Memperkaya Karya dengan Riset

2.5K 368 52
                                    




Pernah nggak lagi enak-enak baca cerita, tiba-tiba kamu merasa aneh? Udah baper sama ceritanya, udah bikin senyam-senyum, eh tiba-tiba ada satu adegan yang bikin kamu mikir, "Hmm... emang bisa ya begini?"

Saat membuat cerita fiksi, kita dituntut membuat adegan atau dialog yang ada di dalam cerita bisa diterima nalar, nggak dilebih-lebihkan, dan nggak membingungkan pembaca. Hindari membuat adegan yang kurang nyambung atau kurang tepat di dalam cerita supaya nggak menimbulkan banyak pertanyaan. Untuk mengurangi hal-hal seperti itu, sebagai penulis kita harus melakukan riset sehingga sesuai dengan logika cerita. 

Sebagai editor, aku banyak menemukan naskah-naskah yang sebenarnya memiliki ide cerita menarik--terutama di Wattpad--yang sayangnya masih kurang riset. Contohnya:

Ada cowok dari SMA Nusa mau memberikan kejutan ke cewek yang disukainya di sekolah SMA Bangsa. Cowok itu pun bela-belain nyamper ke sekolah si cewek, bahkan masih dengan memakai seragam lengkap. Akhirnya, cowok itu langsung menghampiri ke kelas ceweknya sambil memberikan sebuket bunga mawar. 

Adegannya sih harusnya romantis, tapi sayangnya masih terasa kurang pas. Itu karena aku jadi bertanya-tanya, bagaimana bisa cowok itu masuk ke SMA Bangsa, padahal dia dari sekolah lain? Bagaimana caranya dia bisa langsung menghampiri kelas cewek tersebut? Apakah ibu atau bapaknya adalah kepala sekolah di SMA Bangsa makanya dia bisa hafal letak kelas dan diperbolehkan masuk begitu aja sama satpam? Atau dia pernah menjadi satpam di SMA Bangsa, sehingga kedatangannya pun diizinkan dan langsung diperbolehkan masuk sama si satpam?

Atau di lain cerita, ada pasangan yang terlambat dan terjebak macet. Cowok itu mau ngebut, biar mereka nggak dihukum karena guru yang jaga piket saat itu terkenal galak banget! Diceritakan mereka bersekolah di Palmerah dan terjebak macet di daerah Grogol, padahal jam sudah menunjukkan jam 06.50 WIB. Pada akhirnya, di detik-detik pintu akan tertutup, mereka berhasil masuk tepat jam 07.00 WIB.

Aku pun cek di maps, ternyata jarak Palmerah-Grogol (orang Jakarta pasti tahu, nih!) 8,4 km dan waktu tempuh normalnya 22 menit. Ini juga menjadi pertanyaan buatku: Sehebat apa dia sampai bisa menghabiskan waktu 10 menit sampai di tujuan? Apakah dia pembalap F1? Tapi, pembalap F1 pun bisa cepat karena nggak ada kemacetan dan nggak ada rush hour. Apa dia lewat jalan tikus? Tapi kenapa di ceritanya nggak dijelaskan?

Nah, daripada detail yang terlupakan itu menjadi pertanyaan bagi pembaca, lebih baik membuat cerita yang punya detail cukup supaya sejalan dengan logika cerita. Cerita realistis pun kalau bisa diulik tanpa mengabaikan logika, bisa menjadi keunikan loh. Semisal, kalau saja pasangan itu terlambat dan dihukum, siapa tahu mereka jadi sadar betapa waktu itu sangat berharga dan akhirnya menghargai momen di antara mereka. Atau kalau saja cowok dari SMA Nusa itu nggak diperbolehkan masuk--dimarahi, bahkan diusir, siapa tahu cewek yang disukainya jadi mempertimbangkan perasaannya setelah melihat keberanian dan nggak tahu malunya si cowok tersebut.

Maka dari itu, mengenai riset dan kesesuaian logika cerita, kali ini aku akan bahas dua poin utama dan krusial yang masih sering banget kurang digali oleh penulis.

1.      Karakter

Ketika kita sudah menemukan tokoh yang akan mengisi cerita, kita harus membuat karakter di tiap tokoh itu menjadi jelas dan detail. Dari pemeran utama, pemeran pendukung, sampai pemeran yang hanya numpang lewat aja. Intinya, kemunculannya itu harus ada maksud dan tujuan, bukan hanya tempelan atau biar banyak-banyakin halaman.

Buatlah karakter fisik dan psikis dari tokoh tersebut dengan detail. Semisal, kita membuat narasi 'Topan adalah sosok yang tampan,' seperti apa 'tampan' di bayangan kita? Karena tampan menurut setiap orang itu berbeda loh. Contohnya, di dalam bayanganku yang tampan itu seperti Donghae. Tapi, nggak semua pembaca akan berpikir yang sama, kan?

Kita bisa menjabarkan dengan detail seperti apa ketampanannya. Contoh:

Topan memiliki garis rahang yang tegas dan bibir yang tebal. Kulitnya begitu halus sampai bulir keringat di pelipisnya dapat meluncur dengan cepat. Seragam yang dipakainya melekat dan pas di tubuhnya, meski terlihat sedikit mengatung. Melihatnya seperti ini, aku menyadari bahwa dia sangat tampan. Pantas saja Topan sangat populer.

Jangan hanya mengatakan tokoh itu cantik dan tampan aja, tapi kita harus bisa mendeskripsikan bagaimana fisik tokoh tersebut. Rambutnya keriting atau lurus? Tinggi atau terlihat mungil? Dengan deskripsi sedetail ini, karya akan menjadi kaya dan pembaca akan mudah membayangkan tokoh seperti apa yang kita buat.

Untuk keadaan psikologis tokoh (psikis), kita juga harus mempertimbangkan apa kelemahan dan kelebihan dari tokoh tersebut. Jangan hanya memasukkan yang bagus-bagus aja. Semisal, kita ingin membuat salah satu tokohnya memiliki penyakit asma. Nah, kita bisa riset mengenai asma itu apa, bagaimana gejala dan penanganannya, dan kemunculannya biasanya karena apa. Setelah riset, kita bisa memasukkan itu ke dalam cerita sehingga karakter bisa lebih berkesan bagi pembaca.

2.      Latar

Latar berhubungan dengan tempat, waktu, dan suasana. Latar juga sangat penting di dalam cerita. Sering kali aku menemukan cerita yang kurang mengeksplor latar.

Semisal, kita ingin membuat kota Bandung sebagai latar. Kita bisa memasukkan destinasi wisata atau kuliner yang memang ada di Bandung. Kalaupun bukan warga Bandung, tanpa harus ke Bandung kita bisa riset dengan menjelajahi internet untuk tahu Bandung itu seperti apa.

Contoh:

Bintang yang bertaburan di langit menambah kesan mewah saat aku memasuki The Valey Café di Bandung. Aku tak bisa menutup mulutku ketika memasuki café ini. Apalagi, saat melihat bukit Dago terbentang dengan indahnya dan lampion-lampion menghiasi sudut café ini. Angin yang bersemilir menerpa wajahku. Aku begitu larut hingga tidak sadar Topan sudah meraih kursi kayu dan mempersilakanku untuk duduk. 

Dengan narasi tersebut, pembaca bisa membayangkan bagaimana latar tempat tokoh berada. Suasana romantis di malam hari di restoran yang cozy. Tanpa pergi ke tempat itu, aku bisa melakukan riset dan mencari tahu, sehingga bisa menjelaskan bagaimana gambaran The Valey Café kepada pembaca. Selain itu, kita juga bisa menambahkan hal-hal lain yang bisa menunjang betapa kerennya tempat yang didatangi si tokoh.

Ada banyak informasi yang tersedia kalau kita searching di internet, buka instagram, youtube, atau media lainnya. Ditambah kekuatan imajinasi, kita nggak perlu khawatir kehabisan ide dan referensi untuk latar atau tokoh cerita buatan kita.

Jadi intinya, memperkaya karya bukan berarti harus berisi tokoh ataupun latar yang bergelimang kemewahan. Tetapi juga memasukkan detail-detail yang pas sehingga karya itu akan melekat di hati pembaca. Untuk kamu yang sudah menulis naskah atau baru akan menulis, cobalah perbanyak riset dengan membaca, mencari tahu, dan memperhatikan sekeliling kamu. Tuangkan apa yang kamu lihat, berikan detail-detail yang penting, dan perkaya naskahmu dengan informasi yang bisa berguna bagi pembaca. Selamat menulis!

-Claudia-

Tulisan ini adalah hasil pemikiran pribadi editor yang bersangkutan, tidak mewakili Penerbit Clover secara keseluruhan.

Cuap-Cuap EditorWhere stories live. Discover now