02. Asu and the Team!

52 4 0
                                    

"Syah, gue pinjem buku pe-er ya!" Seorang gadis gesrek yang gue akui sahabat langsung menarik kasar buku catatan matematika gue tanpa ampun. Gue mendelik.

"Su! Tunggu, gue-"

"Gue lupa buat. Jadi gue pinjam catatan lo. Gak pa-pa kalo salah, yang penting gue buat dulu." Asu- begitu namanya- membolak-balik catatan gue. Sampulnya nyaris lepas. 

"Bukan itu, Asu..."

"Lah terus?"

"Gue juga belum buat. Nih lagi nunggu si ranking satu."

"..."

****

Sisa jam pelajaran matematika gue habisin dengan bermenung di depan pintu kelas. Asu juga enggak ketinggalan. Dengan tampang 'Masha'-nya yang sok polos, si doi malah lari-lari di koridor. Biasa, kejar-kejaran sama kucing. Untung gak sama mantan. (Eh, emang dia punya mantan?) 

"Su, jangan di kejer lagi kucingnya!"

"Napa? Kucingnya imut kok. Kayak gue." Asu memperlihatkan ekspresi yang gak akan mau gue lihat lagi ke depannya.

"Coba lihat di belakang lo," Asu refleks berputar ke belakang. Bukannya takut, gadis sengklek itu makin menjadi-jadi. 

  "Wah, ada Bu Kepsek yang selalu bikin saya respek nih.." Asu berubah empat puluh lima derajat. Menyalami tangan wanita yang ada di depannya. Gue pura-pura gak lihat. 

Gue gak ikut... gue gak ikut...  

"Kenapa kalian di luar kelas? Mau saya kasih hadiah?" 

"Hadiah? Apa tuh buk?"

Bu Kepsek tersenyum. Gue lari ke tempat tubuh Asu berada. Menarik tangannya. "Maafin teman saya bu. Kami tadi di hukum karena lupa bikin tugas em-te-ka."

Sang Kepsek mengangkat alis, "Kenapa gak buat?" 

"Soalnya saya kurang ngerti bu..."

"Kenapa gak tanya sama gurunya?"

"Udah saya tanyain lewat chat, tapi gurunya gak balas-balas." 

"Kenapa gak tanya sama teman-teman?"

"Teman-teman yang lain juga gak ngerti..."

"Kenapa gak cari di Brenli?" Bu Kepsek menyebutkan salah satu situs pendidikan di internet.

"Kuota saya habis buk..."

Bu Kepsek yang gue duga udah nenek-nenek itu memincingkan matanya, balik kanan dan menjauhi kami berdua, "Alasan aja kamu..."

Gue dan Asu mematung... 

Sumpah.

 Jadi anak jujur kok susah amat?

****

"Lain kali buat pe-er nya. Kalo susah tanyain aja. Jangan malu-malu. Emang kamu kucing?" Guru matematika yang juga wali kelas kami menceramahi kami. Tangan kanannya masih mengangkat-angkat hape sesekali. Biasa. Orang sibuk, jadi banyak panggilan masuk. Tapi gue yakin, sembilan puluh persen panggilannya paling juga dari rentenir. 

"Jadi, besok bakal mau di ulang?" Guru matematika itu kini menopang dagu dengan tangan kirinya yang dikerubungi cincin. Satu jari ada tiga cincin. Gue menghembuskan napas. Bukan napas terakhir kok. 

Positif tingking, mungkin itu cuma emas KW doang....    

"Karena kalian diam, ibu anggap kalian gak mau ulang kejadian ini lagi. Oh ya, satu lagi pesan untuk kamu," Wanita itu menunjuk Asu dengan Iphone X  yang gue duga kuat masih dicicil habis-habisan. Asu memiringkan kepalanya. 

Hidup itu Nggak SusahWhere stories live. Discover now