Oh Happy Day

900 47 7
                                    

Lagi-lagi, entah sudah berapa kali aku terbangun dengan keadaan kelelahan. Kepalaku pening, rasanya mual, disaat yang bersamaan perutku nyeri. Ooh sungguh menyiksa patah hati.

Aku bangkit dari tempat tidur, aku berjalan lunglai menuju dapur untuk mengambil air minum. Tapi begitu aku keluar dari kamar, rumah rasanya hening. Padahal hari ini hari sabtu, harusnya keluargaku ada di rumah, tapi tidak untuk hari ini. Karena rumahku terlalu sepi, telingaku sampai berdenging.

"Ekhem," seseorang berdeham di belakangku kala aku meneguk segelas air dingin.

CROTTT

Tanpa sengaja air yang tengah kuminum tersemprot ke wajah orang itu saat aku berbalik.

"Ya! Menjijikan!" Omel Guanlin.

Aku terkekeh. "Salahmu sendiri mengagetkanku," ucapku santai.

Aku mengembalikan gelas ke tempatnya. "Ada apa kau kemari sepagi ini?" Tanyaku sambil mengunyah pisang yang baru saja kukupas.

"Hanya main, tidak boleh?"

Aku terkekeh begitu melihat Guanlin merajuk, lelaki di hadapanku ini tidak sadar umur. "Tentu saja boleh, kau tidak sibuk kan?"

Guanlin menggeleng sebagai respon. "Oke kalau begitu kita bersenang-senang hari ini,"

"Kau masih patah hati ya?"

Dasar Guanlin bodoh, ingin rasanya kulemparkan dia ke dalam sumur. Sudah jelas masih juga ditanyakan.

"Tutup mulutmu atau kujahit,"

Guanlin tertawa lepas. "Iya-iya maafkan aku," Guanlin mengecup keningku sekilas. "Bersiaplah aku akan menunggumu sambil menonton televisi,"

Guanlin berlalu menuju ke ruang tengah, sedangkan aku masih diam. Aku terkejut. Tentu saja, perilakunya kali ini tidak direncanakan. Astaga! Lai Guanlin!

Aku mengenakan kaos putih dan celana jeans panjang berwarna biru. Aku tidak ingin berdandan, bahkan rambutku kuikat asal, dan menyisakan beberapa anak rambut yang turun. Terserah jika aku terlihat berantakan, orang cantik bebas.

"Ayo Lin,"

Guanlin langsung mematikan televisi, dan menggandengku keluar rumah. Dia langsung membawaku ke dalam mobil sportnya yang mengkilap. Manusia satu ini memang selalu berlebihan.

"Haruskah kau seperti ini?" Tanyaku, karena bahkan sampai di dalam mobil pun dia masih menggenggam tanganku erat.

Guanlin menatapku sambil tersenyum manis. "Iya, karena sudah tidak ada yang menghalangiku untuk mendapatkanmu, aku akan berusaha untuk mencuri hatimu. Lagipula manusia sialan itu tidak bisa protes karena dia tidak memiliki hak apapun atas dirimu, jadi mulai sekarang aku akan terang-terangan menunjukan bahwa aku mencintaimu,"

Aku hanya menghembuskan nafas lelah. Bukan aku tidak menyukai Guanlin, bukan aku menyukai Guanlin juga. Tapi, aku masih belum siap untuk jatuh cinta lagi. Pertama kali aku jatuh cinta, dan cintaku dihancurkan begitu saja membuatku sedikit takut untuk kembali jatuh cinta.

Guanlin mencuri satu kecupan di bibirku. "Aku akan menunggumu sampai kau bisa mencintaiku,"

***

Sepanjang langkah kaki kami, Guanlin tak pernah sedetik pun melepaskan tautan tangannya. Aku penasaran sebanyak apa tenaga yang ia punya karena tangan kanannya sibuk menarikku yang berjalan lambat, dan tangan kirinya membawa belanjaan yang ia beli untukku. Sebenarnya yang perempuan di sini siapa?

"Apa kau tidak lelah?" Tanyaku.

Guanlin berhenti. "Kau lelah?"

Aku sedikit mengangguk, dan tanpa aba-aba Guanlin menarikku ke dalam pelukannya dan menggendongku. Lihat, dia bahkan masih mampu menggendongku bahkan setelah tangannya membawa lebih dari lima tas belanjaan.

My Unexpected Wedding Where stories live. Discover now