empat

6.8K 314 7
                                    


Antara sadar dan tiada, Meisya mendengar ketukan berulang di pintu kamarnya, dengan mata setengah terbuka ia buka pintu kamar,  wajah bik Sum muncul di sana. Diliriknya jam di dinding, wah jam 4 pagi.

"Ada apa bi, pagi-pagi bangunin saya?" tanya Meisya menggaruk-garuk kepalanya.

"Bantuin bibik di dapur yuk, masak soto," ajak bik Sum sambil menggandeng tangan Meisya. Meisya mengekor dengan bingung.

"Aneh deh, bik Sum kan pinter masak, ngapain ngajak saya masak?" tanya Mei lagi.

"Haduuu jangan banyak tanya non,  ini den Ed minta bikinin soto yang kayak non bikin, ayo jangan banyak tanya,  cepet kerjakan non, soalnya jam 6 pagi, den Ed mau berangkat ke bandara nggak tau mau ke mana," ucap bik Sum sambil mengeluarkan daging ayam kampung dari kulkas.

"Yeees yeeees..merdeka deh nggak ada tuh orang,  kemon bik,  aku mulai bikin," teriak Meisya sambil tangannya mulai cekatan meracik bumbu yang akan dihaluskan. Bik Sum mengamati semua yang dikerjakan oleh Meisya dan tersenyum melihat Mei yang seolah sudah terbiasa di dapur.

"Kenapa bi,  ada yang aneh dengan cara masak saya?" tanya Meisya melihat bik Sum yang senyam senyum.

"Nggak nggak non, saya cuma kagum aja, ada anak jaman sekarang yang bisa masak," jawab bik Sum.

"Saya kan biasa di panti asuhan bik,  jadi yaaa nggak usah heranlah," ucap Meisya sambil tersenyum manis pada bik Sum.

Satu jam kemudian semuanya siap. Bik Sum mencicipi kuah soto ke tangannya dan memperlihatkan jempolnya pada Meisya.

"Hmmm enak bener non,  makanya den Ed, pengen bener nih soto," ujar bik Sum.

"Iya dah bi,  saya mandi dulu ya," ujar Meisya melangkah ke kamarnya dan menoleh lagi sambil setengah berteriak.

"Telornya diangkat itu bi,  dah mateng paling,  nanti seledrinya diiris tipis, kalo mau ya kubisnya juga,  diiris tipis juga ya biii."

Meisya melangkah cepat karena kawatir dengan baju yang ia kenakan, karena tadi ia langsung diseret ke dapur tanpa sempat ganti baju yang pantas, rupanya dewa dewi keberuntungan tak berpihak padanya. Saat akan berbelok ke arah kamarnya ia melihat Edwin yang menuju dapur dan sesaat melihatnya dari atas ke bawah dengan tatapan kaget dan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain

Setengah berlari Meisya menuju kamarnya.

"Iiiih malu-maluin,  kenapa juga aku nggak ganti baju dulu tadi,  duh malunya, ntar dikira mau godain lagi," Mei berbicara sendiri sambil menghentakkan kakinya ke lantai dan menuju kamar mandi dengan wajah kesal.

Di dapur Edwin menemukan bik Sum yang mengupas kulit telur.

"Bik ngapain tuh anak kecil di dapur?" tanya Edwin. Bik Sum tertawa lirih.

"Ya bantuin bibik masaklah den,  kan den Ed minta soto bikinan non Mei,  ya bibik suruh dianya sendiri yang masak," jawab bik Sum.

"Waduh, bibik nggak kan bilang kalo aku yang pengen?" tanya Edwin lagi.

"Bibik nggak biasa bohong,  ya bibik bilang kalo den Ed yang pengen," jawab bik Sum lagi,  dan Edwin garuk-garuk kepala.

"Bik bilang sama tuh bocah,  suru pake baju yang bener,  baju daleman kok dipake keluyuran dalam rumah,"ujar Edwin dengan nada tidak suka.

"Den, tadi dia jam 4 bibik seret ke dapur dalam keadaan ngantuk,  ya jelaslah dia nggak sempat pake baju yang bener," sahut bik Sum kembali tersenyum.

"Lagian kalo den Ed nggak suka ya jangan diliat hmmm paling tertarik yaaa, non Mei itu meski kecil mungil tapi badannya cukup berisi loh bisa buat nyubit-nyubit," ujar bik Sum sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Nggak bik,  aku nggak suka sama tuh bocah, nyusahin hatiku aja,  capek aku tiap liat dia bi," ujar Edwin pelan.
Terdengat bik Sum menghela napas.

"Bilang gitu lagiii den Ed,  hilangkan perasaan seperti itu ke non Mei,  dia nggak pernah ganggu den Ed, dia anak yang manis dan penurut, ah sudah lah ayo den Ed mau makan sekarang?" tanya bik Sum dan segera menata soto di meja makan.

"Iya dah bik,  aku makan sekarang aja, bentar lagi aku ke bandara," jawab Edwin mulai duduk di meja makan dan mendekatkan piring ke tempat nasi.

"Mau kemana den?" tanya bik Sum.
"Ke Singapura bik,  ada sedikit masalah dengan perusahaan yang di sana, tapi hari ini mama pulang kok bik," jawab Edwin sambil mulai makan soto kesukaannya. Bik Sum mendekatkan tempat krupuk ke depan Edwin.

"Ah benar-benar enak nih soto bik,  nggak ada bosannya aku makan soto ini," ucap Edwin sambil memasukkan suapan terakhirnya.

"Tak bawakan ke Singapura piye?" tanya bik Sum sambil tertawa.

"Bibik ada-ada saja,  aku tiga hari di sana bik, udah ya aku mau siap-siap dulu," ujar Edwin naik ke kamarnya.

***

Saat memakai bajunya sempat terlintas dalam pikirannya Edwin, Meisya yang hanya menggunakan tanktop dan hotpans tadi. Dihembuskannya napas dengan kasar....maafkan aku Frey .... bisik hatinya lirih.

***

"Berangkat dah bik tuh orang?" tanya Meisya tolah toleh.

"Iya barusan,  tiga hari katanya non dia mau ke Singapura," jawab bik Sum.

"Merdeka bener deh rasanya saya bik,  nggak ada yang melototin dan ngata-ngatain tiap hari," ujar Meisya dengan riang.

"Hmmm merdeka,  kayak jaman perang aja non ini," bik Sum tertawa nyaring.

"Beneran bik,  kalo bukan karena bu Minda,  aku sudah balik kosan sejak awal ada di rumah ini, masak aku dibentak karena masuk kamarnya bik,  padahal bu Minda yang nyuru aku naruk baju tuh orang ke kamarnya,  ih mangkeeel banget kalo ingat itu," ucap Mei sambil menikmati sarapannya. Mata bik Sum membulat.
"Oh yaaaa, hmmm memang gak bisa sembarangan masuk ke kamarnya den Ed non,  sejak den Ed kehilangan non Freya,  dia jadi saaaangat tertutup,  baru setahun ini aja dia mulai mau jalan-jalan,  gabung sama temannya lagi, mulai tersenyum lebar dan banyak omong lagi,  wong anaknya memang dasar periang dan suka guyon," ujar bik Sum menjelaskan. Meisya mengangguk mendengarkan cerita sambil memasukkan suapan terakhirnya.

"Bik saya berangkat dulu ya," Meisya pamit pada bik Sum.
"Iya hati-hati non,  tuh sopir bu Minda dah nunggu di depan," ujar bik Sum.

***

Di pesawat Edwin menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, memejamkan matanya dan terlintas wajah mungil Meisya,  ia menggeleng pelan, mengapa bukan Freya pikirnya.

Edwin menoleh ke luar jendela pesawat,  kembali terlintas tawa riang Meisya,  rambutnya yang lebih sering diikat dan tatapan takutnya jika dia membentak.

Tidak,  tidak mungkin aku menyukainya, bocah kecil yang hanya jadi perusuh di rumahnya. Kembali Edwin memejamkan mata.

***

"Bik Suuuum,  aku pulang biiik," teriakan bu Minda membuat bik Sum tergopoh-gopoh.

"Waduuh bawaan segini banyaknya, nyonyaaaa," ujar bik Sum kaget.

"Itu dari Edwina dan beberapa aku beli sendiri bik,  nggak taulah apa aja itu,  tolong bereskan ya bik," pinta bu Minda.

"Eh bik gimana tuh dua anak saya di sini aman-aman aja?" tanya bu Minda.

"Den Ed nya yang sering marah-marah nggak jelas sama non Mei,  nyah," jawab bik Sum. Bu Minda menghembuskan napas pelan.

"Semoga Mei bisa jadi obat bagi Edwin bik," ucap bu Minda lirih.

Soto untuk Kakak (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang