[24] Deepest Secret

11.4K 573 39
                                    

[24] Deepest Secret

▂ ▂ ▂ ▂

Pernah mengalami waktu dimana otak lo melintaskan banyak pertanyaan secara bersamaan sampe lo ga tau mana yang harus dicerna duluan? Lo kemudian cuman terduduk diam, milih untuk ga memikirkan apapun dan berharap bakal ada satu orang yang tau-tau datang lalu menyiramkan larutan asam ke otak lo untuk memadamkan semua pertanyaan yang lo punya?

Gue sungguhan mikir gue udah mengalami masa-masa terburuk yang ‘terbaik’ untuk bisa ngerasain perasaan dengan defenisi serumit itu kemaren-kemaren dengan semua fakta yang gue dapatkan yang udah terkubur enam taun lamanya; pas taunya gue salah. Gue salah, dan akan selalu salah karna– kebenaran apa yang bisa dipunya dari orang yang ga tau apa-apa?

Sekarang jelas waktu terburuk terbaik yang pernah gue alami. Benar-benar terbaik. Waktu dimana gue pikir semua rahasia udah berakhir pas taunya masih ada rahasia lain yang ga gue ketahui. Rahasia yang taunya ga berkisar didalam keluarga gue sendiri tapi juga membawa satu nama lain yang sungguhan ga pernah terpikir oleh gue sebelumnya.

“Om Bram apa kabarnya, Kal?”

Pertanyaan Kieran cepat menyentakkan gue dari kekosongan pikiran, refleks menyadarkan gue dari lamunan tapi gue memilih untuk tetap ga memandang kearah dia, cuman menatap cangkir dihadapan gue tanpa minat.

Dua puluh menit berlalu sejak pertemuan ga sengaja dimakam Alandra tadi dan sekarang gue, Kieran, dan dia lagi berada disatu Kafe. Pertemuan lanjutan yang digagas Kieran yang gue bener-bener ga mau ada disini sekarang, tapi sorot mata yang ditunjukkan Kieran tadi pas gue mau menolak rencananya – yang ga bener-bener gue tolak secara terang-terangan karna hal terakhir yang gue mau saat ini adalah gimana dia mikir kalo gue kelewat shock untuk bisa mengkonfrontasikan langsung satu hal yang sepertinya dia-tau-apa; terlihat dari cara dia menatap gue dengan sorot yang selalu bikin gue pengen untuk memalingkan wajah – terasa cukup meluruhkan gue untuk mengiyakan permintaannya kali ini.

Gue ga tau maksud Kieran apa memaksa gue untuk menghabiskan waktu tambahan dengan.. adeknya Alan, bahkan setelah kemunculannya yang masih begitu efektif untuk membungkam mulut gue sampe detik ini.

“Baik.” dia menjawab singkat. “Dan.. Om Hady?”

Gue refleks menyunggingkan senyum sarkas tanpa bisa gue tahan denger pertanyaan barusan. Right, dia ga kenal sama Kieran tapi cuman kenal sama bokap. I really got it.

“Baik juga. Lagi keluar kota sih, mungkin minggu depan juga balik. Lo kalo sempat main ke rumah aja, Kal. Bokap pasti seneng ketemu sama lo lagi.”

Gue ga ngerti apapun. Dan dengan semua ke-nggakngertian gue, salah ga sih gue untuk terus menjawab sarkas setiap obrolan Kieran sama dia? Hell, gue bahkan nyadar gimana jauh bedanya apa yang gue rasain sekarang dengan apa yang gue rasain pas pertama notice sama namanya Alandra tadi. Semua kekagetan tadi berganti marah. Marah untuk ga tau apa-apa. Marah untuk terus dibohongin.

Dan– gue tau dia yang justru harusnya lebih pantas untuk marah sama gue. Gue udah bikin dia kehilangan kakaknya. Lagi; satu orang yang taunya gue sakitin tanpa pernah gue sadar. Dan dia jelas tau. Dia jelas keliatan udah tau yang– entah sejak kapan. Pertama dia nyadar sama keberadaan gue, mungkin? Atau pertama dia nyadar gue sekelas sama dia, mungkin? Atau pas gue mulai deket sama dia gara-gara Klub Film, mungkin? Atau– sejak kapan?

Tapi tetap aja gue ga bisa untuk ga marah. Gue bersalah, tapi– gue marah. Gue kecewa luar biasa untuk terus-terusan jadi orang yang ga tau apa-apa saat semua orang tau semuanya..

“...Nanti lo mau kerumah, kasih tau aja. Kelas gue ga banyak juga semester sekarang, jadi gampang. Keira juga sempat cerita dia kangen juga sama lo.”

The Dream TravellerWhere stories live. Discover now