Bab 25: Demi Dinda (Bagian 1)

12 3 0
                                    

Aiman ​​dan Alya akhirnya pergi ke ruangan tempat Adinda dirawat di rumah sakit tersebut. Mereka mendapati Dinda sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit. Kepalanya terbalut perban. Masker oksigen diletakkan di atas hidung dan mulutnya. Dan tabung dan jarum menempel ke tubuh mungilnya.

Aiman ​​menarik kursi lebih dekat ke tempat tidur Dinda dan duduk. Memegang tangan adiknya, dia memejamkan mata dan berharap agar kondisi adiknya menjadi lebih baik.

"A Aiman?" Alya menepuk bahu Aiman.

Aiman ​​berbalik untuk menghadap adiknya. "Iya?"

"Berapa banyak uang yang ada di tabunganmu? Apakah itu akan cukup untuk operasi Dinda?" Alya menghujani kakaknya dengan pertanyaan.

Aiman ​​menghela nafas panjang. "Sejujurnya, aku tidak punya banyak uang saat ini. Tapi aku berjanji kepadamu aku akan mendapatkan uang untuk operasi Dinda, dengan cara apapun. Kamu harus percaya padaku, oke?"

"Tapi bagaimana Kakak bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang relatif singkat?" Alya mengajukan pertanyaan lain dengan berurai air mata.

Aiman ​​berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku akan meminjam uang dari ayahnya Sandra. Dia adalah seorang pengusaha yang kaya dan dermawan. Aku yakin dia akan meminjamkan kita uang."

"Baiklah kalau begitu, telepon Kak Sandra sekarang dan minta bantuannya!" Alya menyuruh kakaknya.

"Oke. Aku akan meneleponnya  sekarang." Aiman ​​kemudian keluar dari ruang rawat inap Dinda untuk menelepon.

Aiman ​​mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya dan kemudian menelepon Sandra, tetapi teleponnya tidak bisa tersambung. Dia mencoba meneleponnya lagi dan lagi, tetapi sungguh mengecewakan, dia masih tidak bisa menghubunginya. Dia kemudian menelepon telepon rumah Sandra, tetapi tidak ada yang menjawabnya. Mengetahui itu sia-sia, Aiman ​​akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar Dinda.

"Apa yang Kak Sandra katakan kepadamu, A Aiman? Dia dan orang tuanya bersedia membantu kita, kan?" Alya bertanya dengan penuh harap.
Aiman ​​menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Aku mencoba menelponnya beberapa kali tetapi tidak bisa tersambung."

"Mungkin Kak Sandra sedang sibuk saat ini. Sebaiknya Kakak pergi ke rumahnya dan bertemu dengannya secara pribadi," usul Alya.

"Kamu benar. Baiklah kalau begitu, aku akan pergi ke rumah Sandra sekarang. Jaga Dinda selama aku pergi, oke? Panggil saja perawat jika kamu membutuhkan sesuatu! Dan jangan lupa untuk segera memberitahuku jika ada perubahan dengan kondisi Dinda," pesan Aiman.

"Oke, aku akan melakukannya," janji Alya.

Aiman ​​berbalik dan berbicara dengan Adinda, "Kakak harus pergi sekarang, Dinda. Kakak akan segera kembali."

Dia menanamkan ciuman di dahi saudara perempuannya sebelum bangkit dan berjalan menuju pintu.

"Sampai jumpa, Alya," ucap Aiman ​​sebelum dia keluar dari ruangan itu.

"Hati-hati, A Aiman!" seru Alya.

Aiman ​​hanya menjawab dengan anggukan.

♣♣♣♣♣

Aiman ​​mengendarai mobilnya menuju rumah Sandra dengan kecepatan tinggi. Setibanya di sana, dia membunyikan klakson mobilnya, tetapi tidak ada yang datang untuk membuka pintu gerbang. Dia membunyikan klaksonnya lagi, tetapi hal itu masih sama.

Aiman ​​menurunkan kaca mobilnya. "Pak Amir?" dia memanggil nama penjaga keamanan yang bekerja di rumah Sandra, tetapi tidak ada jawaban.

Akhirnya, Aiman ​​turun dari mobil dan berjalan ke gerbang. Dia membunyikan bel dan menunggu. Tapi belum ada yang muncul untuk membukakan gerbang untuknya.

In the Name of Friendship (A Bilingual Novel ~ Completed)Where stories live. Discover now