tiga belas

2.8K 120 40
                                    

"Yah, bisa bicara sebentar?"

Ajakku kepada Ayah yang kali ini sedang membaca korannya di teras rumah. Ditemani dengan secangkir teh dan kacamata kuno yang terpakai di kepalanya. Ia terlihat sangat menikmati suasana pagi hari yang kurasa sedikit mendung ini.

"Ada apa, Clem? Kemarilah." Balas Ayahku, tidak menolehkan kepalanya sedikitpun kearahku yang sedang mengintip di ambang pintu rumah.

Aku pun mulai terduduk di kursi kayu tepat di sebelahnya, ikut bersandar dan menikmati sejuknya udara pagi hari.

"Aku mau bicara soal Calum." Ujarku, mengarahkan pandangan ke orang paruh baya yang berada di sebelahku.

Kedua matanya tetap fokus mengikuti kalimat demi kalimat yang terdapat pada kertas abu-abu itu. "Ada apa dengannya?" Tanyanya.

Aku menarik nafasku dalam, dan mengeluarkannya secara perlahan. Lalu menolehkan pandanganku ke segala penjuru, memastikan jika tidak ada Calum di sekitar. Setahuku ia masih terlelap sekarang.

"Uh– ia tidak suka jika aku dekat dengan Harry." Ujarku lagi, kini sambil memilin baju tidur yang masih aku pakai. Entahlah, berbicara dengan Ayahku mengenai Calum cukup membuatku gugup.

"Kenapa? Bukannya kau dan Harry sudah lama dekat?" Tanya Ayahku, kembali menyeruput teh melatinya tersebut.

Ini sangat aneh, mengingat aku sudah tahu penyebab Calum tidak menyukai Harry bersamaku. Namun, apakah benar Calum merasakan hal itu? Rasanya sangat tidak mungkin disaat aku hanyalah adiknya.

"Aku tidak tahu, Yah. Calum selalu ingin aku menjauh dari Harry. Ini sama sekali tidak masuk akal." Jawabku, seakan sama sekali tidak tahu apa penyebab Calum melakukan hal itu.

Lelaki ini mulai melipat korannya dengan rapih, kemudian melepaskan kacamatanya dan menaruhnya di kotak berbentuk persegi panjang itu. Ia melihatku dengan tenang.

"Ia hanya ingin menjagamu, Clem. Lagipula ia kakakmu, kakak laki-lakimu. Sudah seharusnya ia bersikap seperti itu kepada adik perempuannya." Jelasnya tersenyum.

Hembusan angin pagi membuat rambutku terhempas, pikiranku terus berkutik untuk memikirkan ucapan Calum semalam. Calum cemburu? Atau hanya perasaan yang timbul dari seorang kakak kepada adiknya saja?

Aku terdiam, mungkin ucapan Ayahku ada benarnya, tapi, apakah sampai memukul Harry adalah bentuk seorang kakak yang berusaha menjaga adiknya? Disaat Harry tidak melakukan apa-apa?

"Tapi ia sampai memuk– eh, maksudku mendatangiku semalam hanya karena aku pergi bersama Harry, Yah." Ujarku, hampir saja mengatakan hal yang tidak mau kukatakan. Jika iya, Ayahku akan meledak-ledak sepertinya.

Ayahku tertawa, mulai bangkit dari kursi seraya membawa koran dan kacamata kesayangannya.

"Itu karena kamu pulang terlalu malam, sayang. Calum sudah memberitahu Ayah sebelumnya jika ia akan menjemputmu. Ia bilang ia tidak mau merepotkan Harry yang rumahnya jauh." Jawabnya, berdiri tepat di depanku.

Merepotkan Harry? Kebohongan apa lagi yang Calum beberkan kepada Ayah? Selama ini ia yang sering merepotkanku, bukan Harry.

"Lalu, mengapa Ayah membiarkannya memakai mobilmu?" Tanyaku lagi. Sebelumnya Ayah tidak pernah memperbolehkan Calum memakai mobilnya.

"Kau lupa jika ia baru saja kecelakaan? Mobilnya masih berada di bengkel untuk perbaikan." Lanjutnya.

Sial. Betapa bodohnya aku, lupa akan peristiwa yang telah dialami Calum.

"Oh– ya, sorry." Balasku tersenyum kecut.

"Tidak apa-apa. Sekarang, bawa gelas itu dan bangunkan Calum." Ujarnya ramah sambil mengusap rambutku asal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 30, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

brother complex // calumWhere stories live. Discover now