Now it's over

161 8 3
                                    

Oh tidak.

Tidak, tidak, tidak.

Sial, sial, sial.

Orang itu bodoh, atau buta? Aku sudah mengancamnya dengan pistolku, namun dia makin berani bahkan dia langsung menembak Jason hingga langsung mengenai pinggangnya dan Ia pun berteriak kesakitan. Sejak Jason tertembak, aku tak ada henti-hentinya menyumpahi orang ini sampai aku ikut menembaknya juga secara bersamaan.

Benar-benar pria pemberani sekali dia, selesai menyiksaku sampai aku nyaris meregang nyawa, kini dia ingin menghabisi Jason juga? ku harap tembakanku tadi berhasil membuat nyawanya melayang.

Ariana yang pingsan, Isaac yang tak bergerak setelah tertembak, dan Jason yang menahan rasa sakit mati-matian sendirian dan hampir ambruk. Tanpa memperdulikan rasa sakit kakiku sendiri karena memang sakitnya tak seberapa dibandingkan pinggang Jason yang terkena tembakan.

“J! J! tahan dulu J! gue mohon lo jangan mati duluan Jeeeee!!!!” teriakku sambil meletakkan kepala Jason diatas pahaku. Mata Jason yang ingin menutup kembali terbuka sedikit dan dia tersenyum lebar melihat wajahku. Aku bisa saja membopong Jason masuk kedalam mobil dan membawanya kerumah sakit meninggalkan dua orang sialan ini, tapi otakku sedang dipenuhi oleh kabut tebal hingga otakku tak berfungsi sebagai mestinya.

Jason memaksakan matanya untuk terbuka lebar dan tangannya yang digunakannya untuk memegang luka tembaknya diusapkan ke pipiku. Aku tak peduli kalau darahnya sekarang sudah mengenai pipiku yang penting aku harus memastikan kalau Jason tidak akan mati disini, karena Isaac.

Melihatnya seperti ini membuatku ingin terus menangis. Jason kan sudah berjanji padaku bahwa dia harus kembali kerumah dengan keadaan sehat sempurna supaya dia bisa bertemu Ethan dan Emily, lalu kenapa plot twist-nya bisa berubah seperti ini?

“Bego. Gue kira lo mati beneran.” Ucap Jason terbata-bata. Tangan kirinya digunakan untuk memegang perut bagian kanannya sementara tangan kanannya ku genggam erat-erat. Aku tertawa pahit. “Elo yang bego. Ngira gue mati beneran.”

Dia selalu saja bisa membuatku tertawa lagi meskipun sedang berada dalam keadaan menyedihkan begini dimana kami seharusnya menangis. Mana sudi aku membiarkan orang seperti ini meninggal mendahuluiku? Jason tertawa lagi saat ku katai dia bodoh. Dia memang tertawa, tapi pasti sebenarnya dia sedang menahan sakit.

Aku terdiam sejenak sebelum memarahinya habis-habisan. Kesal akan kelakuan bodohnya yang terlalu terbawa oleh emosi. Selama seumur hidupku, belum pernah aku mengomeli orang sampai sebegini marah dan panjangnya.

“Kenapa lo bego banget sih jadi orang? Kenapa lo ga pake anti peluru? Lo tau kan kalo Isaac pasti bakal nembak elo juga? terus kenapa? Kenapa lo bertingkah bodoh kayak gitu?” suaraku memang tidak terlalu kencang tapi Jason pasti tahu kalau aku sedang benar-benar marah.

Dengan mata terpejam, Jason tersenyum lalu terkekeh seperti tidak menganggap aku sedang serius membuatku semakin kesal saja pada orang satu ini. Tapi mengingat dia harus menunjukkan wajahnya pada Ethan dan Emily sebagai seorang ayah, maka mau tidak mau aku juga harus berjuang memanjangkan umurnya.

Setelah itu Jason sama sekali tidak berkata-kata lagi. Kita bisa mengetahui kalau dia masih hidup hanya dengan melihat dadanya yang naik turun secara tak beraturan yang  menandakan dirinya masih bernafas. Dalam ketenangan ini, barulah aku tahu apa yang harus kulakukan.

Ku pejamkan mataku sambil berdo’a semoga kakiku kuat menumpu badanku ditambah beban tubuh Jason yang akan ku papah lalu aku pun berdiri dan membawa Jason masuk kedalam mobil. Begitu aku dan dia sudah sama-sama berada di dalam, aku baru sadar kalau kakiku sudah tak sakit lagi.

Jadi sebenarnya ini yang terjadi padaku ketika semua orang secara mendadak berubah menjadi sangat emosional dan bahkan sampai ada orang yang sangat berlebihan dan sok tahu mengatakan aku sudah mati.

KIMBERLY 2: The Scarlet ReturnNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ