03. Langkah Baik Hati

266 53 2
                                    


¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Semilir angin menyapu wajahku. Kacamataku jadi melorot, tapi bukan itu penyebab sebenarnya. Kacamata bundar yang bertengger ini lumayan kendor karena bagian sisi kanan dan kirinya belum kukencangkan sejak enam bulan yang lalu. Biasa, kacamata murah, ada saja kekurangannya.

Sekarang di sinilah aku. Duduk di bangku taman rumah sakit sendiri, karena memang aku tidak mengenal orang-orang yang ada di sini.


Tadi saat Ryujin dengan heboh menyeretku di hadapan Yeji dan mengatakan...

"Untuk menghilangkan kebosanan, kau bisa menganiaya dia sepuasmu, Yeji!"

Gadis bermarga Hwang itu nampak makin terkejut. Gelagatnya kaku dan langsung memalingkan muka. Aku tahu, aku tahu bahwa ia pasti merasa malu padaku.

Jadi saat Jeno berbisik pada gadis bodoh itu, "Kau gila ya, Ryujin! Kau membuat Yeji tertekan!" Aku segera mengambil langkah lebar-lebar untuk keluar dari ruangan.

Aku sungguh merasa tidak enak hati dengan situasi tadi. Seperti... aku sedang menertawakan penderitaannya. Padahal bukan begitu. Aku sangat sedih saat menatap mata sipit Yeji yang sebelumnya tak pernah kupandang. Mata berkilau yang hampa. Tidak pernah kusangka nasibnya akan jadi begini.



Setelah kira-kira tiga puluh menit duduk menganggur, aku memilih untuk pulang. Yah, seharusnya itu kulakukan dari tadi, mengingat aku bukan bagian penting yang dicari orang kelas. Namun langkahku terhenti.

Sekarang aku berada di depan pintu kamar rawat Yeji yang tak sengaja kulewati. Melalui kaca kecil di pintu berplitur, aku dapat melihat sosoknya. Yeji yang menangis di pelukan kembaran. Bahunya naik turun. Ia memeluk Hyunjin erat sambil seperti mengatakan sesuatu, kemudian menangis lagi.

Aku tertegun sejenak.

Dengan mata kepalaku, ini adalah kali pertama aku melihat Hwang Yeji--gadis paling angkuh sejagat--menitikkan air mata. Aku terlalu memaku pandang padanyaa, hingga Hyunjin mengetahui keberadaanku. Sedikit terhenyak, aku segera melanjutkan langkah agak kaku.



***



Minggu pagi aku kembali ke rumah sakit yang sama. Tidak, tentu bukan untuk menjenguk Yeji. Aku tidak se-kurang kerjaan itu untuk melakukannya. Ibu mengajakku menjenguk bibi Sooyeon yang dirawat karena anemia. Beliau adalah sosok yang baik hati dan ramah. Aku ingat sekali, saat aku masih kecil, beliau kerap memberi cupcake manis dengan taburan meses warna-warni satu keranjang penuh.

Ibu membawa satu keranjang buah-buahan manis, dan aku membawa sebucket bunga. Bibi Sooyeon tersenyum, wajahnya mirip sekali dengan ibu.

Banyak hal yang ibu dan bibi bicarakan, namun aku sebagai seorang anak laki-laki, jujur saja tidak terlalu tertarik dan nyambung dengan arah pembicaraan mereka. Jadi setelah meminta izin, aku pergi ke taman lagi, sendiri.


April untuk Yeji •jinyoung•✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora