Q22. Teori Kebahagiaan Miyu

Start from the beginning
                                    

“Bu Irene baper maksud kamu? Lagian terlalu manis di mulut sih, liat keadaan lawan bicara juga dong. Dia tipikal yang gimana. Bukan berarti jualan harus berlebihan sampe kirim-kiriman hadiah.”

“Astaga, Mas. Gue kagak tau kalimat dan tindakan mana yang bikin dia baper. Sejak awal dikenalin sama Pak Sehun aje gue liat Bu Irene ini bukan tipe yang akan mudah membuka hati. Apalagi waktu itu dia resmi cerai kan. Gue cuma memberi nasihat sewajarnya. Lo tau sendiri lah kalo kita gak bisa nyentuh ranah psikologinya, gimana dia mau ngasih kepercayaan buat beli produk kita.”

“Bener sih kata kamu, tapi ternyata dari metode pendekatan seperti itu Bu Irene malah maju terus pantang mundur. Raden yang baca lebih dulu isi suratnya, kan? Kalo gak macem-macem sih mestinya Raden gak marah, tapi liat kamu sampe ngungsi di GSM pasti masalah semakin parah.”

Mingyu menghela napas lagi. “Ya gitulah, Raden marah besar. Gue gak bisa menjelaskan saat itu karena banyak faktor Mas. Pertama, karena udah malem. Kedua, gue lagi di rumah mertua. Dan ketiga, Miyu udah tidur. Kalo gue maksa menjelaskan sesuatu yang bahkan gue belum punya bukti konkretnya, Raden malah makin parah lagi kalo ngamuk. Gue menghargai semua, termasuk anak istri. Bahkan termasuk diri gue sendiri. Gue gak mau dan takut banget kalo kebawa emosi.”

“Tapi gak langsung pergi juga, Gyu. Jelasin pelan-pelan sambil peluk Raden misalnya. Tenangin pikiran dia biar gak ada yang menganjal di hatinya. Jadi, ibu muda itu pasti gak mudah. Apalagi dalam keadaan sensitif yang mestinya mendapat banyak perhatian.”

“Udah Mas, gue coba nenangin dengan bertanya ada apa tapi Raden malah semakin marah. Gue gak mau bikin dia makin marah. Apa tindakan yang gue ambil sekarang sebuah kesalahan besar?”

Rowoon mengangkat bahu. Dia belum pernah berumah tangga dan gak tau kronologi kisah yang sebenarnya. Bisa aja Mingyu menyampaikan itu dari sudut pandang yang penuh akan subjektifitas. Bisa jadi bertentangan dengan maksud kemarahan Wonwoo.

Rowoon gak mau mencampuri terlalu dalam. Bukan berarti angkat tangan, namun keputusan akhir selalu ada di mereka yang mengalaminya. Rowoon hanya bisa berikan nasihat, meluruskan yang salah, dan menyumbang solusi dengan harapan berdampak positif untuk semua pihak.

“Kamu lupa Raden itu siapa? Istri kamu, Ibu dari anak kamu. Orang yang udah mengandung dan melahirkan Miyu. Meskipun dia sedang cemburu, bukan berarti kamu bisa pergi seenaknya. Turunkan emosi, ngertiin dia, pahami moodnya. Kamu gak nyesel ninggalin anak istri dalam keadaan gak kondusif gini?”

Rambut diusak kasar. Mingyu pusing kawan-kawan, di satu sisi ingin marah namun di sisi lain dia harus menjaga kewarasan. Masalah ini gak bisa dihadapi dengan dua kepala batu, seenggaknya Mingyu pergi bukan untuk lari. Namun melancarkan cara lain yang diharapkan bisa digunakan untuk memberi solusi.

“Gue tau, Mas. Gue sayang banget sama Raden dan Miyu. Karena gue cinta keluarga kecil gue, rasanya gak mau larut dalam emosi kalo iya malam ini kami adu mulut. Gue cuma gak mau menyesal nantinya karena ladenin kemarahan Raden. Bukannya lo tau sikap buruk gue gimana? Saat marah gue bisa ngeluarin kata dan kalimat yang gak ngenakin. Gue pengin menyelesaikan masalah ini dengan cara lain.”

Rowoon menatap Mingyu serius. “Tapi sampe kapan kamu akan jauh dari Raden? Sehari? Dua hari? Seminggu?”

“Entahlah, yang pasti sampe masalah selesai. Besok gue akan ketemu Bu Irene dan minta penjelasan dia.”

“Kalo masalah makin keruh juga? Kamu akan tetap lari-lari begini?”

Nah ini, Mingyu menggeleng belum tau apa yang harus dia lakukan nanti. Jika masalah semakin runyam, mungkin Mingyu hanya bisa melihat Miyu dari wallpaper hapenya saja.

QuerenciaWhere stories live. Discover now