[15] Satu Langkah Terlalu Cepat

2.8K 514 160
                                    

Aku repub karena kemarin error.
Bab terakhir nih. Yuk bisa yuk :")))

---

Vero

Jalan bareng beberapa waktu lalu menjadi terakhir kalinya aku melihat Jordan santai. Belakangan dia jadi lebih sibuk dari biasanya. Frekuensi kami bertemu pun jadi nggak sebanyak sebelumnya. Entah dia sedang nggak ke kampus, atau diam di fakultasnya. Kurasa itu cukup baik, mengingat di minggu-minggu ini Mama sering merusuhiku dengan, "Pacar kamu nggak diajak ke rumah? Coba sesekali bawa ke sini."

Tentu saja aku menolak. Pertama, Jordan bukan pacarku. Dan kedua, untuk apa? Ada hal lebih penting baginya daripada mengunjungiku. Aku nggak punya game atau apa pun yang dia sukai.

Eh, tapi ... kesukaan Jordan memangnya apa?

But let's put that aside.

Selain jarang bertemu, komunikasi via chat pun sama. Kalau ada, biasanya isi pesannya adalah pertanyaan mengenai skripsinya, dan masukan dari Pak Theo. Sepertinya, Pak Theo cukup perfeksionis dan mendetail. It's good, but I know Jordan is tired.

Meski begitu, dosen pembimbing kan melakukan hal-hal tersebut agar memberikan hasil terbaik pada skripsi yang dikerjakan mahasiswa. Aku nggak bisa mengomentari Pak Theo, karena dia lebih profesional dalam bidang akademik ketimbang aku.

Sekarang, aku akhirnya bisa bertemu Jordan di perpustakaan kampus. Ada beberapa pertanyaan, katanya. Aku bersyukur bisa melihatnya, tapi aku sadar kantong matanya jadi lebih hitam dari yang terakhir kulihat.

"Beberapa referensi harus gue ganti, dan judul yang gue ajuin malah dibelokin lagi," keluh Jordan, pandangannya mash tertuju ke layar laptop.

"Ini Pak Theo minta ganti topik atau gimana, Jo?"

Seketika dia langsung kelihatan makin frustrasi, bahkan mengerang gusar. Bisa kupahami. Penggantian pembahasan penelitian memang hal yang paling dihindari mahasiswa, terutama jika sebelumnya hal itu sudah dikerjakan, seperti yang Jordan lakukan. Dari apa yang dia ceritakan, Jordan sudah memilih topik ini sejak semester lalu, dengan beberapa observasi kecil-kecilan dan data responden yang ada melalui karya tulisnya di semester lima. Belum lagi di Pangandaran waktu itu, Jordan sudah punya data. Kerjasama kami pun karena itu, bukan?

"Mending kamu istirahat aja kalau gitu," saranku akhirnya. Entah ini wajar atau nggak, hanya saja Jordan yang nggak semangat membuatku sedih sendiri. It's not the usual him. I like the former version of this guy better.

"Mau istirahat gimana, Ver? Pusing kalau nggak bisa gerak gini," balasnya seraya menghela napas, nyaris terdengar serupa dengan gerutuan. Pandangannya kini tertuju ke tumpukan print out di dekat laptop "Padahal niatnya bulan depan paling nggak udah bisa masuk ke pembahasan, jadi paling lambat satu bulan setengah udah bisa ikut sidang. Gue sadar diri kalau gue bisa dibilang mahasiswa tua. Walaupun gue hanya cuti satu semester, umur gue udah 23 tahun. Lulus nanti pun masih jadi fresh graduate."

Nggak kusangka Jordan sampai membuat tenggat waktu atas target-targetnya. Aku pikir dia tipikal orang yang mengikuti alur dan waktu seiring keduanya berjalan.

Jordan kembali membalik tumpukan-tumpukan kertas yang dia baca, menggerakkan pena dan menulis sesuatu di sana. Namun, aku menghentikan tangannya.

"Mau refreshing nggak, Jo?"

"Refreshing?"

Kurapatkan bibir sejenak, mencoba mencari kata yang tepat. Orang bilang jalan keluar dari stres adalah mencari hiburan. Biasanya begitu. Sayangnya dalam skripsi, sudah beda urusan. Aku pun tahu bagaimana rasanya karena pernah melewati masa itu. Ketimbang jalan-jalan, aku lebih memilih mencari referensi untuk membantuku segera menyelesaikan karya ilmiah yang bikin pusing tapi diperlukan ini. Dia sudah melakukan hal serupa bagiku, bukan? Nggak ada salahnya kalau aku balas budi.

Thesis Crush (✓) Sudah TerbitWhere stories live. Discover now