4. Another Pain

54 2 0
                                    

"Ma!" Aku berteriak, aku melempar tas dan laptopku sembarangan ketika sesampainya dirumah kutemukan mamaku menangis tersedu-sedu, aku yakin mama sudah lama menangis dan terduduk dilantai, aku bingung apa yang terjadi, jarang sekali kulihat mama menangis seperti ini, aku duduk disebelah mama dan memeluknya, aku tak ingin menanyakan apa masalahnya, aku hanya memeluk mama dan menenangkannya, sangatlah tidak tepat jika seseorang tengah menangis lalu kau tanyakan apa yang terjadi, itu tak akan menghentikan tangisnya namun malah membuatnya semakin menangis. 

Aku memandang sepatu converse  lusuhku, hanyut dalam pikiranku akan semua hal yang terjadi akhir-akhir ini, membuat dadaku sesak dan kepalaku pusing, aku sungguh sangat bingung dan sedih. Ditengah pemikiranku yang kalut tiba-tiba seorang dokter menepuk bahuku.

"Ya dok?" Aku cepat-cepat menghapus air mataku yang entah dari mana sudah membasahi pipi. "Ayah-mu sudah sadar, jika kau mau melihatnya, silahkan" Dokter itu tersenyum mempersilahkanku masuk keruangan UGD ayahku, aku membalas senyumnya dan mengangguk kemudian dokter cantik itu berlalu meninggalkanku yang terlihat sangat menyedihkan, lalu aku masuk kedalam ruang rawat ayah.

"Bagaimana keadaan ayah?" Aku menghelus perrgelangan tangan ayahku, ayah membalasnya dengan muka datar dan matanya menerawang ke langit-langit atap rumah sakit.

"Ayah pasti akan merepotkan kalian lagi dengan penyakit jahat ini" ujarnya menyakitkan hatiku, ku akui hubunganku dengan ayah tidaklah hangat seperti hubunganku dengan mama, namun aku menyayanginya, sangat. Aku dan mama sangat mencintai ayah, meskipun ayah jarang menunjukkan rasa sayangnya, aku tahu cintaku pada ayah selalu terbalas. 

Aku mengerti mengapa ayah bersifat dingin pada aku dan mamaku, aku yakin semua itu ayah lakukan karena dia merasa gagal menjadi seorang kepala rumah tangga, ayah hanya bekerja sebagai seorang supir taksi dan mamaku adalah seorang wanita karir yang gajinya lebih tinggi dari ayahku, ayah merasa bahwa dia rendah dihadapan mama, dia merasa mama menganggapnya remeh karena pekerjaannya, namun aku sangat tahu bahwa mama mencintai ayah dengan tulus, keyakinanku tambah kuat saat kulihat mama yang selama ini cuek dan tegar menangis terisak-isak dan terduduk dilantai saat mengetahui ayah pingsan dan harus masuk UGD karena penyakit paru-paru kronik yang sudah sangat parah. begitupun aku, aku bersyukur terlahir dari orang tua seperti mereka, sama sekali tak ada penyesalan dalam diriku terlahir kedunia ini sebagai Rumaisya anak dari mama dan ayah. 

Meskipun ayahku hanya seorang supir taksi namun dia mampu membiayai sekolahku sampai aku kuliah saat ini, semua uang sekolahku adalah hasil jerih payah ayah, meskipun mamaku berbaik hati ingin membantu biaya kuliahku namun ayah menolak, dia ingin aku tamat sekolah dan kuliah hanya dari uang yang dia hasilkan, uang mama sepenuhnya untuk mama, ayah sama sekali tak mau tahu, dan mama menghargai keputusan suaminya. 

"Ayah tidak pernah merepotkan siapa-siapa" ucapku.

"Biaya untuk penyakit ini sangat mahal, ayah mungkin tidak mampu"

"Kita cari sama-sama yah"

"Kita kau bilang? lebih baik ayah mati saja daripada harus merepotkanmu dan mamamu Rum!" Sifat keras kepala ayah mulai keluar, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Tak lama mama masuk membawa baju ganti ayah karena kata dokter ayah harus dirawat inap untuk pemulihan.

"Sudah mama bilang ayah jangan merokok lagi, jadi terkena penyakit paru-paru kan!" Mama terlihat marah dan kesal, "Belum tentu penyakit ini karena aku merokok" jawab ayah melawan, mama hanya mendesis kesal.

"Sudahlah, jangan saling menyalahkan" Aku melerai, jika tidak keributan antara dua orang tersebut akan memanjang, aku tidak suka keributan terlebih saat ini kami sedang berada dirumah sakit.

"Ayah mau pulang sekarang! ayah tidak mau disini"

"Dokter tidak memberikanmu izin untuk pulang ayah!" ucap mama, 

"Aku tidak betah disini" balas ayah, aku tahu ayah hanya memikirkan biaya pengobatannya jika dia harus berlama-lama dirawat inap dirumah sakit. 

"Harus dibetah-betahin lah" sewot mama, sesaat kemudian ayah batuk dan mama segera mengambilakan minum dan menyodorkan pada ayah.

"Ayah, ayah tahu keadaan ayah sangat tidak memungkinkan untuk pulang bukan? tolonglah yah! jika ayah tetap kekeuh untuk pulang, itu malah akan merepotkan Rum dan mama!" ucapku sedikit membentak, aku tahu ucapanku sedikit kasar, namun aku sudah tak tahan lagi, kepalaku sudah sangat pusing, aku sangat lelah, aku hanya ingin beristirahat.

"Rum mohon yah, jadikan ini lebih mudah, jangan mempersulit, ayah jangan pikirkan apapun, fokus saja pada kesehatan ayah"

"Apa yang dikatakan Rum benar, mama setuju" dukung Mama, kulirik ayah hanya memutar matanya tanpa berkata apa-apa lagi.

"Rum kekantin dulu, mau makan. lapar" Lalu aku bergegas ke luar ruangan dan berlalu kekantin memesan makanan untuk mengganjal perutku.

Ayah harus sembuh, Rum sedih ayah harus sakit

Ayah, Rum mohon, Jangan pikirkan apapun

Ayah, Rum perih, rasanya sangat menyesakkan dada..

Melihat sosok ayah yang awalnya kuat, menjadi begitu lemah diranjang..

Jika ayah sayang, sehatlah yah...

Untuk Mama...

Untuk Rum...

Aku mengeluarkan Iphone yang sudah berjam-jam tidak kulihat, tetap saja tidak ada nama Rama disana, aku mempunyai kebiasaan menceritakan segala hal pada Rama, dan saat ini aku ingin bercerita tentang ayahku padanya, inikah saatnya aku meminta maaf atas kejadian tadi siang? aku memerhatikan chat room-ku dengan Rama, aku menimang-nimang untuk menghubunginya, namun kemudian kuputuskan untuk menyimpan kembali Iphone itu kedalam tas ketika kurasa kembali sesak didadaku yang bertambah dua kali lipat.

Tidak, kurasa ini bukan lagi cinta..

Kau tak membutuhkannya Rum..

Dia sudah berkali-kali menelantarkanmu..

Tidak untuk saat ini..

Kali ini harga dirimu harus kau pertahankan..

Lihat seberapa jauh dia memperjuangkanmu..

kau Ingin tahu bukan?


~~~~~

Melepasmu Untuk Menggenggamnya Where stories live. Discover now