Hello, Hi.

• fight or flight

Samudera Arkana punya banyak teman dekat selain anak EnamHari. Begitu pula aku, punya teman juga selain Thea. Saat awal-awal berpacaran kita memang sering pergi bersama, baik hanya untuk makan siang atau pergi kencan. Seiring berjalannya waktu dan kesibukan masing-masing yang semakin bertambah, sekarang kami bertemu kalau memang ada waktu senggang saja.

Berantem. Bertengkar. Apapun namamya itu, pasti akan terjadi dalam sebuah hubungan. Tapi kami berantem bukan karena masalah teman, ataupun jadwal yang sibuk.

Komunikasi.

Aku pernah bilang, kalau dia ngga suka sama apa yang aku lakukan, jujur saja. Bilang apa hal yang mengganggunya. Aku anaknya agak susah peka, daripada dia kesal sendiri lebih baik kan langsung dibicarakan. Berlaku juga hal yang sama sebaliknya, dan dia setuju.
Aku ngga pernah sih melarang atau mengatur-atur dia, paling sering ya meminta bantuannya jika aku butuh. Itu gunanya partner, kan?

Kalau dia sering sibuk bermain, aku ngga pernah mempermasalahkan. Soalnya aku juga sering sibuk sendiri kalau sudah berada di kamar. Selama kita masih saling memberi kabar, tidak ada masalah, begitu pikirku. Yang sedihnya sekarang kami bertengkar karena masalah sederhana. Ini pertama kalinya, dan penyebab utamanya adalah aku.

Iya, aku. Aku yang biasanya selalu ngomong ke dia kalau ada masalah, kali ini tidak berbicara sama sekali. Biasanya kalau aku sakit aku selalu minta tolong sama dia. Tetapi kali ini ngga. Terkesan konyol, hanya karena sakit aku tidak mengabari dia. Masalahnya aku ngga mengabari dia selama seminggu.

Padahal aku yang selalu mewanti-wanti betapa pentingnya komunikasi di antara kita.

Aku juga tidak masuk kelas dalam waktu seminggu itu. Aku tidak tinggal di kost ataupun pulang ke rumah. Aku pergi ke tempat kakak sepupuku yang sudah bekerja. Ia hanya tinggal sendiri, tempat tinggalnya kosong kalau ia pergi kerja. Kebetulan ia sedang ada urusan di luar kota. Sebuah tempat dan waktu yang sempurna bukan untuk melarikan diri. Permasalahan utamanya, aku tidak mengabari siapa-siapa. Bahkan kepada Samudera.

Wajar saja kan kalau dia marah.

Kalau ditanya sakit apa, bukan sakit fisik kok. Tapi aku benar-benar lagi butuh waktu sendiri, tanpa diganggu siapapun. Awalnya aku hanya berencana untuk menghilang dalam waltu sehari. Tetapi rencana tinggal rencana. Aku menghilang tanpa kabar selama seminggu. Aku juga heran, bagaimana bisa aku tidak mengacuhkan pesan ataupun telepon dari orang lain dalam waktu begitu lama.

Habisnya enak juga kabur dari orang-orang selama seminggu. Mungkin dari ceritaku aku terdengar tidak bertanggung jawab, tapi memang iya, aku benar-benar tidak membuka pesan dari siapapun. In my defense, aku sudah sedikit perhitungan sebelum melakukan ini. Tidak ada deadline tugas kelompok dalam waktu dekat jadi aku aman. Biasanya juga tidak ada yang menghubungiku jika tidak terkait dengan tugas.

Yang salah adalah aku egois, pergi tanpa memberitahu Samudera sama sekali. Sekadar bilang kalau aku akan tidak bisa dihubungi juga ngga. Benar-benar tidak ada komunikasi di antara kami.

Aku bilang ini masalah sederhana kan, tapi saat aku sudah kembali aku baru sadar ini bukan masalah sederhana. Di awal aku sudah bilang kami harus cerita jika ada hal yang mengganggu di antara kami, tapi malah aku yang melanggar ucapanku sendiri.

Aku ngga akan cerita apa yang aku lakukan selama seminggu aku menghilang, tapi aku akan cerita apa yang terjadi setelah aku masuk lagi ke kampus. Ketika ada yang bertanya padaku, aku akan berdalih dengan mengatakan ada urusan keluarga mendadak. Begitu yang aku bilang, bahkan pada Thea ketika ia ribut menanyakan ke mana aku pergi selama ini.

Dia juga ribut bilang kalau Samudera terus bertanya-tanya sama dia setiap hari perihal keberadaanku. Aku pun jadi merasa ngga enak sama Thea. Aku juga ingat aku belum menghubungi Samudera lagi. Sebenarnya aku lihat setiap hari ada banyak pesan yang masuk dari dia, bahkan missed calls yang bisa mencapai puluhan jika dijumlahkan.