8. Bantuan?

13K 873 38
                                    

Aimee melepas sabuk pengaman ketika mobil yang mereka kendarai berhenti di depan gerbang universitas. Sebenarnya Aimee telah meminta Stuart untuk berhenti di halte yang letaknya cukup jauh dari kampus, agar tidak ada orang yang melihatnya turun dari super car milik Stuart. Tapi laki-laki itu tak acuh, dia tetap melajukan mobil hingga berhenti di sini.

Tak tahukah Stuart, jika apa yang dilakukannya sama seperti mengantarkan Aimee ke neraka. Gadis itu mendesah berat dalam hati.

"Terimakasih untuk tumpangannya, Tuan." Tapi meski begitu, Aimee bukan orang yang tak tahu terimakasih.

"Kapan kelasmu selesai?"

Pertanyaan itu membuat Aimee mengerutkan keningnya bingung. "Ya?"

"Jangan buat aku mengulanginya." Ujar Stuart datar.

Aimee yang mendengar itu cepat-cepat menjawab. "Jam satu siang."

"Tunggu di sini jam satu siang."

"Kenapa?"

"Bisa jangan menanyakan sesuatu yang ingin kulakukan."

"Ba..baik. Kalau begitu, saya permisi. Sekali lagi terimakasih."

Aimee menghembuskan nafasnya lega, sejak masuk ke dalam mobil Stuart, Aimee lebih banyak menahan nafas. Jantungnya pun tak berhenti berdetak abnormal sejak tadi. Masuk ke dalam mobil Stuart lebih buruk dari memasuki rumah hantu. Jika masuk ke rumah hantu Aimee akan merasakan kengerian di dalam rumah, dan akan hilang begitu ia keluar. Justru kebalikkannya ketika Aimee masuk ke dalam mobil Stuart.

Aimee berbalik, bulu kuduknya seketika meremang saat menemukan berpasang-pasang mata menatapnya dengan berbagai macam jenis tatapan. Dan tatapan paling membuatnya ngeri adalah milik para gadis peminat Tuan mudanya.

Aimee melangkah pelan melewati gerbang kampusnya. Jantungnya tak berhenti berdetak keras. Tatapan mengintimidasi dari orang-orang memang yang paling buruk. Sampai di kelaspun Aimee masih bisa merasakan jika beberapa orang masih meliriknya sinis dan berbisik-bisik tentangnya. Aimee mencoba abai dengan membuka modul, melihat-lihat jadwal kelasnya hari ini yang sedikit, atau sekedar mencatat hal-hal kecil di buku. Hingga dosen kelas pertamanya datang, barulah Aimee dapat bernafas lega.

Materi yang dibahas pagi ini penting bagi Aimee, dia ingin cepat lulus S1 hingga semua penjelasan Mr. Cliff tentang Mikro ekonomi betul-betul diperhatikannya. Bisnis international adalah jurusan yang Aimee ambil, jurusan yang berisiko namun menjanjikan karir yang cemerlang jika dipelajari dengan sungguh-sungguh. Terimakasih pada Tuan Adam yang sekali lagi bersedia membiayai pendidikan Aimee.

Selama dua jam kelas berlangsung, Aimee langsung membereskan buku-bukunya ketika Mr. Cliff mengakhiri kelas pagi ini. Aimee akan menghabiskan waktu setengah jam di perpustakaan selagi menunggu kelas keduanya dimulai.

Kira-kira begitulah rencana Aimee, sebelum langkahnya tertahan, oleh Marie dan teman-temannya yang berdiri di depan pintu keluar. Dia memeluk buku tebalnya erat-erat. Orang-orang yang tersisa di kelasnya mulai mendengung, membicarakan sesuatu yang akan terjadi sebentar lagi. Kebanyakan dari mereka menantinya dengan antusias.

"Hai, Aimee. Maaf, aku tidak sempat menyapamu saat di rumah Stuart tadi. Bagaimana kabarmu?" Marie beramah-tamah, yang justru membuat Aimee merinding mendengarnya.

Itu sama sekali tidak cocok, untuk matanya yang selalu berkilat licik. "Kabarku baik, Nona." Jawab Aimee, demi menjaga sopan santun. Ibunya yang mengajarkan Aimee, tidak peduli seburuk apapun orang memperlakukan kita, bukan berarti kita harus membalasnya dengan cara yang sama. Begitu kata Reiko.

"Ah, aku selalu suka ketika kau memanggilku begitu, itu artinya kau sadar dimana tempatmu." Sebuah senyuman terbit dari bibir merah Marie. "Tapi ada satu hal yang sepertinya kau lupakan, Aimee." Marie menelusuri pipi Aimee menggunakan ujung kukunya yang dicat merah. Tiba-tiba, wanita berambut pirang itu mencengkram leher Aimee keras, hingga gadis itu meringis. Aimee refleks melepaskan bukunya, menyentuh pergelangan tangan Marie. "Kau seharusnya tahu, jika aku benci saat Stuart bersama wanita lain. Tapi kau berani pergi dengannya di depan mataku. Perempuan sialan." Marie mendesis, menguatkan cengkramannya.

MAID MINE (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now