Prank

680 38 5
                                    

Situasi macam apa ini? Hyunjin dan Seongwoo saling menatap sinis di depan gerbang rumahku. Dan pas sekali aku diantar oleh ayah sampai ke depan rumah. Aku hanya bisa menelan ludah, wajah ayah yang diam saja sudah menyeramkan, apalagi melihat wajah Seongwoo--orang yang sudah meninggalkan putrinya. Ingat kan kalau ayahku pernah bilang akan menembak Seongwoo jika bertemu?

Aku batal berangkat ke kantor karena ayah menyeretku masuk diikuti oleh Hyunjin dan Seongwoo. Aku diperintah oleh ayah untuk membuat minum sementara ayahku menyidang dua lelaki di hadapannya.

"Siapa namamu?" Tanya ayahku pada Hyunjin, aku menguping setelah nengantar tiga gelas minuman.

"Hwang Hyunjin, abeoji."

"Kau manajer di kantor Seolji kan?" Tanya ayah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Hyunjin.

Bisa kulihat dari sini Seongwoo melirik Hyunjin sinis.

"Untuk apa kau datang kemari?" Mata tajam ayah kini beralih pada Seongwoo.

Dengan mantap Seongwoo menjawab. "Untuk meminta kembali putri anda."

Ayahku langsung mengacungkan pistolnya tepat di dahi Seongwoo. Keringat dingin menuruni pelipisku, tapi sepertinya berbeda dengan Seongwoo yang masih menatap ayah dengan berani.

"Aku sedari awal tidak pernah mempercayakan putriku padamu, dan aku pernah berjanji pada putriku untuk menembakmu jika aku melihatmu. Ternyata kau juga masih  berani muncul," aku ingin berlari dan mencegah ayahku menembakkan senapannya pada Seongwoo. Aku tidak ingin ayahku menjadi kriminal dan kehilangan pekerjaannya. Kakiku masih berdiri di tempatnya tak bergerak sesenti pun.

DOR!

Dan aku jatuh terduduk. Air mataku mengalir deras, aku menutup mataku karena tak sanggup melihat.

"Seolji!" Teriak ibu begitu melihatku.

Ayah, dan Hyunjin ikut menoleh. Ibu memelukku erat karena aku masih menangis.

"Seongwoo," lirihku dalam pelukan ibu.

"Ya?" Dia mengeluarkan suara. Suara itu, bukankah dia tertembak? Kenapa dia bisa bicara?

"Aku di sini Seolji-ya," aku merasakan rambutku dielus lembut dari belakang. Kemudian dia mengambil alih tubuhku dari ibu, ia memelukku erat.

Aku langsung menghempaskan tubuhku sendiri, melepaskan diri dari pelukan. "Lho? Kau masih hidup?"

Seongwoo mengusap pipiku yang banjir air mata. "Tentu saja sayangku, abeoji tidak benar-benar menembakku. Itu hanya senapan angin."

Aku langsung menarik pipinya kuat-kuat. "Senang kau mengerjaiku seperti itu ha?"

"Aduduh," ia mengaduh tak berdaya. "Ini rencana Hyunjin dan ayahmu!"

"Eh apa?" Aku mendongak, menatap ayah yang melihatku tengah menyiksa mantan menantunya. "Appa?"

"Maaf Seolji-ya," ayah tersenyum tipis. "Ayah senang bisa melihatmu tersenyum lebar kembali."

"Lalu Hyunjin? Kau selama ini pura-pura?"

Hyunjin menggaruk tengkuknya, menatapku canggung sekaligus merasa bersalah. "Sebenarnya tidak juga. Aku sungguh-sungguh menyukaimu, tapi karena Seongwoo hyung sering main ke rumah untuk menemui Minhyun hyung dan curhat dengan dramanya tentang seorang gadis yang ia tinggalkan. Baru-baru ini juga aku sadar kalau yang dibicarakan itu Hong Seolji."

"Bagaimana kau bisa kenal ayahku?"

Hyunjin tersenyum lebar. "Ceritanya panjang, si penulis malas menceritakannya. Jadi ya, begitulah."

"Kau masih marah?" Tanya Seongwoo, aku masih memalingkan wajahku darinya.

Hanya ada kami berdua di rumah, Hyunjin berangkat ke kantor karena dia adalah manajer yang harus masuk, ayah dan ibuku berencana untuk meninggalkan kami berdua, jadi mereka berkencan.

"Masih berani bertanya hah?"

Seongwoo memelukku dari samping dengan gemas. "Maaf, aku hanya mengikuti ide ayahmu dan Hyunjin."

Seongwoo mendusakkan hidungnya pada pundakku. "Maafkan aku, ya?"

"Baik, kau mendapatkan maafku. Jelaskan semuanya."

Seongwoo kini duduk berhadapan denganku. "Aku pergi ke London bersama Hajin."

"Aku sudah tahu itu, Ong Seongwoo. Jelaskan padaku alasan kau pergi ke London!" Tekanku pada akhir kalimat.

Seongwoo menunduk. "Aku pergi ke London untuk melindungimu," dia terdiam beberapa detik. "Aku melindungimu dari Hajin."

Aku meraih dagunya--bukan untuk menciumnya melainkan menunjukkan betapa kecewanya aku. "Bukan begitu caramu melindungi seseorang Ong Seongwoo-ssi. Kenapa kau tidak berada di sisiku saja? Kenapa kita tidak melalui ini bersama? Kenapa kau lebih memilih pergi dengan Hajin dan membiarkan aku di sini dengan lukaku? Kau tidak tahu betapa sedihnya aku ketika kau berpaling begitu saja saat kau masih bisa memilihku?" suraku bergetar. Aku menangis.

Bibir Seongwoo bergetar hebat. "Aku tidak bisa berpikir jernih semenjak Hajin berusaha untuk mencelakaimu."

Aku langsung memeluknya erat. "Aku, a-aku bahkan tidak sanggup melakukan apapun saat tempat kerjamu dibom oleh Hajin. Maafkan aku Seolji-ya," Seongwoo menangis dalam pelukanku.

"Mulai sekarang kita lalui bersama ya? Jangan ada yang disembunyikan di antara kita, ya?" Pintaku pada Seongwoo yang masih sesenggukan.

Lihatlah jika dia menangis seperti ini wibawanya yang selalu dibawa kemana-mana seolah hilang tak berbekas. Dia menangis seperti bayi! "Berhenti menangis," aku mengecup bibirnya. Seperti sihir, dia langsung tersenyum lebar bak orang gila.

Aku langsung memukul kepalanya. "Kau pura-pura menangis ya?! Sengaja agar bisa kucium ha?!" Aku memukul tubuh kerempengnya berulang kali tanpa ampun.

Seongwoo tertawa. "Maafkan aku," aku tidak lagi bisa bergerak karena ia memelukku erat-erat. "Aku hanya terlalu merindukanmu."

"Boleh aku tahu sesuatu?"

"Tentu saja kau boleh tahu apapun, kau ingin tahu seberapa besar rasa cintaku padamu? Oh, cintaku bahkan lebih besar daripada Jupiter!"

Aku memukul dadanya pelan. "Bukan itu, bodoh!" Aku mengambil napas. "Ini soal orang di masa lalumu. Aku sudah mengetahuinya, tapi aku ingin mendengarnya langsung darimu."

Seongwoo diam untuk beberapa detik. "Karena kau sudah tahu, tak perlu lagi kusembunyikan bukan?"

"Aku dan Inha memang tadinya saling menyukai, kemudian orang tua kami menikah. Kau tahu sendiri sifat ayahku yang keras semenjak ibu kandungku meninggal--itu yang membuatku begitu benci pada ayah. Awalnya aku merelakan perasaanku agar ayah dan ibu Hajin bisa bahagia, tapi apa yang kudapat? Semuanya masih tetap sama, ibu Hajin bahkan menangis saat malam dan ayah tetap berkutat dengan laptopnya di ruang kerja. Perasaan yang kukorbankan sama sekali tidak dihargai, itulah alasan aku membenci ayah. Aku bahkan masih mencintai Hajin sampai aku bertemu denganmu," Seongwoo menjelaskan sejelas-jelasnya, dengan satu tarikan napas.

Aku menyentil jidatnya. "Kau bahkan masih mencintai kakak tirimu yang bersuami? Astaga Ong Seongwoo kau nekat sekali!" Omelku.

"Ya, aku memang nekat. Bahkan sekarang aku berniat menikahi bocah sepertimu."

~TO BE CONTINUE~

Sekian lama tida update, bagaimana kalian? Eh btw masih ada yang menunggu tida?

My Unexpected Wedding Where stories live. Discover now