"Lo sekarang sibuk apa sih kok hampir tiap sore ke Coffeetime?" tanya Trisha yang penasaran, tapi tak bisa menanyakan langsung di sana saat jam kerjanya.

"Lo ke Coffeetime? Serius?" tanya Hime, tak percaya seorang Kimi yang selalu di rumah pergi ke cafe.

"Iya, emang kenapa?"

"Lo pacaran ya? Ih, sejak pacaran lo berubah. Tapi gue suka," seru Hime, girang.

"Jadi lo sibuk apa? Lo bukan persiapan buat ikut pertukaran pelajar tahun depan kan?" Trisha yang punya jiwa kopetensi semakin penasaran.

"Bukan, gue itu...." Kimi ragu untuk melanjutkan kata-katanya.

"Gue apa, ish?" Hime menarik kedua pipi Kimi, gemas.

"Gue itu lagi nulis."

"Nulis apa?" Trisha dan Hime tanya bersamaan.

"Ya, nulis. Gue nulis di wattpad."

"What? Wattpad? Lo nulis di wattpad?" Hime bertanya hingga matanya nyaris keluar saking kagetnya. Seorang Kimi nulis.

"Iya, emang kenapa sih? Lo bikin gue kaget aja."

"Lo bukan nulis cerita sejarah kan?" tanya Hime, sementara Trisha menahan tawa.

"Ngaco! Gue nulis cerita teen kok."

"Siapa nama pena lo? Kok lo nggak pernah bilang sih? Gue pengen lihat cerita lo. Jangan-jangan lo nulis cerita yang isinya bahas olimpiade mulu," cerocos Hime. "Gue itu pembaca wattpad sejati, jadi pendapat gue itu sangat berharga."

"Nama pena gue spongsyellow, tapi bukan Dijah Yellow ya."

Ekspresi Trisha datar tapi berbeda dengan Hime yang melongo, seolah pendengarannya sedang tak baik.

"Jadi selama ini penulis kesukaan gue itu lo? Tapi kenapa lo diem aja tiap gue bahas dia? Jahat!"

"Sorry... Gue cuma malu aja, gue kan masih penulis amatir."

"Bukannya cerita lo ada yang ditawar penerbit kan?"

"Serius? Keren." Kali ini Trisha yang bersuara.

"Iya, karena itu gue akhir-akhir ini sibuk ngelarin ceritanya. Karena gue pengen buktiin kalau nulis itu juga bisa ngebanggain, gue pengen Mama sama Papa bangga sama gue."

"Ck, lagi-lagi karena itu. Bisa nggak sih lo nulis ya nulis aja jangan pakai embel-embel ngebanggain? Lo itu udah ngebanggain tiap waktu. Lo sama Trisha sama aja, ih."

"Iya, iya. Guenulis karena ini hobi gue. Tapi gue juga pengen buktiin kalau hobi juga bisa bikin ngebanggain. Biar mama sama papa mau ngerti kalau nulis itu bukan hal yang sia-sia atau buang-buang waktu kalau memang ditekuni."

"Yang ada Om sama Tante bosen lihat lo belajar mulu. Berhenti deh berpikiran mereka lebih sayang abang lo. Lagian Bang Elang tuh perhatian banget tahu, kapan sih lo sadar?" Hime semakin gemas dengan Ki. Biasanya dia diam saja tapi kali ini dia berani berkata jujur, melihat perubahan Kimi yang mulai terbuka akhir-akhir ini.

Kimi diam membenarkan semua perkataan Hime. Ya, selama ini dia hanya ketakutan hingga rasanya berjuang mati-matian adalah prinsip utamanya. Kini dia akan mulai terbuka dan bicara. Karena berjuang sendirian rasanya melelahkan setelah merasakan rasanya berjuang bersama-sama. Kimi menoleh pada Trisha dan Hime yang mengusap punggung tangannya.

"Gue rasa, kalian memang teman terbaik gue. Makasih ya."

"Jadi selama ini gue bukan teman terbaik lo? Teman B aja gitu?" Hime nggak terima. Matanya melirik ke meja Varo yang tak jauh dari mereka.

"Varo...." seru Hime, keras. Hingga seisi kantin pasti mendengarnya.

"Ngapain lo manggil Varo?" Kimi memukul lengan Hime.

Varo yang posisinya memunggungi mereka menoleh merasa terpanggil oleh suara cempreng milik Hime.

"Apa?" tanya Varo, singkat, padat, dan jelas. Bahkan jika yang memanggilnya bukan Hime kemungkinan dia hanya menoleh tanpa bertanya balik.

"Kata Kimi, dia sayang banget sama lo."

Seketika Kimi tak bisa berkata-kata, hanya mulutnya yang terbuka. Suara riuh ledekan teman-teman di kantinlah yang menyadarkannya dari keterkagetannya.

"Cie... Cie bucin."

"Akhirnya ya ada yang bisa naklukin Ratu api," sahut yang lain.

Kimi menutup wajahnya malu. Dalam hati dia ingin mencincang Hime hidup-hidup. Perkataan Hime bukanlah lelucon yang lucu, itu sangat menyebalkan. Sungguh, Kimi marah besar pada Hime kali ini.

Merasa punggungnya dipegang Kimi mengangkat wajahnya. Kembali kaget melihat Varolah yang memegang bahunya.

"Makasih ya, akhirnya aku nggak sayang sendirian lagi," ucap Varo cukup keras, sengaja agar banyak yang mendengar. Dia tersenyum lembut pada Kimi hingga Kimi merasa salah tingkah.

Kantin kembali riuh, banyak siulan dan seruan meledek. Varo terlihat keren di mata cewek-cewek.

"Ah, kalian bikin ngiri."

"Longlast ya."

"Varo, lo keren!"

"Sebenernya gue yang bucin, bukan Kimi. Tapi gue seneng usaha gue sekarang nggak sia-sia," seru Varo lagi.

Wajah Varo jelas memperlihatkan kebahagiaan. Senyumnya yang jarang terlihat kali ini terumbar cukup lama.

"Ini nggak gratis," bisik Varo lalu mengusap lembut bahu Kimi. Senyumnya kali ini terlihat licik di mata Kimi.

***

Nggak nunggu Kamis aku udah update.
Moga suka ya ^^
Kira-kira besok gimana yah?

Moga suka ya ^^Kira-kira besok gimana yah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KozlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang