Jadi saat aku pulang, aku hanya mengatakan bahwa Sakura memintaku untuk menemaninya. Jelas sekali aku bohong. Waktu itu kan aku dan Sakura masih marahan.

“Zi...”

Aku tersadar dari lamunanku. Aku menoleh dan mendapati wajah Atha begitu dekat denganku. Ah sialan! Kenapa aku jadi merasa jantungku akan loncat.

Belakangan ini sikap Atha berubah. Agak dewasa sepertinya, atau sebenarnya dia memang dewasa ya? Soalnya kadang dia tetap masih menggangguku dengan lelucon.

“A-ada apa?”

Dia berbisik pelan di telingaku. “Sakura pindah sekolah.”

“APA!?” Aku merasa suaraku seperti tercekik. Aku menatapnya dengan kedua bola mata melebar. “Apa maksud lo?”

“Tadi dia udah ada di bandara.” Atha berkata pelan. “Tapi gara-gara si busuk ini nyuruh Badai telfon Sakura untuk menyelamatkan Prisil, dia balik lagi ke sekolah.”

Busuk? Siapa yang dia bilang busuk? Aku melihat tatapan sinisnya ke arah kiri. Ah! Aku baru sadar bahwa yang dipanggilnya ‘busuk’ adalah Awan. Entah kenapa Atha mengatai Awan dengan kata ‘busuk’ membuatku ingin tertawa.

Baiklah. Aku memang sempat menyukai Awan, lalu apa? Aku benci banget sama dia sekarang. Bukan apa-apa, masalahnya di dunia ini yang perlu diselamatkan bukan hanya si Prisil, tapi Sakura juga!

“Yah, gara-gara gue juga sih. Gue nelfon dia dan bilang kalo elo diculik.” Atha nyengir. “Tapi pas gue telfon dia, dia udah di dalam taksi kok.” Dia buru-buru menyelesaikan saat aku melotot padanya.

“Kita disuruh pergi.”

Tiba-tiba Awan berkata setelah melihat ponselnya. Wajah cowok itu masih saja dingin dan kelihatan bahwa dia jengkel setengah mati.

Yah, wajar sih. Awan kan memang menyukai Prisil, tapi Prisil malah jadian sama Badai. Temannya sendiri. Aku tahu rasanya pasti tidak menyenangkan, tapi seharusnya Awan bisa lebih dewasa sedikit.

“Badai yang suruh. Katanya urusan Prisil dan Sakura, biar dia yang menyelesaikan.” Awan berkata dengan nada tidak suka. Sepertinya Awan memang tidak suka dengan sikap Badai yang sok pahlawan.

“Mana bisa begitu?” Ruth ngomel. “Mana bisa dia melawan M yang punya anak buah banyak!? Dia tuh pikirannya sempit banget. Kayak Sakura.”

Baiklah. Aku menyetujui kalimat Ruth. Walaupun harus mengatai Sakura berfikiran sempit. Tapi Ruth benar. Bagaimana bisa melawan M sendirian?

“Lebih baik kita pergi ke suatu tempat untuk mengobati kaki Zia.” Atha memegang pergelangan kakiku yang terluka karena aku kabur barusan.

Jujur saja, aku tidak tahu apakah aku dilepaskan atau aku ini berhasil kabur. Tapi karena tadi aku merasa peluang untuk keluar gedung itu cukup besar, aku langsung berlari mencari jalan keluar. Sialnya gedung itu gelap dan menyeramkan.

Kalian tahu kan kalau aku takut banget sama yang namanya hantu? Makanya aku berlari secepat mungkin saat mulai mendengar suara-suara aneh di belakangku. Eh, aku malah terjatuh karena menyandung puing gedung yang berserakan.

“Lo mau menyusul Badai ke dalam?” Atha bertanya dengan tatapan datarnya. Entah kenapa aku merasa Atha benci banget sama Awan. Padahalkan mereka teman sekelas dulu, sekarang juga begitu.

“Zia...?”

Uh, masih peduli dia sama aku? Tadi dia menggembor-gemborkan tentang keselamatan Prisil melulu. Dia bahkan melupakan bahwa dulu dia merasa bersalah dengan Sakura. Sekarang dia bersikap acuh tak acuh dengan Sakura.

UNBELIEVABLE MOMENTWhere stories live. Discover now