tiga

9.2K 338 12
                                    

Kami berenam sudah sampai di Luna Park. Untungnya cuaca disini sangat bersahabat karena aku bisa melihat langit biru dengan awan awan putih yang membalutnya, walaupun udaranya cukup panas untuk berada di luar.

Luke dan Michael berjalan mendahului kami semua karena mereka bilang mereka tidak sabar untuk menaiki wahana Big Dipper. Aku melihat dari kejauhan sebelum memasuki mulut badut yang sangat besar. Ya, itu adalah pintu masuk ke Luna Park, cukup menyeramkan.

Mereka berdua berlari-lari kecil untuk memasuki mulut besar sang badut, kulihat Luke sempat mengambil foto badut tersebut dengan ponselnya.

Akhirnya kami berempat masuk untuk menyusul Luke dan Michael. Calum bilang jika biaya masuk ke Luna Park gratis tanpa tiket, biaya hanya untuk menaiki atau memasuki wahana permainan yang tersedia di loket di tiap wahana.

Calum sedang promosi atau apa sih.

Aku melihat Luke dan Michael yang berjalan di depan kami. Kulihat Michael yang sedari tadi membulatkan kedua matanya sembari melihat-lihat sekelilingnya. Kurasa ia sangat terpukau dengan semua benda yang berada di sini. Bahkan aku sempat melihatnya berfoto dengan badut disana, dengan Luke yang mengambil gambarnya.

Calum menyentuh pipiku tiba tiba, membuatku seketika menoleh ke arahnya. "Kau akan naik wahana apa?" Tanyanya.

"Entahlah, semua teriakan itu membuatku takut untuk menaiki semuanya." Jawabku tersenyum gugup karena dari tadi yang aku dengar hanyalah jeritan ketakutan dari orang orang yang sedang menaiki wahana disini.

Calum terkekeh, lalu merangkulku. "Kalau begitu, kau mau menaiki Ferris Wheel?" Tanya Calum lagi, kini matanya mengarah pada salah satu kincir angin yang cukup tinggi disana.

"Kincir angin itu?" Tanyaku mengarahkan telunjuk pada wahana yang Calum maksud.

Calum mengangguk. "Tidak cukup tinggi untuk seorang penakut sepertimu." Ejek Calum tersenyum miring.

Aku memukul ringan dadanya, sebelum aku memeluk pinggangnya dengan erat sambil berjalan melewati wahana wahana permainan disini.

"Jadi, kau mau menaiki itu?" Tanya Calum sesaat kami berhenti sejenak di depan kedai es krim.

Aku mengangguk pelan di dadanya, karena aku masih memeluknya erat hingga saat ini. Calum pun masih merangkul pundakku dan sesekali mengusapnya. Sungguh, aku ingin merasakan ini setiap hari. Aku bahkan tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku adalah adiknya.

Kami tidak langsung berjalan menuju wahana Ferris Wheel yang sudah disepakati barusan. Calum memutuskan untuk membeli es krim terlebih dahulu karena cuaca disini semakin panas saat menjelang sore.

Dan aku masih memeluk tubuhnya saat ini, bahkan saat Calum memesan es krim. Itu cukup membuatnya kesusahan untuk mengambil dua buah cone es krim untuknya, dan untukku.

"Kalian berdua sangat serasi." Ujar si penjual es krim dengan seuntai senyum di wajahnya.

Aku dan Calum yang sedang asik memakan es krim pun langsung menatap satu sama lain sesaat kami menyadarinya. Calum menaikkan kedua alisnya kearahku, tidak percaya jika pria itu baru saja mengatakan hal yang sangat salah. Walaupun aku juga mengharapkan hal yang sama.

Aku hanya menahan tawa dan mengendikkan kedua bahuku.

"Maaf, tapi, tapi kami bukan sepasang kekasih. Kami berdua kakak beradik." Ujar Calum, mencoba ramah kepada pria paruh baya itu.

Pria itu melihat kearah kami berdua secara bergantian, sebelum akhirnya ia tertawa keras, membuat beberapa orang disini menatap ke arahnya dengan bingung.

"Oh, maafkan aku. Kukira kalian adalah sepasang kekasih. Maafkan aku." Ucapnya, seraya mengusap air mata yang berada di ujung matanya. Ia tertawa puas sekali.

brother complex // calumWhere stories live. Discover now