Sorrow

27 0 0
                                    

"Ayo kita menjenguk Risa, dia pasti senang sekali bertemu dengan Rai", ajak Baraka

"Iya, kita harus kesana. Kalian duluan saja, aku ingin bicara sebentar dengar Rai", jawab Emily

"Baiklah"

Baraka dan Ron lalu pergi duluan. Rai dan Emily masih duduk di padang rumput tempat mereka bertarung tadi. Diam, dan hening sekali. Hanya suara angin yang berhembus ke telinga mereka.

"Rai, apa kau memang tidak ingat apa-apa mengenai masa lalumu?" Emily memecah keheningan.

"Maafkan aku. Tapi aku tidak ingat. Yang aku ingat saat aku terbangun hanyalah namaku, dan nama seorang wanita bernama Aurelia", jawab Rai.

"Apa kau ingat wajahnya?"

"Tidak terlalu jelas. Dalam mimpiku itu, wajahnya terlihat samar-samar".

"Apa yang terjadi di mimpimu itu?"

"Tak banyak, kami sedang berpegangan tangan. Mengucap janji bahwa suatu hari nanti kami akan berjumpa kembali. Saat api di sekeliling kami mulai membesar, aku langsung terbangun".

"Begitu ya", Emily yang dari tadi terlihat paling ceria, kini tiba-tiba berubah menjadi sedih. Ia meneteskan sedikit air mata, tapi cepat-cepat langsung dihapusnya karena Ia tak mau Rai melihat air matanya.

"Yang terpenting sekarang kau sudah kembali Rai, jangan pernah pergi menghilang lagi ya", tatapan Emily masih menyisakan air mata yang ditahannya. Tersenyum kecil penuh pinta.

"Aku janji", jawab Rai sambil tersenyum.

"Baiklah, ayo kita pergi ketempat Risa, salah satu teman kita dulu. Dia pasti sangat merindukanmu", Emily lalu berdiri dan mengajak Rai pergi.

***

Rai dan Emily pun berangkat menuju rumah Risa yang berada dalam desa. Sesampainya disana, Emily langsung membuka pintu dan menuju kamar si Risa. Baraka dan Ron sudah berada di dalam duduk di sebelah wanita yang terbaring lemas di tempat tidurnya.

"Hai, Risa. Bagaimana keadaanmu?" Emily langsung memeluk dan mencium pipi Risa.

"Aku baik-baik saja Risa. Tumben sekali kalian semua datang kesini bersamaan", jawab Risa yang lalu duduk bersandar di kasurnya.

"Lihat siapa yang datang bersamaku", kata Risa seru.

"Siapa itu?" tanya Risa penasaran. 

"Hai Risa, sudah lama ya", kata Rai sambil tersenyum. Tak mungkin RIsa melupakan suara serta senyuman khas dari Rai itu. Matanya langsung berkaca-kaca. 

"Rai? Kau benar-benar Rai?" Tangannya yang lemah langsung menggapai tangan Rai dan menariknya untuk melihatnya lebih dekat.

"Kau benar-benar Rai! Syukurlah kau masih hidup. kemana saja kau selama ini?" Tanya Risa.

"Biar aku yang menceritakannya", Emily dan Baraka mengatakannya serentak.

"Hei, aku yang bertemu dengannya duluan", kata Baraka.

"Tapi aku lebih baik dalam hal menyampaikan cerita daripada dirimu serigala jelek", balas Emily

"Hei sudah-sudah, kalian ini selalu saja bertengkar seperti anak kecil. Biar saja Rai yang berbicara", kata Risa.

Rai lalu menceritakan semua yang terjadi pada Risa

"Jadi kau juga tak ingat siapa diriku?" Tanya Risa

"Maafkan aku, tapi aku yakin nanti aku akan ingat. Setelah aku bertemu dengan Ron, Baraka, dan Emily. Aku mulai mengingat masa lalu ku sedikit demi sedikit", kata Rai.

Saat di perjalanan tadi, Emily menceritakan mengenai penyakit yang diderita Risa kepada Rai. Risa terkena penyakit terkutuk yang di sebar oleh kerajaan Eazim pada orang-orang. Penyakit ini akan melumpuhkan pengidapnya membuat mereka tidak bisa berjalan. tubuh mereka akan melemah dan kematianlah yang akan menunggu pada akhirnya. Hanya ramuan dari bunga Lilith yang bisa menyembuhkan total penyakit ini. Namun, Risa bisa bertahan hidup karena ramuan yang dibuat oleh tabib desa yang mampu menahan racun tersebut untuk tidak membunuh pengidapnya. Namun tetap saja, penyakit itu tidak akan bisa hilang tanpa ramuan bunga Lilith.

Ada banyak cara penyebaran penyakit ini. Bisa dengan cara menebar racun penyakit itu ke tanaman atau juga ke sungai. Sehingga ketika ada yang memakan hasil dari tempat itu langsung terkena penyakitnya. Bahkan mereka juga tak segan-segan untuk menyuntikkan racun itu langsung kepada para pemberontak untuk membunuh mereka secara perlahan.

"Ron, Baraka. Ayo bantu aku menyiapkan makanan untuk kita", kata Emily

Tinggalah Rai dan Risa berdua berada dalam kamar itu. Rai lalu melihat ke sekeliling dinding kamar Risa. Terdapat banyak sekali lukisan

"Kau hobi melukis Risa?"

"Ya, aku sangat suka melukis sejak aku masih kecil. dan sekarang, hanya itu yang bisa aku lakukan"

"Lukisan-lukisanmu indah sekali", puji Rai sambil melihat-lihat. Lalu matanya terhenti saat melihat sebuah lukisan yang isinya seorang pria dan wanita sedang duduk dibawah pohon. Si wanita tersenyum manis melihat kearah pelukis sedang si pria melihat kearah lain seolah bosan menjadi objek untuk dilukis.

"Ah, lukisan itu. Itu adalah dirimu dan Aurelia. Aku masih ingat saat itu kau bosan sekali menunggu aku selesai melukis. Sedangkan Aurelia bisa mempertahakan senyumannya. hahaha", kata Risa sambil tertawa. Rai memegang lukisan itu dan melihatnya cukup lama.

" Aurelia, wanita yang cantik ya"

"Iya, dia sangat cantik bahkan putra mahkota kerajaan Eazim saat itu pernah meminangnya. Ditolak tentu saja", Risa tertawa kecil.

"Rai, aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat tapi aku ingin mengatakan sesuatu padamu". 

"Apa itu Risa?"

"Aku ... ", suara Risa tertahan. 

"Aku akan meninggalkan dunia ini sebentar lagi", Kata Risa lirih

"Risa! Jangan berkata seperti itu, tenang saja. Aku pasti akan mendapatkan bunga lilith itu untukmu!"

"Tidak apa, Rai. Kini aku mulai berpikir bahwa ramuan bunga lilith itu hanya kebohongan kerajaan Eazim saja. Agar saat bunga itu mekar, para kaum pemberontak akan keluar dari persembunyiannya dan menyerang. Dan mereka akan siap melawan dengan kekuatan penuh untuk memusnahkan kaum pemberontak"

"Tidak! Meski begitu, pasti ada cara lain untuk menyembuhkanmu. Aku janji, aku akan menemukannya"

"Kau memang pria yang selalu percaya diri Rai", Risa memalingkan pandangannya keluar jendela.

"Risa...", Rai tak tahu harus bicara apa.

"Kau tahu Rai? Ada hal yang jauh lebih ku takuti ketimbang kematian", Risa melanjutkan

"Apa itu?" Tanya Rai

"Selama ini aku tak pernah membuat Emily menangis. Itu adalah hal yang paling ku banggakan dalam hidupku. Dan sepertinya, dia akan menangis saat melihatku pergi nanti. Itu akan merusak pencapaianku selama ini", Risa mulai meneteskan air matanya.

"Saat dulu kami memakamkan jasad Aurelia. Emilylah yang paling kuat tangisannya. Dia memang selalu bertingkah ceria dihadapan kita semua. Tapi jauh dalam hatinya, dia sangat mudah kesepian. Dan membayangkan dia nanti menangisi kepergianku, itu membuatku sangat sedih", Mata Risa berkaca-kaca memandang keluar jendela. Ia tak sanggup menatap Rai.

"Bisakah kuminta satu hal padamu Rai?"

"Tentu saja"

"Jangan pernah meninggalkan Emily dan berjanjilah padaku dia akan selalu menjadi wanita kuat yang selalu ceria, bahkan setelah kepergianku".

"Baik, Risa. Aku berjanji".

"Kemarikan kelingkingmu, beginilah cara kita berjanji dulu".





You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CorazónWhere stories live. Discover now