Bab 4

996 187 22
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita


Bulan purnama kembar menghiasi langit malam. Al' Kaar merenggangkan kedua bahunya yang pegal. Dia mengelap peluh dari dahi dengan punggung tangan sambil mengamati gundukan tinggi di depannya.

"Ehm, semoga kau bisa terurai di dalam pasir dengan tenang …," ucap Al' Kaar berusaha mengikuti tata cara manusia yang melakukan pemakaman.

Argon jantan itu mendongak dan tersenyum lega. Sepasang elang botak yang sedari tadi mengganggu telah pergi. Dia berjalan mendekati untanya dengan cangkul tersampir di bahu.

"Ayo, jalan …," ucap Al' Kaar setelah mengembalikan cangkul pada tempatnya dan melompat naik ke punuk unta.

Binatang itu bergerak melewati kuburan raksasa yang berisi kurcaci mungil. Al' Kaar tersenyum getir, lalu mengucapkan kata-kata terakhirnya. "Selamat tinggal …."

*****

Beberapa kilometer berlalu sebelum Al' Kaar memutuskan mencari tempat yang layak untuk beristirahat. Dia melihat sebuah mata air yang tidak terlalu besar dan menghentikan laju Kamal.

"Aku rasa di sini tempat yang tepat untuk meenghabiskan malam," ucap Al' Kaar melompat turun, lalu mengikat Kamal di dekat mata air itu.

Sang unta segera menurunkan leher dan segera minum. Dia mengabaikan Al' Kaar yang mulai menurunkan barang bawaan dari punuknya.

Al' Kaar memilih dataran yang cukup terlindungi oleh bebatuan dan beberapa pohon kaktus, lalu membentangkan kain dan mulai memasang tonggak kayu seperti yang diajarkan oleh musafir yang menjual benda itu. Namun, praktik selalu lebih sulit daripada teori, dia membutuhkan waktu cukup lama hingga berhasil mendirikan tenda.

Kamal yang terikat tidak jauh dari tuannya hanya mendengkus pelan. Unta betina itu seakan-akan memutar bola mata saat tenda yang baru saja terpasang, ambruk dalam hitungan detik.

"Tenda sialan …." Al' Kaar sambil menendang kain cokelat yang kini teronggok pada hamparan pasir. Pria itu bernapas kasar dan mendelik ke arah Kamal yang kini membelakanginya.

"Aku … argon beradab," gumam Al' Kaar sambil mengatur napasnya yang pendek-pendek menjadi lebih teratur. "Aku tidak akan tidur di atas pasir seperti argon liar …."

"Membangun tenda … adalah … pekerjaan … mudah!" Jeritan Al' Kaar menggema di keheningan malam yang semakin larut.

Pria itu dengan ekspresi masam, mengertakkan gigi, lalu menyingkirkan kain agar bisa mendirikan kembali tonggak kayu yang terjatuh.

"Argon liar akan tidur langsung di alam terbuka …, tetapi aku tidak …. Aku … akan membangun tendaku seperti argon beradab dan … tidur di dalamnya!" ucap Al' Kaar sambil menancapkan tiap rangka tenda kuat-kuat ke dalam pasir.

Beberapa jam berlalu, Al' Kaar akhirnya berdiri dengan dada membusung. Pria itu bersedekap melihat karyanya, lalu menoleh ke arah untanya. "Aku berhasil."

Namun, Kamal tidak menanggapi. Unta betina itu telah lama tertidur dan mengabaikan tingkah aneh majikannya.

*****

Al' Kaar memandang gadis yang menindih dan mengurung pria itu dengan kedua tangan. Rambut merah jingga khas argon betina menjuntai hingga menyapu pipinya.

"Pria tampanku …," bisik gadis itu tersenyum lembut.

Napas Al' Kaar memburu. Gadis itu telah memakai anting miliknya. Dia mengangkat tangan kanan dan membelai rambut pasangannya. "A-Kurla (kekasihku)."

Gadis itu tertawa kecil dan merunduk. Jarak wajah mereka semakin dekat.

Jantung Al' Kaar berpacu. Dia akhirnya akan membentuk keluarganya sendiri. Gadis itu telah bersedia mengandung keturunannya.

Bibir mereka beradu. Rasa hangat dan basah dirasakan oleh Al' Kaar saat mereka berciuman. Pria itu mengerang dan membuka mata ….

*****

"Huaaa!" Al' Kaar menjerit sejadi-jadinya. Dia refleks menepis seekor tupai tanah yang sedang sibuk menjilati bibir pria itu.

Suara kesakitan keluar dari binatang mungil yang menggelinding di atas karpet yang menutupi pasir. Al' Kaar menggunakan punggung tangan kanan untuk membersihkan bibirnya. Dia menoleh ke arah pencuri ciuman pertamanya dan menggeram marah. "Kau! Tikus sialan! Apa yang baru saja kau lakukan?!"

Binatang berbulu cokelat dengan tiga garis hitam di antaranya langsung berdiri dengan empat kaki dan menaikkan ekor, lalu membuat gerakan mengancam. Namun, Al' Kaar tidak terintimidasi. Dia bangkit berdiri untuk menangkap sang tupai.

"Akan kukuliti kau hidup-hidup! Dan kumasak dagingmu!"

Tupai itu mengeluarkan suara protes sebelum memutar tubuh dan berlari menyelip melalui bawah tenda tepat saat kedua tangan Al' Kaar hampir menangkapnya.

Al' Kaar menatap kesal ke arah jalur evakuasi makan siangnya. Pria itu kembali membersihkan bibirnya dengan mantel putih yang dia pakai, lalu memutuskan duduk di atas tikar.

Argon jantan itu mengamati cahaya yang menyelinap masuk dari sela-sela lubang tenda sambil menghela napas. "Sudah pagi …."

Dia sedikit memajukan punggung agar dapat meraih botol minum yang tergeletak di sisi tenda, lalu meneguk isinya banyak-banyak.

"Dasar, Tikus Gurun!" maki Al' Kaar sambil menyeka bibirnya yang basar. Tubuhnya gemetar jijik saat teringat mimpi erotisnya ternyata disebabkan oleh seekor tupai.

Argon jantan itu berdecak, lalu mulai merapikan barang-barang miliknya. Dia menggulung tikar, memasukkan beberapa peralatan dan perlengkapan tidak berguna yang membuat dirinya semakin mirip dengan manusia ke dalam peti kayu, lalu akhirnya berdiri sambil mengibaskan kedua tangan dengan wajah puas. "Selesai …."

Pria itu memanggul tikar dan menyibak kain yang digunakan sebagai pintu. Secercah cahaya yang menyilaukan membuat Al' Kaar menyipitkan mata selama beberapa saat.

Tidak lama kemudian mata Al' Kaar mulai terbiasa dengan terang yang berada di luar tenda. Namun, pria itu menarik napas terkejut saat melihat pemandangan yang berada di langit.

Seekor griffin, binatang berwajah elang dan bertubuh singa terlihat terbang perlahan bersama penunggangnya di sisi utara. Mereka seperti sedang menyisir dataran.

Al' Kaar segera kembali masuk ke dalam tenda, lalu menutup kain yang berfungsi sebagai pintu. Pria itu mengintip dari selanya.

Napas Al' Kaar terhenti sejenak. Penunggang griffin yang ternyata seorang perempuan muda, terlihat merentangkan busur panah ke suatu titik dan melepaskannya, lalu disusul dengan tukikkan tajam dari binatang yang memiliki tubuh sebesar singa itu.

Rasa khawatir mengisi hati Al' Kaar. Apakah prajurit Northely itu baru membunuh argon?

Namun, ekspresi tegang pria itu berubah lega saat sang griffin kembali ke udara dengan membawa seekor binatang berukuran sedang.

Al' Kaar menunggu hingga sang griffin menghilang dari pandangan sebelum memutuskan keluar dari tenda. Tidak ada hal yang baik bila prajurit Northely itu melihatnya. Bisa saja dia langsung tewas dipanah hanya karena memiliki kulit berwarna biru.

Namun, langkah Al' Kaar terhenti seketika saat dia melihat adegan yang sedang terjadi di depan kemah. Pria itu langsung berlari dan berteriak ke arah tunggangannya setelah mengatasi rasa terkejutnya.

"Kamal!" seru Al' Kaar saat memergoki hewan tunggangannya sedang sibuk menggigiti tali pengikat yang menghubungkan binatang itu dengan batang pohon.

Kamal menoleh cepat ke arah sang mantan majikan sebelum memutuskan tali penahannya dan berlari terbirit-birit. Mata Al' Kaar membeliak. Dia tidak bisa berjalan jauh dengan mengangkut peti juga tikar! Sangat tidak beradab!

"Kamal! Berhenti!" Al' Kaar segera menjatuhkan tikar yang sebelumnya dia panggul. Argon jantan itu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengejar sang unta.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

Sayap Gurun Pasir [ Planet Zigrora Series ]Where stories live. Discover now