12. Dongeng untuk Stuart.

18.9K 873 34
                                    

Matahari telah naik ke puncak yang lebih tinggi ketika Stuart mulai membuka matanya. Tubuhnya lelah, tapi lega. Seakan semua beban yang selama ini di tahannya luruh ke dasar jurang yang paling dalam. Dan memang begitulah kenyataannya.

Saat jam menunjukkan pukul dua dini hari, Stuart baru menghentikan kegiatan panasnya dan Aimee. Bahkan ketika wanita itu sudah tak mampu membuka matanya lagi, Stuart tetap mendaki kenimatkanya seorang diri.

Laki-laki yang masih telanjang di balik selimut itu tersenyum, namun hanya sejenak, saat tangannya meraba ruang kosong di sisi ranjangnya. Kepala Stuart seperti dipukul godam, tersentak. Dia bangun dan mendapati dirinya seorang diri di kamarnya yang luas.

Stuart menatap ceceran bajunya di atas lantai, yang seharusnya bergabung dengan helaian baju Aimee. Stuart menyibak selimut, meraih celananya cepat kemudian memakainya kilat. Jantungnya bertalu keras ketika tak menemukan Aimee di kamar mandi, berjalan dengan langkah lebar menuju dapur, Stuart mengabaikan beberapa pelayan wanita yang merona melihatnya bertelanjang dada.

"Dimana dia?" tanyanya langsung pada Claire.

Tak perlu bertanya siapa yang tuannya maksud, Claire sudah paham. "Aimee bilang dia akan pergi sebentar."

"Kemana? Sejak kapan?" Stuart nyaris berteriak. Seharunya dia memastikan Aimee tidak lepas dari pelukkannya semalam.

"Baru saja tuan, dia bilang ingin mengunjungi ibunya."

Tak mengucapkan apapun lagi, Stuart kembali ke kamarnya. Dia membersihkan diri dan berpakaian secepat mungkin. Menyambar kunci mobilnya di atas meja kerja, Stuart lantas keluar dari rumahnya. Mengendarai mobil secepat yang ia bisa menuju area pemakaman di utara london.

Highgate cementery, merupaka pemakaman yang ada sejak tahun 1839. Banyak yang cerita berkembang di tempat yang juga merupakan cagar alam ini, salah satunya adalah cerita vampir yang melegenda. Tapi mengesampingkan semua kisah seram yang mengekori pemakaman highgate cementery, Aimee pikir ini adalah tempat yang indah dan tenang dengan semua bangunan makam yang tertata rapi.

Aimee duduk di samping makam ibunya. Tanpa kata, sudah sejak tiga puluh menit yang lalu. Apa yang terjadi malam tadi seperti proyektor yang terus berbutar dalam kepalanya. Tubuhnya pun masih bisa merasakan sisa sentuhan Stuart. Aimee bahkan hampir tak bisa bergerak tanpa menahan nyeri di pusat tubuhnya.

"Bu, apa kau ada di tempat yang bagus sekarang? Ku rasa kau sedang di sana." kalimat pertama yang Aimee ucapkan setelah lama berdiam diri. "Menurutmu, bagaimana jika aku menyusulmu. Apa kau keberatan?" Aimee tersenyum kecut. "Kau pasti akan memarahiku habis-habisan, ya."

Semilir angin menerbangkan helai rambut Aimee yang terurai begitu saja. Setetes air matanya jatuh, yang selanjutnya disusul oleh tetesan yang lain. Sesak di dada Aimee tak terelakkan, wanita itu menangisi hidupnya. Jika bisa Aimee ingin menyalahkan Tuhan, tapi mana mungkin, Aimee hanya boneka yang memiliki tugas dengan peran yang sudah ditentukan. Dia tak memiliki hak untuk protes, yang harus dilakukannya hanya menjalankan semuanya dengan sebaik mungkin.

Ibunya pernah bilang, jika hari ini kita dibuat menangis oleh Tuhan. Itu agar kita memiliki hati yang kuat. Dan, jika hari ini mendung menaungi langit birumu, percayalah jika sebenarnya Tuhan sedang menyiapkan hari yang cerah untuk kita duduk di bawahnya besok.

Aimee percaya, dia sangat percaya. Hanya saja, kapan langit cerah itu ada untuk Aimee.

Aimee lahir ditengah pernikahan tidak bahagia orang tuanya. Ibunya pergi meninggalkan Aimee bersama ayahnya yang pemabuk karena tidak bisa menahan sakit batin dan fisik, padahal saat itu Aimee baru berusia tiga tahun. Sejak saat itu, ayahnya yang sering lepas kendali ketika mabuk, mengganti sasarannya saat marah pada Aimee. Aimee kecil seringkali dipukuli, dia harus bekerja membersihkan rumah setiap hari dengan tangan kecilnya. Sampai ketika Reiko kembali ketika ayahnya berniat menjual Aimee, ayahnya dipenjara karena perbuatanya. Hingga sekarang Aimee tak lagi tahu kabar tentangnya, lebih tepatnya, tak ingin lagi tahu.

MAID MINE (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now