8 | Terlupakan

15 2 1
                                    

Ponselnya sedari tadi berdering, dengan malas Jimin bergerak mengangkat teleponnya.

"Eoh Eomma?" Katanya dengan suara parau.

"Apa kau baru bangun tidur? Ya! Mandilah cepat, aku sudah mengatakan untuk menyusulku ke sini bukan?" Suara dari seberang sana terdengar sedikit berteriak.

"Ara.. ara. Aku akan mandi." Jimin langsung mematikan sambungan teleponnya.

Sejujurnya, dia sangat malas. Jika bukan karena Ibunya, dia tidak mau membuang hari minggu nya yang indah untuk pergi ke mall.

•••

"Ah akhirnya kau datang, duduklah sini." Nyonya Park menarik kursi di sebelahnya agar bisa di duduki Jimin.

Jimin pun menurut.

"Ini teman Ibu, Nyonya Choi. Dia Ibu teman kecilmu dulu." Nyonya Park menjelaskan.

Jimin berdiri dan membungkuk, "Annyeong haseyo, Jimin imnida."

Nyonya Choi tersenyum, "Ah Jimin. Kau tumbuh menjadi anak yang baik dan tampan."

Jimin membalasnya dengan senyuman.

"Maaf aku te—" Ucapannya terputus.

Ketiganya menoleh ke arah sumber suara.

"Ah, Ini Sunhee anak gadisku." Nyonya Choi berdiri lalu menarik Sunhee duduk di sebelahnya.

"A-Ehm. Annyeong haseyo, Sunhee imnida." Sunhee membungkuk memperkenalkan dirinya.

"Ah, Sunny! Kau sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik" Ujar Nyonya Park.

Nyonya Park melanjutkan lagi kalimatnya, "Jadi kami hanya ingin mempertemukan kalian lagi, kalian dulu sangat akrab ketika masih kecil. Hampir setiap hari selalu bersama."

"Kalian akan kami tinggalkan disini, karena kami berdua harus berkumpul bersama mereka." Nyonya Choi menunjuk beberapa Ibu-ibu lainnya di sebuah meja yang lumayan jauh dari mereka.

•••

"Jadi kau teman kecilku?" Jimin memecah keheningan.

Sejak limat belas menit yang lalu mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Bahkan enggan untuk saling melihat.

Sunhee menatap Jimin, "katanya begitu.."

Alisnya saling bertautan, Jimin menatap Sunhee dengan penuh tanda tanya. Sebegitu lupakah Sunhee akan dirinya?

"Kau tidak mengingatku? Kau teman kecilku yang sering membuatku terluka." Jimin masih dengan tatapan tak percayanya.

Sunhee menggeleng, "T-tidak.."

"Pantas saja, kau memang payah dalam segala hal. Bahkan untuk mengingat pun tidak bisa. Kau bahkan sering terjatuh tapi—" Omongannya terputus.

Ekspresi Sunhee yang semula datar berubah memancarkan amarah.

"Ada apa denganmu?! Sejak pertama kali kita bertemu kau selalu membuatku jengkel!" Sunhee mencoba mengontrol emosinya.

"Karena kau selalu selalu mencari masalah!" Jimin tak mau kalah.

"Aku? Bukankah kau orang asing yang tiba-tiba menyindirku habis-habisan di halte bis?" Sunhee benar-benar muak dengan lelaki di hadapannya ini.

"Kau telalu centil berakting jatuh di hadapan kami, kau juga menabrakku tanpa meminta maaf!" Jimin melipat kedua tangannya di dada.

Sunhee memandang tak percaya, "Kau menjahiliku ketika aku pergi ke ruang dance!"

"Siapa gadis centil yang menginginkan berpacaran dengan coach dan ketua dancer?" Jimin tersenyum meremehkan.

Sunhee terdiam. Jika sejak awal dia tau kalau Jimin adalah ketuanya, jangankan berfikir untuk berpacaran. Untuk memasuki ektrakurikuler dance saja mungkin dia akan berpikir seratus kali.

"Kenapa kau hanya diam? Jelas kau salah bukan?" Jimin menatapnya.

Sunhee tampak tak terima dirinya masih disalahkan, "Kalau aku tau kau adalah ketuanya, bahkan untuk menginjakkan kaki di ruangan itupun aku tak sudi!"

Jimin sedikit terkejut, sepertinya perempuan di hadapannya ini benar-benar spesies langka. Rasa kesal, penasaran sekaligus niat isengnya.

"Makanya, kalau masih jadi murid baru tidak perlu banyak bertingkah, lain kali berpikir sebelum bertindak." Jimin menatapnya sambil tersenyum.

"Memang sefatal apa kesalahanku sampai kau terus menyudutkanku seperti ini!" Suara Sunhee mulai bergetar.

"Aku hanya tidak habis pikir. Kau sama sekali tidak mengingatku? Padahal hampir setiap hari kita selalu bersama. Bahkan kau sering membuatku terluka dan jauh dari teman-temanku." Ucap Jimin sama sekali tak bersalah.

Pasalnya, Jimin masih mengingat betul sosok Sunhee yang dulu. Bahkan bekas luka itu masih ada, tapi sebegitu mudahnya kah Sunhee melupakannya?

"B-benar juga, kenapa aku tidak bisa mengingatmu ya.." Sunhee tertunduk suaranya mulai bergetar.

"Kau.." Jimin tampak panik begitu mendengar suara Sunhee yang seperti ingin menangis.

Sunhee menegakkan kepalanya lalu menatap Jimin, "Kau benar. Aku memang salah dan sangat payah. Bahkan tidak bisa mengingat apapun tentangmu."

Sunhee berdiri dari tempat duduknya, mengambil tasnya. Kemudian berbalik meninggalkan Jimin yang masih mematung di tempat.

to be continued...

Hide and SeekWhere stories live. Discover now