Aku tahu Isaac menginginkanku keluar dari dalam mobil dari membaca gerakan bibirnya. Namun justru disitulah masalah datang. Begitu aku membuka pintu, tiba-tiba tulang yang ada di kakiku berbunyi cukup keras dan membuatku kaget hingga terjatuh dari dalam mobil.

Kejadian dramatis berikutnya bukanlah dikarenakan olehku karena aku sama sekali tidak bermaksud membuat mereka mengira aku sudah mati. Makanya aku kesal pada Jason yang mendadak jadi bodoh dan langsung percaya kalau aku sudah mati.

Dan karena itulah, satu orang jadi pingsan karena orang bodoh, satu orang tertembak oleh orang bodoh juga, sementara orang bodoh tertembak dengan orang tolol. Aku heran, kalau mereka masih bodoh seperti ini, kenapa mereka mau-maunya melakukan permainan bodoh dan rahasia seperti ini?

Sebelum meninggalkan dua orang bodoh dengan mobil mereka di dermaga ini, aku menatap wajah Ariana yang sedang pingsan dan Isaac yang darahnya semakin banyak keluar. Aku mengeluarkan ponselku sambil menginjak gas dan menekan beberapa nomor.

“Halo? Suruh siapa aja buat ngurus dua orang bodoh sekarat di dermaga.” Tanpa mendengarkan kata-kata persetujuan dari orang yang ku telefon, aku langsung mematikan ponselku.

Berhubung Jason sedang dalam keadaan tak sadarkan diri, maka sekaranglah saat yang tepat untuk menunjukkan siapa diriku sebenarnya dari caraku menyetir. Sudah lama sekali aku tidak mengebut di jalan raya.

Aku masih tidak tahu sekarang sedang berada dimana. Tapi yang pasti, begitu aku menemukan rumah sakit terdekat, aku langsung melemparkan Jason kesana. Tak peduli rumah sakit yang seperti apa, tapi nyawa Jason harus tetap berada di dalam tubuhnya dan tak boleh pergi kemana-mana.

Sementara itu, aku harus menghubungi Selena untuk membantuku sedikit dalam membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu karena aku sama sekali tidak memegang uang satu sen pun. Untunglah Selena mengerti dan aku jadi bisa tenang sedikit.

Beberapa jam berikutnya, aku sudah berada disamping Jason. Menunggunya sadar dari bius yang sempat disuntikkan padanya pasca operasi. Aku merinding sendiri melihat tubuhnya itu dan membayangkan bekas-bekas operasi yang mengerikan.

Kira-kira sudah ada berapa banyak bekas yang dia koleksi, ya? Daripada memikirkan itu, lebih baik aku tidur. Tunggu. Tidur atau makan? Aku berfikir sejenak disamping tempat tidur. Sulit untuk memutuskan hal apa yang harus terlebih dahulu dilakukan diantara dua kegiatan mengenakkan itu.

Tapi setelah difikir-fikir, bagaimana caranya aku akan mendapatkan makanan kalau uang saja tidak ada. Aku menghela nafas. Sepertinya aku akan tidur saja supaya tidak terasa lapar.

Sambil memejamkan mataku, aku tersenyum. Membayangkan wajah Ethan dan Emily ketika bertemu dengan ayah mereka nanti lalu kami akan berkumpul sebagai sebuah keluarga yang bahagia. Tanpa pengganggu macam apapun dari luar.

***

Kurasakan adanya sebuah tangan yang mulai menyentuh salah satu bagian tubuhku namun aku tidak tahu dia menyentuh apa. Aku ingin menghentikannya tetapi entah kenapa rasanya nikmat sekali hingga aku makin terbuai oleh sentuhan tangan itu.

“Kimberly, wake up honey.” Aku menggumam tak jelas sambil merengganggkan tubuhku dan kembali tidur. Tak mengacuhkan panggilan orang itu. Lalu, tangan itu kembali terasa menyentuh bagian itu lagi membuatku ingin tertidur makin lelap.

Aku tidak ingin terbangun sekarang juga. tidak ketika aku sedang tidur di dalam pangkuan Jason. Aku mengintip menggunakan salah satu mataku agar tidak ketahuan oleh Jason. Ternyata jauh lebih baik daripada yang ku kira. Jason juga sedang tiduran disebelahku.

KIMBERLY 2: The Scarlet ReturnWhere stories live. Discover now