2. BEFORE

2.3K 205 31
                                    

Mata Desi berkilat marah mendengar ucapanku. Kuharap kalimatku cukup panas di telinganya agar dia bisa menyadari kebodohannya.
Kukira dia akan membentaku lagi seperti sebelumnya. Tapi nyatanya dia hanya megap-megap seperti ikan mas koki yang kehabisan air.

Aku melirik jam yang tergantung kokoh di dinding ruang tamuku. Sebentar lagi Revan akan pulang. Aku tahu itu. Karena aku yang memohon padanya untuk pulang cepat dan makan malam bersamaku. Makan malam memperingati ulang tahun pernikahan kami yang ketiga.
Miris bukan?

Benar saja, ada suara mesin mobil yang berhenti tepat di halaman rumahku. Aku hafal betul suara mesin mobilnya karena aku tak pernah absen untuk menyambutnya di depan pintu saat pulang kerja. Nggak peduli jam berapapun dia pulang dan dalam keadaan seperti apapun.

Nggak berapa lama pintu rumahku terbuka. Aku hampir saja berseru pada revan 'April mop!' Karena tampang Revan yang berubah pucat pasi seperti habis melihat kuntilanak terbang di depan mukanya.

Aku gerah melihat dua orang pendosa tanpa lidah di hadapanku ini. Yang hanya bisa diam membisu.

"Beresin urusan kamu sama bocah ingusan ini. Baru nanti ngomong sama aku." Ujarku dengan tenang.

Aku mengangkat pantatku dari sofa empuk itu lalu berjalan menuju halaman belakang. Tempat dimana tadi aku Berada sebelum Desi datang.

Aku menyamankan dudukku di kursi gantung yang terbuat dari rotan berwarna putih dengan busa empuk berwarna merah maroon. Aku meraih tablet yang tadi kuletakkan di sofa kursi ini.

Aku bersyukur pada sales cctv yang datang kerumahku menawarkan produknya minggu lalu.
Aku menyetujui mencoba paket trial yang mereka tawarkan. Aku memang belum sempat mengatakannya pada Revan karena dia selalu saja sibuk pulang larut malam.
Aku mulai membuka aplikasi yang menghubungkan cctv di beberapa titik rumahku.
Disana aku bisa melihat apa yang mereka lakukan dan mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Ngapain kamu kesini, Des?" Tanya Revan.

"Aku sebel. Kamu batalin acara kita gitu aja. Harusnya kan hari ini kamu nganterin aku ke acara ulang tahun temen aku, Yang." Rengek Desi dengan wajah yang dibuat seimut mungkin.

"Tapi aku kan udah bilang gak bisa, Des. Hari ini aku mau makan malam ulang tahun pernikahan sama istriku. Lagian kan aku udah bilang kalau aku gak mungkin pergi keacara begitu-begitu sama kamu. Sejak awal kamu udah tahu kan konsekuensinya apa kalau mau jalan sama aku? Dan kamu nyanggupin. Kenapa kamu jadi begini sekarang?" kata Revan sambil menahan amukannya.

"Kamu bilang kamu cinta aku. Kenapa kamu gak tinggalin aja istri mandul itu, terus nikah sama aku?" Tanya Desi nggak terima.

Revan meraup wajahnya, kesal. Lalu menatap frustrasi ke arah Desi.
"Nggak semudah itu, Des."

"Kenapa? Kan kamu sendiri yang bilang kalau kamu enek sama wanita mandul yang gak bisa ngasih kamu anak? Aku udah ke dokter dan hasil pemeriksaannya, aku subur. Aku bisa kasih kamu anak sebanyak yang kamu mau, Yang." cecar Desi.

Revan tampak semakin frustrasi. Ia menghela napas berat lalu memegang kedua tangan Desi. Ia menatap kedua manik mata Desi.
"Sayang, kita bahas ini besok ya. Aku janji besok kita belanja ke mall. Tapi sekarang kamu pulang dulu ya. Kita bahas besok lagi."

Raut wajah Desi jadi begitu manja pada Revan. "Tapi janji ya Yang besok kita belanja?" rengek Desi.

"Aku janji sayang." Revan mengecup kening Desi lalu mengantarnya ke depan rumah.

Kututup aplikasi cctv itu. Kualihkan tatapanku dari tablet ke arah laut lepas.
Langit biru mulai berubah menjadi jingga dengan gradasi orange. Indah.

JINGGA (COMPLETED)Where stories live. Discover now