07. permintaan mengejutkan

2.2K 429 838
                                    

"Mama aku kecelakaan pas abis pulang dari Bali menuju rumah, Ra. Sekarang keadaannya lagi kritis di rumah sakit." Daniel bercerita ketika sampai di dalam rumah Feira. Well, karena menurut Feira, berlama-lama di luar rumah rasanya tidak baik juga untuk mereka berdua, selain karena angin malam yang akhir-akhir ini terasa kencang. Apalagi, sepertinya Daniel akan bercerita panjang lebar malam ini kepadanya. Jadi, gadis itu membawanya ke rumah, lantaran di sana mereka tidak benar-benar berdua, ada adik lelaki Feira juga yang kini berada di dalam kamarnya.

Mendengar hal mengejutkan tersebut, membuat Feira mendadak menatap Daniel dengan iba. Karena ia tahu, di sana Daniel hanya tinggal berdua dengan sang ibu, sedangkan ayahnya berada di Malaysia--mereka telah resmi bercerai. Feira memang tidak mengalami hal yang serupa dengan Daniel, tetapi ia tahu bahwa hati pemuda tersebut kini benar-benar hancur. Feira lantas bertanya setengah panik, "Daniel udah ngehubungin keluarga yang lain?"

"Udah, tapi kamu 'kan tahu sendiri kalau keluarga aku semuanya ada di luar negeri, juga gak ada yang peduli." Daniel menahan napas, mengusap wajah frustrasi. Memorinya mulai merekah tatkala mengingat sebuah kenyataan yang benar-benar berhasil menusuk relung hatinya, sakitnya bukan main--bahwa dia menetap di Indonesia bukan semata-mata karena keinginannya, tetapi karena permintaan sang ibu lantaran ingin menjauh dari suami serta keluarganya yang tidak pernah memerlakukannya dengan baik. Arkian Daniel kembali berucap ragu setengah ingin menangis, "Aku ... aku gak punya siapa-siapa lagi di sini."

Hati Feira benar-benar terasa mencelus bukan kepalang tatkala melihat kedua netra rusa Daniel meredup amat sedih, perlahan kepalanya menunduk dalam. Feira memang belum mengenal Daniel genap satu tahun, tetapi kerlip serta kepercayaan diri yang selalu pemuda itu miliki tiap jengkal ketika berbicara dan melangkah, mendadak memudar dengan cepat.

Melihat keadaan Daniel yang kacau seperti sekarang, membuat Feira berkeinginan besar untuk mengusap punggung ringkih itu seperti biasanya; tatkala keduanya masih menjalin hubungan. Tapi, kini rasanya sangat tidak bisa, berat untuk dilakukan, seolah seperti ada tembok yang menjulang tinggi menghalangi diantara mereka. Akhirnya, Feira hanya diam saja menatap sosok itu dalam diam, tidak tahu harus berkata dan bersikap seperti apa.

Feira ingat sekali, dulu mereka selalu saling menjadi pendengar yang baik, saling memberikan respon yang positif, saling memberikan saran yang membangun, saling menguatkan satu sama lain karena dapat dikatakan bahwa mereka sama-sama memiliki problematika keluarga yang cukup dalam meski dengan konteks yang berbeda. Jika Daniel memiliki kedua orangtua yang bercerai dan keluarga yang tak peduli, maka di sana Feira memiliki kedua orangtua yang sama-sama sibuk dalam hal pekerjaan di luar kota, tidak pernah ingat pulang, namun sisi positifnya mereka selalu memenuhi keinginan anaknya dengan cara hanya mengirimkan uang yang cukup.

Tetapi intinya di sana, mereka mempunyai satu kesamaan yang membuat mereka menjadi saling merasa memiliki, Feira ataupun Daniel tidak pernah merasa sendiri lagi.

Setelah keheningan menyelimuti ruangan yang ditempati dua insan yang sama-sama diam berslisih dengan isi pemikiran rumit di dalam kepala, secara tiba-tiba dari arah belakang daksa Feira muncul seorang laki-laki berkaus hitam dan bercelana jeans. Dia adalah Kaivan, adik bungsu Feira yang kini menginjak empatbelas tahun. Pemuda tersebut lantas sengaja berdiri dihadapan Daniel dengan memasang raut wajah tak suka, serta kedua mata yang berapi-api. "Lo ngapain di rumah gue, Kak?"

Feira tentu saja dibuat terkejut dengan kedatangannya. "Kai, kamu jang--"

Kaivan menyela ucapan Feira dengan cepat, tak peduli dengan hal tersebut karena tujuan utamanya berada di sana hanya ingin memarahi Daniel habis-habisan. "Lo masih berani nunjukkin muka lo di sini setelah bikin Kakak gue nangis berhari-hari?" katanya tak habis pikir dengan pemuda yang kini ada di depannya, menatapnya dengan tatapan terkejut. Kaivan melanjutkan dengan nada semakin tinggi, "Gue tahu, kalau Kakak gue emang bodoh, gampang dibodohin pula. Dan walaupun gue juga gak terlalu tahu permasalahan yang kalian berdua alami, tapi seenggaknya, tolong jangan buat dia nangis, dia udah cukup menderita selama ini. Jangan tambahin lukanya kayak kemarin-kemarin."

Kendati Kaivan mencecar Daniel dengan beberapa ucapan yang mengandung unsur sarkasme, tetapi di sana Daniel membalasnya dengan nada rendah dan ucapan yang setenang air sungai mengalir. Well, Karena Daniel paham perasaan Kaivan seperti apa padanya. "Ah, gue akui kalau gue emang salah kemarin, Kai. Sorry. Makanya, gue berani datang ke sini buat minta maaf dan pengen memperbaiki semuanya."

"Terserah. Tapi, kalau sekali lagi l lo nyakitin Kakak gue, gue gak bakalan tinggal diam." Ancam Kaivan dengan tampak bersungguh-sungguh. Sedetik kemudian, atensinya mulai beralih ke arah Feira sembari membalutkan jaket hitam tebal pada tubuhnya sendiri. "Gue mau keluar bentar, Kak." Kaivan memutar tubuh untuk kesekian kali, mematri tatapan pada Daniel dengan memberi ancaman lagi. "Dan lo, jangan macem-macem selama gue gak ada."

Kaivan benar-benar pergi dari hadapan Feira dan Daniel dengan gerakan secepat kilat, karena Feira baru ingat jikalau Kaivan malam ini memang sudah memiliki janji dengan teman sekolahnya. Well, jujur saja Feira baru kali ini melihat sisi lain Kaivan seperti tadi, sebelumnya Kaivan belum pernah menunjukkan kemarahannya di depan Feira kendati pemuda tersebut memang menyebalkan, karena lihat saja, Kaivan tadi sempat menyebut Feira bodoh. Kendati demikian, tetap Feira tahu bahwa Kaivan tetap menyayanginya.

Tetapi karena kemarahan Kaivan tadi, membuat Feira merasa tak enak kepada Daniel. Gadis tersebut sempat meringis tanpa alasan tatkala mengucapkan, "Maaf, Niel. Kaivan kalau lagi marah, omongannya gak suka disaring."

Daniel tertawa getir, "Gak apa-apa, wajar kok dia ngomong kayak gitu. Dia pasti marah banget kakaknya disakitin sama orang lain sampai katanya nangis-nangis."

Dan sekali lagi, kalimat tersebut sukses menjadi hantaman batin yang luar biasa hebat. Feira berhenti bernapas, jantungnya seperti diremukkan. Sensasi dingin menari pada telapak tangan, membuat kepala kembali memutar repetisi adegan yang menjadi sumber tangisnya diam-diam setiap malam.

Melihat Feira tak merespon apa pun dan hanya memilih untuk bungkam, membuat Daniel lekas membeberkan tujuan utamanya datang kemari, "Kayak yang aku bilang tadi, aku berani nunjukkin muka di sini lagi, karena aku mau minta maaf sama kamu atas semua yang udah terjadi di antara kita." katanya sembari tersenyum tulus. "Aku sadar kalau aku udah keterlaluan sama kamu, ngomong sesuatu hal yang seharusnya gak diomongin ke kamu sewaktu di kantin. Sumpah, aku nyesel banget, aku ngerasa bersalah banget sama kamu. Sekali lagi, maafin aku, ya."

Karena semuanya sudah berlalu, kesakitan yang dirasakan Feira pun sudah berangsur pulih meski belum sepenuhnya, tapi Feira pikir memang sudah seharusnya mereka berdua saling berdamai dengan masa lalu. Maka dari itu, tanpa pikir panjang, Feira berujar, "Ira udah maafin Daniel dari jauh-jauh hari, ngemaklumin semua omongan Daniel karena Ira pikir, Daniel emang semarah itu sama Ira dan Ira juga sadar bukan salah Daniel sepenuhnya, karena Ira juga banyak salahnya ke Daniel."

"Makasih banyak ya, Ra."

Feira mengangguk sekali, tersenyum dengan begitu manis, senyuman cantik yang sangat disukai Daniel sejak dulu.

"Aku suka lihat kamu senyum kayak barusan. Aku harap, kedepannya kamu bakal selalu tersenyum dan bahagia." ujar Daniel dengan jujur dan sukses membuat Feira mematung, senyumannya ikut andil memudar, hatinya mendadak dibuat bergejolak tanpa alasan. Apalagi ketika mendengar rentetan kalimat yang dilontarkan Daniel setelahnya, "Kamu orang yang paling tahu kalau keluarga aku bener-bener udah kacau. Setelah Mama aku kerja ke luar kota, gak ada orang yang mau dengerin cerita aku ataupun cemasin aku selain kamu."

Daniel benar-benar sukses membuat Feira tidak bisa berkata-kata, hanya kedipan mata beberapa kali yang mewakili keterkejutannya. Karena ini sungguh diluar dugaannya.

"Setelah hubungan kita berkahir, aku bener-bener ngerasain kalau ternyata emang sekosong itu hidup aku, yang biasanya selalu ada kamu di sisi aku, tapi semuanya bener-bener melebur hancur karena keegoisan aku sendiri." Daniel menahan napas sejenak, telinganya memerah. Entah karena memang karena menanggung malu atas semua kalimat yang diucapkannya atau kepalanya kembali mengingat insiden besar yang membuat si gadis terluka parah hingga membuatnya merasakan penyesalan yang amat dalam seperti saat ini.

"Setiap sesuatu yang terjadi nimpa hidup aku, kamu selalu jadi orang pertama yang terlintas di pikiran aku. Dan aku juga pengen jadi orang pertama yang kamu pikirin waktu kamu ngerasa kesulitan. Aku pengen kamu bahagia, aku juga bakalan bikin kamu bahagia kayak dulu lagi. Ra, I hope You comeback again." <>

Profitable LoveWhere stories live. Discover now