15. Three (stupid) Musketeers

260 27 2
                                    

Hari Minggu ini aku habiskan dengan tertidur pulas. Ponsel yang aku cas selama aku tidur sudah terisi penuh. Aku nyalakan ponselku dan sederet pesan menyapaku di layar juga beberapa laporan telepon tidak terangkat. Semua itu pesan dan miss call dari orang tuaku.

>Kita sudah sampai Washington dari tadi siang

>Bagaimana pestamu?

>Kabari kalau ada apa-apa

>Sam ibu meneleponmu lebih dari tiga kali, coba angkat teleponmu

>Sam

>Sam

Aku langsung menghubungi ibuku. Suara  menyambungkan berbunyi di ujung telepon. Ada hening beberapa detik sebelum suara ibu terdengar di telinga.

"Syukurlah Sam, akhirnya kamu menelepon."

"Ponselku mati Bu."

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa bu."

"Ayah bilang kemarin malam kamu datang ke pesta, bagaimana pestanya? Kamu tidak mabuk kan? Sidney bilang kamu menginap. Kamu sudah makan?"

"Pestanya seru. Iya Sam menginap dan Sam sudah makan," aku tidak menjawab pertanyaan ibu soal mabuk. Dan anehnya ibu tidak sadar.

"Kamu baik-baik saja di sana?"

"Semuanya baik-baik Bu."

"Syukurlah."

Ibu sepertinya menjauhkan teleponnya karena aku mendengar ada suara orang-orang yang sedang mengobrol di sana.

"Sam ibu sedang menemani ayah di kantor barunya, pemilik perusahaan sudah datang. Ibu kabari kamu lain waktu."

"Baik sa—"

Tut.

Sambungan itu terputus sebelum aku ucapkan salam. Ibu dan ayah mungkin benar-benar sedang sibuk karena ini hari pertama ayah mengurusi urusan di kantornya.

Aku lempar ponselku ke kasur dan pergi menuju dapur. Jujur saja aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, aneh rasanya kalau aku menjadi begitu semangat untuk hari esok. Mungkin karena alasanku jelas, aku bisa bertemu Lucas.

Semangkuk salad sayur sudah ada di pelukanku dan aku bawa untuk menonton TV. Jariku tidak berhenti memencet tombol remot untuk mengganti saluran. Tidak ada yang menarik. Salad sayurku habis bahkan sebelum aku menonton betul acara di TV. Aku putuskan untuk mematikan TV dan masuk kembali ke kamarku.

Sakit kepalaku sudah hilang, rasa mual bekas semalam juga sudah tidak terasa lagi. Aku benar-benar ingin mengakhiri hariku sekarang.

Aku baringkan tubuhku di kasur, musik Jazz sudah beralun dari speakerku. Denting piano terdengar lembut di telinga menggiringku untuk menutup mata. Sepertinya aku harus membeli piano atau keyboard di rumah. Aku bisa mati bosan jika tidak melakukan apa-apa.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, pukul setengah sebelas malam dan mataku masih sulit terpejam.

***

Mataku membelalak tidak percaya karena aku bangun kesiangan, alarmku tidak berbunyi. Shit. Aku melompat ke kamar mandi dan mengurusi urusanku cepat. Aku ambil tas dan kunci mobilku lalu pergi ke garasi secepat mungkin. Mobilku melesat keluar pelataran rumah menuju sekolah. Sial, aku belum pernah seperti ini.

Suasana lorong sekolah sudah sepi, bel masuk sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Aku mengetuk pintu kelasku perlahan dan Miss Parkinson sudah ada di kelas menatapku dengan tatapan sinisnya yang menelisik dari ujung kaki ke ujung kepala.

The Way You Look At MeWhere stories live. Discover now