas satu SMA. Tapi dia sekolah di Palembang."

"Wah enak dong ya kalo kakak main ke Palembang ada yang ngajak jalan hahaha."

"Ngapain ke Palembang, panas. Enak di kampung, udaranya masih seger."

"Yah aku kan belum pernah ke Palembang kak. Aku Add kakak lo di Facebook. Kok gak di konfir sih." Ia mengalihkan pembicaraan.

"Gak tau, jarang buka."

"Wah bener-bener ya. Pasti di kosan tidur mulu ya atau main game."

Ia terus saja berceloteh padahal aku hanya mengangguk-angguk. Kenapa dia betah sih bicara banyak padahal aku hanya iya iya atau tidak. Ku akui, tak semua orang tahan lama-lama bicara denganku, tapi ia beda. Apakah ia hanya begini padaku? Atau memang baik pada semua orang ya. Entahlah, aku tak pernah memperhatikannya. Diriku sendiri saja tak ku perhatikan, apalagi orang lain.

Nyatanya aku mulai merasa bahwa bersama orang lain tak selalu membuatku risih. Dan perempuan tak melulu menyebalkan karena hanya bisa memukul ataupun mencubit. Tak semua perempuan bersikap demikian. Perlahan aku mulai terbuka dan bercerita aktivitas harianku di kosan, atau seringkali aku duduk sendiri di pinggir sungai dekat sekolah ketika jam kosong untuk menghindari keributan di kelas. Bahkan ketika aku terjengkang ke sungai. Ia hanya terpingkal-pingkal sambil memukul ranselnya. Ya, aku suka sendiri. Tapi bersamanya aku merasa bahwa kebersamaan mampu membawa ketenangan pula. Aku merasa kalau selama ini hidupku sangat monoton dan temanku pun sedikit. Bisakah aku sepertinya? Menjadi seseorang yang sangat easy going. Lagi-lagi aku berpikir aneh-aneh dan baru tersadar ketika ia menepuk-nepuk pundakku.

"Kak, kak. Udah nyampe rumahku, kok jalan terus sih. Mau bawa aku kerumahmu ya?"

"Ah ya ampun. Maaf ya haha..."

"Lah kok malah ketawa sih." Ujarnya sambil turun dari motor. "Makasih kak. Jangan bosen ya kalo aku ikut lagi hehe."

"Duluan ya."

"Ya kak. Hati-hati." Ia melambaikan tangan.

***

Kadang kita punya rencana dalam hidup kita, tapi kadang apa yang terjadi malah diluar kendali dan harapan. Ya, manusia bisa berencana tapi tetap saja tangan Tuhan-lah yang menjadikannya seperti apa. Bukankah Tuhan memberi sesuai apa yang kita butuhkan? Jikalau kita berpikir untuk memiliki sesuatu karena kita menginginkannya namun kita tak benar-benar membutuhkannya hingga kita tak bisa menggapainya, yah takdir Tuhan-lah yang paling baik untuk hambanya. Maka dari itu, jika menginginkan sesuatu tak usahlah terlalu ngoyo. Bukahkah sesuatu yang 'terlalu' itu tak baik? Terlalu cantik, nanti para lelaki minder untuk mendekati. Terlalu tampan, nanti malah membuat pingsan para perempuan yang melihatmu di jalanan. Atau terlalu jelek, wah nanti malah susah untuk menemukan orang yang mau menerima kejelekan kita. Semua sudah ada porsinya, kita harus selalu bersyukur pada apa yang Tuhan beri.

"Ketika aku melihatmu, musim kemarau terasa seketika berubah menjadi musim salju. Kau benar-benar anugerah terindah dari Tuhan, kak. Aku sudah lama mengimpikan menjalani hari-hari bersamamu, kau bermain gitar dan aku menyanyi, kita tertawa bersama kalam sang nirwana di bawah pohon diiringi pula nyanyian burung bersama balutan nyiur. Kau bawakan untukku sebuah payung jika hujan dan kita pulang sekolah bersama. Atau kau cipta sebuah lagu cinta khusus untukku dan kau nyanyikan dihadapan teman-temanmu untuk menunjukkan betapa sayangnya kau padaku, betapa bahagianya kita berdua. Maafkan aku kak, rasanya tak kuat aku menahan jeritan hati yang begitu menyiksa diri jika tak kuutarakan. Apapun jawabanmu akan ku terima dengan kelapangan hati yang kupunya." Sebuah pesan dari facebook messengersku.

Daebak! Ada gadis yang suka padaku. Kemana saja aku selama ini hingga tak sadar jika ada gadis yang pandai nge-dance itu suka padaku. Apa? Apa yang harus kubalas. Memikirkannya saja aku tak pernah. Kartika? Benar-benar gadis tak terduga. Menurutku, dia gadis yang begitu lincah, kata-kata yang keluar dari mulutnya juga lebih banyak terasa pedas daripada manisnya. Tubuhnya kurus, berkulit putih, rambutnya hitam lurus, wajahnya tirus, ditambah hidungnya macung, cukup cantik jika kujadikan pacar. Tapi entahlah, aku tak ingin jadi pacarnya mengingat akan tingkahnya yang memang genit pada cowok-cowok dan kata-katanya yang agak 'kotor' sering keluar dari mulutnya. Bisakah aku berpacaran dengan gadis seperti itu? Atau kucoba saja ya. Tapi tidak, aku rasa aku lebih suka jika kami berteman saja. Kemudian terlintas dalam anganku, andai semua gadis seperti Sarah. Hei Raka sadarlah! Mana mau Sarah sama kamu hahaha... aku tertawa sekenanya. Kuputuskan untuk membalas pesan Kartika, namun aku tak bisa jadi pacarnya karena alangkah baiknya jika kami berteman saja. Walaupun cinta bisa diusahakan, namun memaksakan cinta bukannya hanya akan menyiksa diri sendiri. Begitulah menurutku.

***

UNPREDICTABLEWhere stories live. Discover now