Persetujuan

1.6K 78 1
                                    

Pagi hari.

Aku memakai sepatuku, dan bersiap untuk olahraga. Biasanya saat hari jum'at aku akan berlari keliling komplek, dan menikmati udara segar selain udara kamar yang biasa aku hirup selama berjam-jam.

Begitu aku membuka gerbang rumahku, aku dikejutkan dengan handphone yang muncul tepat di depan wajahku. Orang yang ada di balik handphone itu adalah Ong Seongwoo. Aku tidak terkejut sih, memang sikapnya yang tidak jelas itu menjadi pesona tersendiri untukku.

"Nah ini dia calon istriku yang cantik, dia cantik kan? Kalau jelek mungkin itu gadget kalian sudah rusak," ucap Seongwoo sambil terkekeh.

Aku mendengus kesal. "Seongwoo-ssi apa yang kau lakukan?" Tanyaku gemas.

"Aku hanya memperkenalkan calon istriku pada orang-orang,"

Aku langsung merampas handphone nya. "Yak jangan bilang kau sedang melakukan siaran langsung," benar saja, aku melihat layarnya, dan di sana sudah banyak komentar sedih yang bermunculan.

"Dia menggemaskan bukan?" Seongwoo mencubit pipiku gemas di depan handphonenya yang sudah ia ubah menjadi kamera depan.

'Yahh sudah punya calon istri'

'Ya! Ong Seongwoo kau membuatku patah hati huhu'

'Sombong sekali kau, sekarang punya calon istri lalu melupakanku begitu saja'

Aku terkejut melihat komentar yang baru saja muncul. Entah kenapa dadaku sesak, aku melihat foto profilnya adalah foto wanita yang sangat cantik.

"Lihatlah," tunjukku. "Aku bisa hancur karena fans mu,"

Seongwoo mengibaskan rambutnya sombong. "Aku memang punya banyak fans hooouuu,"

"Kau mengganggu pagiku Seongwoo-ssi," ucapku ketus.

"Bukannya aku menyinari pagimu?"

Aku menutup gerbang rumahku. "Tidak sama sekali, permisi aku harus berolahraga,"

"Eii aku ikut,"

***

"Nah dia semakin cantik kan?"

Dia, Ong Seongwoo, calon suamiku, mengikutiku, dan tidak berhenti untuk siaran langsung. Gila memang.

"Seongwoo-ssi tolong hentikan," pintaku.

Seongwoo menggeleng gemas. "Tidak, aku akan menunjukan pada dunia betapa sempurnanya calon istriku,"

Aku langsung merebut ponselnya. "Aku ini cantik, jadi jangan lakukan siaran langsung, bisa-bisa teman-temanmu suka padaku, lalu merebutku darimu. Lagipula aku yakin bahwa penggemarmu sama brutalnya dengan preman,"

Seongwoo langsung memelukku. "Aku akan melindungimu sekuat tenagaku, kalau ada yang melukaimu, aku akan menghilangkannya dengan tanganku sendiri,"

Wajah teduhnya menatapku lembut. Jantungku berdegup tak karuan, kenapa dia tampan sekali dilihat dari dekat begini.

"Kau bau Seongwoo-ssi,"

Seongwoo langsung melepaskan dekapannya, ia memajukan bibirnya dengan cara yang sama yang dilakukan anak berumur lima tahun. "Kau merusak suasananya,"

Entah mendapat kekuatan dari mana, aku mencubit pipinya. "Kurasa aku sudah mulai jatuh cinta padamu,"

Seongwoo mengerjapkan matanya. Sepertinya ia bingung. "Apakah kau sungguh-sungguh Hong Seolji? Kau tidak kerasukan hantu yang menyukaiku kan?"

Aku memeluknya. "Tidak, ini aku Ong Seolji," ucapku tepat di telinganya.

Dia tertawa. Ia mengangkatku kemudian memutar tubuhku di udara. "Aku akan membuatmu semakin mencintaimu setelah ini," ucap Seongwoo.

"Kurasa aku akan mencintaimu lebih dari yang kau kira,"

***

"Eomonim, aku nikahi putrimu sekarang ya," teriak Seongwoo di depan rumah.

"Tidak boleh," sahut ayahku yang sedang membersihkan kebun depan.

Seongwoo memasuki halaman rumah sambil menggandengku. "Abeonim izinkan aku menikahinya sekarang, dia sangat menggemaskan," ucap Seongwoo sambil mencubit gemas pipiku.

"Nikahi saja babi itu sekarang hyung, dia selalu memakan makananku," ucap adikku, Hyunji.

"Ya! Aku tidak lagi mau membelikanmu game lagi," ucapku.

Hyungji meringis lebar. "Jangan noona, noonaku cantik noonaku sayang," rayunya.

"Aigo Seongwoo-ya masuk dulu," sambut ibu yang kutebak telah selesai memasak sarapan. "Seolji-ya mandilah dulu! Nanti ajak Seongwoo sarapan bersama,"

Aku memutar bola mata malas. "Iya bu,"

"Jangan membantah!" Serunya dari depan pintu.

"Astaga bu! Aku sudah bilang iya,"

"Eh benarkah? Ya sudah," kemudian ibu kembali masuk ke dalam rumah.

"Seongwoo-ssi, kau duduklah dulu bersama Hyunji, aku mau mandi,"

"Aku ikut~"

Aku langsung meninjunya. "Jangan mesum!"

***

Selesai mandi, dengan rambut setengah kering aku duduk di meja makan, tentunya dengan Seongwoo duduk di sampingku. Dia tak henti-hentinya menatapku sambil tersenyum lebar.

"Berhenti memandangi putriku," ucap ayah di tengah keheningan meja makan saat itu, Seongwoo yang berusaha mematuhi calon ayah mertuanya hanya bisa memalingkan wajahnya kepada mangkuk berisi nasi di hadapannya.

"Ayah dia ini calon suami Seolji, biarlah dia begitu agar mereka bisa lebih dekat," bela ibu.

Ayah menghela nafas. "Bagaimana bisa orang asing datang ke rumah kita lalu melamarnya, dan kau menerimanya begitu saja?"

"Aku kasihan melihat Seolji terlalu bekerja keras, dengan mempunyai suami, dia bisa dinafkahi oleh suaminya dengan sepenuh hati, dan tidak perlu bekerja keras sampai ia sakit," jelas ibu.

"Aku masih bisa memberinya uang, seharusnya kau biarkan dia menikmati masa mudanya," ucap ayah.

Seongwoo langsung berlutut di hadapan ayah. "Abeonim aku sungguh-sungguh mencintai Seolji. Aku mencintainya dengan tulus, urusan keuangan, aku memiliki pekerjaan yang sangat menjamin hidupnya. Aku yakin aku bisa membahagiakan Seolji menggantikan abeonim nanti. Jadi, tolong biarkan aku menikahinya,"

Mataku berkaca-kaca. Mendengar kesungguhan Seongwoo membuatku terharu, sebesar itukah dia mencintaiku? Bagaimana ia bisa mencintaiku yang notabene masih orang asing? Aku menangis terharu.

"Kau sungguh-sungguh mencintainya?"

Seongwoo mengangguk mantap. "Iya abeonim, aku mencintainya setulus hati,"

Ayah menghela nafas lagi. "Baiklah kuberikan kau masa percobaan, kalau sampai kau membuatnya menangis, aku tidak segan-segan membunuhmu,"

Seongwoo tersenyum sumringah. "Terima kasih abeonim,"

"Hyung lihatlah, calon istrimu ini menangis," celetuk Hyunji.

Seongwoo langsung menghampiriku. "Aigo Seolji-ya, uljima," ia menghapus air mataku dengan ibu jarinya.

"Kau pintar sekali merayu ayahku," candaku.

Seongwoo terkekeh. "Itu tadi bukan rayuan lho, aku sungguh-sungguh mengatakannya,"

"Ong Seongwoo berhenti merayu putriku atau kutendang kau keluar," ancam ayah.

Aku tertawa. "Kau dengar ayah bukan? Makanlah sebelum ayahku menendangmu keluar,"

~TO BE CONTINUE~

My Unexpected Wedding Where stories live. Discover now