satu

12.7K 433 15
                                    


"Keluaaaar kau dari kamarku, siapa yang menyuruhmu,  tidak ada yang lancang masuk kamar ini tanpa ijinku," mata Edwin menyiratkan kemarahan yang amat sangat.

Meisya kaget mendengar suara yang tiba-tiba menggelegar di belakangnya. Seketika ia menunduk ketakutan.

"Ibu Minda yang menyuruh saya meletakkan baju kakak ke kamar ini,  sayaa,  sayaaa...," Meisya sangat ketakutan.

"Ada apa Edwiiiin teriakanmu sampai terdengar keras ke bawah," tiba-tiba mama muncul di kamar Edwin.

"Siapa dia ma,  berani-beraninya masuk ke kamarku?" tanya Edwin tak suka. Mama menghela napas.

"Kalo mama salah,  mama minta maaf,  mama yang nyuruh Meisya meletakkan baju-bajumu,  bik Sum sedang sakit, sudah selesai marahnya, ayo Meisya ikut ibu, heh gitu aja sampek bikin mama jantungan," mama menyeret tangan Meisya ke luar dari kamar Edwin. Meisya mengekor ibu Minda. Turun ke ruang makan.

Edwin memegang dadanya perlahan, menyandarkan kepalanya ke dinding kamar. Melangkah pelan ke lemari kecil mengambil foto dan mendesis pelan.

"Mengapa setelah lima tahun kamu muncul lagi, kau mau menyiksaku?" desis Edwin perlahan. Matanya berkaca-kaca meletakkan foto itu dalam lipatan buku yang sudah lusuh.
Perlahan Edwin membuka jasnya, kemejanya dan tidur terlentang. Dia tidak salah,  tidak salah,  yang salah mengapa dia punya wajah yang mirip, aku benci jika ada yang mirip dengan Freya,  pikiran Edwin berjalan tak tentu arah.

"Edwiiin,  turunlah,  kita makan sayang,  sudahan dong ngambeknya,"suara mama terdengar memohon.

"Ya bentar,"suara berat Edwin menjawab panggilan mama.

Kaki Edwin mendadak kaku saat di meja makan,  ikut duduk perempuan yang tadi masuk secara tidak sopan ke kamarnya. Ia mendengus perlahan.

Dengan kaku dan wajah dingin Edwin mengabaikan perempuan itu.
"Nih makanlah soto kesukaanmu," ujar mama menyodorkan piring pada Edwin.

Sejenak raut wajah Edwin berubah,  ia cicipi perlahan dan mengangguk pelan.
"Enak ma,  beli ya,  kok nggak kayak masakan bik Sum?" tanya Edwin makan dengan lahap.

"Hmmm mama yang masak dong," ujar mama bangga dan Edwin menggeleng dengan keras.

"Nggak mungkin,  mama lebih pandai nyicipi dari pada masak," ujar Edwin menyudahi makannya dan tanpa menoleh dia berjalan menuju kamarnya lagi.

"Sisakan untuk besok ma,  aku ingin sarapan soto itu lagi," pinta Edwin

"Ibuuu saya takut,  saya balik ke kosan saya saja ya,  kak Edwin mengerikan," suara Meisya terdengar mencicit.

"Nggak kamu tetap di sini,  sudah ibu siapkan kamar dekat taman belakang, besok ibu minta susun jadwal untuk ibu, terutama untuk butik,  salon dan spa, nggak usah mikir Edwin,  ngerti,"  bu Minda berkata penuh penekanan.

Dan Meisya hanya bisa mengangguk pasrah,  ia hanya sekretaris baru di butik bu Minda.

Meisya duduk menghadap taman saat malam semakin larut. Ia hanya berpikir mengapa ia menerima tawaran bu Minda untuk tinggal di sini,  di rumahnya, jika ternyata ada monster sakit jiwa juga ada di sini.

Tak lama ia mendengar langkah,  cepat-cepat Meisya masuk ke kamarnya dan mengunci dengan cepat.

Dari balik tirai ia melihat Edwin yang ternyata akan berenang,  malam-malam, bener-bener nggak waras nih orang pikir Meisya. Tapi ia segera menelan ludahnya saat melihat badan tegap Edwin dengan badannya yang liat,  banyak roti sobek di badannya,  dan aih matanya mendadak juling saat melihat Edwin membuka handuk dan hanya menggunakan celana dalam. Wak wau apaan tuh gundukan segitunye. Cepat-cepat ia getok kepalanya dengan keras agar otak warasnya kembali bertengger.

Soto untuk Kakak (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang