Prolog

768 53 15
                                    

Ditengah derasnya hujan dan petir yang menyambar-nyambar. Taufan berlindung di belakang Halilintar.

"Hei, kau sudah besar. Kenapa masih nempel ke aku sih? " Halilintar terlihat risih. Sudah berapa kali dia mencoba melepas genggaman tangan Taufan dari lengannya, tapi hasilnya tetap saja nihil.

"Aku takut, Hali. Kalau saja ada abang Gempa bersama kita, pasti aku bisa tenang" kata Taufan.

"Heleh, ada ataupun tidak kau masih saja penakut" ledek Halilintar kesal. Tapi apalah daya. Karena mereka berdua terpisah dari kelima saudaranya yang lain, mau tak mau harus mencari mereka dan menghindar dari tiga orang berjubah hitam yang siap kapan saja menangkap mereka.

Ctaarr!!
Suara petir yang tiba-tiba muncul, membuat Taufan berteriak cukup kencang.

"Hoi! Sakit telingaku dengarnya tahu! " Halilintar mengusap telinga kirinya.

"Ma.. Maaf.. Aku tadi terkejut" Taufan memperlihatkan senyuman yang membuat mood Halilintar jadi tidak beraturan. Ingin marah tapi tidak bisa. Kira-kira begitulah.

Di saat ingin melanjutkan perjalanan, terdengar suara hewan liar di balik semak belukar. Halilintar mengamati dengan serius, sedangkan Taufan mengumpat di belakang Halilintar.

"A.. Apaan itu? " tanya Taufan dengan suara setengah berbisik.

"Mana aku tahu" bisik Halilintar.

Keduanya ketakutan. Tapi, ketika satu persatu serigala muncul, tambah membuat level ketakutan mereka. Sampai akhirnya mereka memilih lari. Sontak saja, ketika melihat mangsanya pergi, gerombolan serigala itu berlari mengejar.

Aksi kejar-kejaranpun terjadi. Tapi berkat kalihaian dan kecepatan mereka berdua, serigala-serigala itu tidak dapat menerkam apalagi memangsa mereka berdua.

Dan ketika mereka tiba di sebuah tanah lapang, gerombolan serigala itu justru berbalik. Kedua saudara itupun terheran-heran. Sewaktu Taufan bermaksud mengecek tempat tersebut, ternyata...

"Hali! Awas! " Taufan mendorong tubuh Halilintar hingga terpental cukup jauh. Dan sebagai gantinya, Taufanlah yang menjadi santapan sedap pria berjubah hitam itu. "Akh! " Taufan kesakitan. Darah perlahan keluar dari lehernya.

Gawat! Dia kaum kegelapan!, batin Halilintar. Ketika dia hendak menyelamatkan Taufan, seseorang menariknya dari arah belakang.

***

"Woi! Bangun! Mau tidur sampai kapan kau, ha!? " seorang remaja laki-laki dengan seragam sekolah lengkap menatap tajam ke arah Halilintar.

"Oh, hai Akira" Halilintar merapikan rambutnya yang berantakan.

"Masih sempat pula menyapa, kelas udah berakhir loh. Mau nginap di sini? "

"Ha? " masih diantara sadar atau tidak, Halilintar melihat keseliling. Kemudian mengumpulkan kesadarannya dan terkejut. "Ha!? Sejak kapan kelas selesai!?" buru-buru Halilintar membereskan barang-barangnya.

"Setengah jam yang lalu" jawab Akira kesal. "Untung tadi aku bantuin buk Diva. Kalau gak, kau akan terkunci di dalam kelas ini" dia pun berlalu pergi, tapi Halilintar masih ditempatnya. Dia masih sedikit pusing ketika bermimpi bocah laki-laki yang mirip dengannya itu. Tapi yang anehnya, Halilintar sama sekali tidak ingat siapa dia.

***


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hello Guys!! ヾ(≧▽≦*)o
Thankyou dah baca cerita aku ^^
Aku tunggu komentar, kritik dan saran dari kalian 😉
Btw, cerita ini muncul disaat yang tidak tepat :"
Ketika aku sibuk ;-;
Yah, mau bagaimana.
Inspirasi suka datang tak diundang dan pergi tanpa pamit. ;-;
Yaelah, malah curhat... 😅
Maaf kalau ceritanya jelek.. ;-;

Dark Blood: Apologize Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin